TMCBlog.com – Bro semua, di sela-sela waktu TMCBlog menghadiri undangan event lebarannya pecinta kustom kulture se-Indonesia yakni Kustomfest 2017 No Boundaries 7-8 Oktober yang lalu, PT. Distributor Motor Indonesia selaku dealer eksklusif brand Royal Enfield di tanah air mengajak rekan-rekan media untuk merasakan riding Royal Enfield ke pesisir selatan provinsi D.I Yogyakarta di hari Ahad 8 Oktober pada pagi harinya. Kesempatan yang gak boleh disia-siakan menurut saya, jadi ngebela-belain deh bawa helm dari Jakarta ke Yogyakarta demi bisa riding RE di Yogyakarta yang selalu istimewa. Mencoba untuk mengeksplore lebih lanjut motor Royal Enfield yang terus terang sudah bikin saya penasaran sejak tahun lalu, cekidot sob…

Starting point kami berada di Jambuluwuk Boutique Hotel, kota Yogyakarta. saya kebagian unit Royal Enfield Classic 500 yang mesinnya berkapasitas 500 cc single cylinder sudah ber-injeksi. Mengarah ke Pantai Parangtritis kami ber-11 orang, kalau gak salah (maaf saya lupa jumlah pastinya) riding santai dengan kecepatan rata-rata cuma 60 km/jam, menikmati setiap kilometer perjalanan di kota gudeg yang ramai namun bersahaja.

Saya gak akan membahas terlalu dalam soal perjalanannya, melainkan impresi berkendara RE Classic 500 yang unik. Unik karena setiap orang yang menyapa kami di perjalanan bertanya motor apa ini. “Motor ini keluaran baru tapi bentuknya memang sengaja dibikin jadul dari pabriknya“, ya kalimat seperti itu yang selalu kami jelaskan ke orang yang bertanya. Unik toh?

Royal Enfield Classic 500

Sensasi yang sangat unik dan bener-bener baru buat saya pribadi, naik motor 500 cc satu silinder yang getarannya luar biasa. Memang inilah ciri khas dari Royal Enfield, pihak produsen sengaja membuat getaran mesin terasa sampai ke sekujur badan ridernya agar bisa merasakan sensasi seperti berkendara dengan motor lawas, serta torsi yang melimpah ruah. Bukan lebay sob, tapi memang torsinya saya akuin juara banget! gear 1 hanya buat start jalan saja dari posisi diam, langsung lanjut oper ke gear 2 dan ke gear 3 ketika jarum speedometer menyentuh angka 60 km/jam.

Throttle Body Classic 500

Throttle body dibiarkan terbuka tanpa casing atau cover, seandainya TB di-cover dengan yang berbentuk karburator pasti bakalan lebih keren nih seperti Triumph Bonnie atau Truxton gitu deh. IMHO

Mesin dari Classic 500 memiliki ukuran bore 84 mm dan stroke 90 mm, dengan perbandingan kompresinya 8,5:1. Cukup rendah ya, tapi tenaganya lebih dari cukup sob, tercatat sebesar 27,2 Bhp pada putaran mesin 5.250 rpm dengan torsi 41.3 Nm di putaran mesin yang rendah yakni 4.000 rpm. Walah, pantesan enak banget diajak nanjak.

Air Box Filter Cover

Air box filter ada di sisi kanan dan bagi saya, suara “ngok…” setiap gas dibuka. Maka dari itu bagi saya perlu suara knalpot yang lebih besar nih. Eh tapi nanti gak lolos sertifikasi Euro yah.

Mesin satu silinder 500 cc

Soal getaran mesinnya, memang luar biasa tersalurkan sampe ke tangan rider. Saya awalnya kaget karena masih adaptasi dengan motor, namun motor memang harus dibawa dengan smooth dan santai. Bermain di gigi berat malah mesin jadi anteng. Benar-benar motor buat santai deh ini. Tapi torsinya guede banget sob, saya terus pakai gigi 3 baik saat di dalam kota dengan kecepatan dibawah 40 km/jam. Mesin gak akan mati karena dibantu banget sama torsi besarnya, meskipun terus terang awalnya saya khawatir karena idle/stasioner RPM nya rendah banget. Pun ketika saya memasuki jalur perbukitan di daerah Imogiri, terus panteng di gigi 3 aja rata-rata buat nanjak, aman jaya gak ada gejala kedodoran.

