TMCBlog.com – Juara dunia 9 kali, Valentino Rossi lagi lagi harus mengakui kencangnya Ducati GP18 Andrea Dovizioso dan juga Honda RC213V yang dibesut Marc Marquez dan Cal Crutchlow di gelaran MotoGP Motegi 2018 . . . Jika keadaannya kalah dari Ducati dan Honda mungkin masih lumrah dikarenakan keduanya memang sedang dalam puncak performa di 2018 ini, namun dikalahkan dalam artian fisik oleh pabrikan Jepang sesama Inline-4 – Suzuki di tanah matahari terbit, di depan muka para petinggi pabrikan sendiri adalah sebuah gambaran sebenarnya yang benar benar diinginkan oleh Valentino Rossi . . Maksudnya? Yap biar petinggi Yamaha tahu dan bisa ambil kesimpulan utama sendiri walaupun tanpa ia jelaskan . .

Valentino Rossi tetap menunjuk bahwa permasalahan pada Yamaha M1 di 2018 ini berada di sektor elektronik dan juga mesin. Valentino Rossi mengatakan semua petinggi Yamaha hadir di Buriram dan di Motegi untuk melihat secara langsung perkembangan Yamaha M1. Valentino pun mengaku di Motegi ia langsung mengadakan sebuah pertemuan panjang dan lama dengan para petinggi Yamaha persis setelah race usai untuk membicarakan permasalahan Yamaha yang ia rasakan dan Ia inginkan kedepan . .

Namun begitu setiap usai pertemuan dengan para petinggi Yamaha, Vale selalu bilang bahwa mereka selalu mengiyakan semua input, menyetujui semua yang ia sampaikan, namun soal hasil Rossi mengaku bahwa ia belum tahu