Top speed menurut temen-temen dari RE berkisar di 120 an km/jam. Tapi yang saya dapat kemarin hanya menyentuh 115 km/jam di gigi 5 (top gear) saat berada di Ring Road Yogyakarta, karena keterbatasan ruang untuk explore top speed dari motor ini. Tenaganya cukup halus, torsinya sangat besar, untuk meraih top speed cukup lama. Sektor mesin hanya satu yang saya sayangkan, suara knalpot kurang besar, karena kalau suaranya besar akan mirip seperti Harley Davidson bunyinya.

Posisi Gear Shifting 1-N-2-3-4-5

Cuma ada 5 percepatan ya. Tapi rasio gearbox nya berat, napas mesin terasa panjang setelah gigi 3 keatas.

Pakai Teknologi Busi Ganda

Bobotnya motor ini berat, paling terasa itu ketika motor berhenti dan kaki menopang. Tambah lagi kaki saya yang jinjit balet saat posisi motor sedang berhenti. Mungkin kalau rider-nya punya tinggi 170 cm atau lebih, bisa jauh lebih nyaman karena kaki menapak sempurna.

Jok pengendara dibekali spring

Riding position Classic 500 ini nyaman, ciri khas motor roadster banget yang santai tapi tetap sigap. Jok empuk karena busa yang sudah tebal ditambah lagi dipasang spring nya di bagian bawah jok.

Headlamp

Bagian depan, headlampnya masih pakai bohlam dengan “topi” di sebelah atas lampu. Di sektor ini saya mendengar bunyi-bunyian yang diakibatkan getaran mesin. Entah dari mana datangnya, tapi kemungkinan sih di area cover lampunya. Meskipun bunyi tersebut tidak terlalu mengganggu konsentrasi rider.

Speedometernya pun kuat kesan motor lawasnya. Buang jauh-jauh deh teknologi seperti digital panel bermonitor LCD. Indikator BBM nya pun cuma akan berkedip saat BBM motor mulai menipis. Sayang ya, padahal saya mau tes konsumsi bahan bakarnya jadi gak bisa. Disamping fuel indicator ada indikator check engine karena yang saya pakai sudah injeksi. Kunci kontak dengan kunci stang terpisah jauh. Kontak ada di atas sedangkan kunci stang posisinya ada di bawah tangki.

Lampu senja

Ada lampu senjanya yang meski berukuran kecil banget, justru malah menambah kesan klasiknya.

Lampu sein jelas klasik banget, mengingatkan kita ke model CB atau RX lawas.

Klakson Dual Tone

Klaksonnya saya suka banget, suaranya keras kayak klakson mobil. Terkadang bikin kaget diri sendiri karena suaranya guede. Hahaha…

Lampu belakang dan lampu sein

Lampu belakang memiliki pendaran cahaya yang baik, meskipun belum pakai LED saya sih yakin cukup terang untuk dilihat dari jauh. Buritan dari RE Classic 500 memang elegan banget, mirip sama motor jadul dari pabrikan Bavaria. Memang RE juga dipasarkan di kawasan Eropa, khususnya market cukup baik di Britania Raya, jadi kesan motor Eropa-nya cukup kuat pada setiap variannya.

Di Pantai Depok

Beralih ke sektor suspensi. Masih dengan teleskopik diameter 35 mm dimana as sokbrekernya di-cover sampai ke bagian atas. Kinerjanya lembut dan sangat mampu meredam kondisi jalan yang kurang baik dan juga jalanan cone-block di daerah pantai Parangtritis.

Sokbreker depan pakai cover
Sok belakang pakai tabung berdesain lawas

Sokbreker belakang juga empuk, sangat nyaman. Ketika berkendara di jalur perbukitan juga memberikan handling yang sangat baik. Sokbreker sudah pakai tabung tapi bukan berisikan gas nitrogen melainkan oli/fluida.

Pengereman RE Classic 500 saya nilai sangat mumpuni meredam tenaga mesin, di bagian depan pakai cakram tunggal kaliper 2 piston merk Bybre.

Tuh di slang rem ada tulisan BREMBO India nya.

Rem Belakang Tromol

Parts lainnya yang menurut saya juga unik adalah rem drum atau tromol belakangnya, paha rem atau tuas pengungkit kampas nya menyatu dengan hub gear. Soal performa pengeremannya sangat mumpuni dalam mereduksi laju motor.

Ban depan ring 19 inchi

Bagian roda depan dikawal ukuran 19 inchi dengan ban 90/90-19 merk MRF made in India, serta dibagian belakang pakai merk yang sama dengan size berbeda 110/80-18 inchi.

Diameter roda yang besar membantu motor menyerap getaran akibat jalanan rusak. Selama diperjalanan saya beberapa kali melewati aspal yang pecah ataupun sambungan jalan dan hampir tidak terasa saat melewatinya.

Single seat bisa double seat juga bisa

Jok boncenger bisa dipasang kalau mau riding berdua. Kalau lagi pengen riding sendiri, bisa juga dicopot yang akan mengeksploitasi lekuk spatbor belakang Royal Enfield classic yang cantik dan berbahan besi tersebut. IMHO, saya lebih suka tampilan motor secara keseluruhan ketika jok boncenger dilepas.

Di daerah Imogiri
Kental Nuansa Klasiknya

Itulah impresi dan pengalaman saya selama jajal Royal Enfield Classic 500 seharga 75 juta rupiah (on the road) selama berada di Yogyakarta. Riding dengan motor yang cantik di kota yang indah bersama masyarakat lokal yang selalu bersahaja, jadi pengalaman yang tak terlupakan menjelajan pesisir selatan pulau Jawa (meskipun gak seluruh pesisir selatan sih, hehehe).

Nugi TMCBlog

30 COMMENTS

    • Bisa “murah” begitu ya.. tp kenapa ninja 300 ataupun R3 321cc malah bisa tmbus 90++ jt, kenapa bisa bgitu ya om? Dilihat head nya juga double cam itu mah.. bubungan cover headcyl nya dobel gitu

  1. Sayang banget 500cc speed gak nyampe 150km/jam, klo buat touring pun rolling speed enak di atas 120 – 140km/jam. Untuk yg lainnya sudah mantap sebenarnya

  2. hahaha mo ngebut yah ambil motor pairing laaah komennya aneh2, getarannya kaya vespa vietnam yah om nug, gregel2 gimana gtu…pasti suka merinding sendiri ini

  3. semenjak di pegang sama india kesan pride nya udah kurang, nunngu Kawi ngeluarin W series buat kubikasi mesin kecil selain 250cc

    • Terus langsamnya brp rpm yak.. wkwkwkwk
      Keren kayaknya kalo ada versi dieselnya..

      Btw wong Tanggul, Jember Jatim ada yg punya loh, desain mirip2 ini model knalpot kayak buntut ikan, tp asapnya hitam khas diesel.. jd kalo beli bbm lucu antrinya baris sama bus truk atau mobil diesel,hehehe
      Entah kalo dikasih dex atau minimal pertadex mgkn gk akan berasap hitam.. tp justru disitu point uniknya

  4. Masih inget vlogger yg punya motor ini, mesin katanya bisa copot, cdi permah copot, bar end sering copot dll, getarannya emang menguncang. Entah value apa ga ni motor. Mending Estrella buat yg murah, atau yamaha xsr.

  5. Lah mending modif cb400sf jd tampilan classic kl gw mah, mesin 4 cyl nya sadizzzz, ga malu2in suaranya moge bgt,
    Mesin honda jadul ud trbukti,

  6. sepertinya 500 cc ga penting ya..top speednya kaya motor jepang 125cc. ini apa mesinya jg pake teknologi tahun 50an ya kok lemot banget…

Leave a Reply to uti Cancel reply

Please enter your comment!
Please enter your name here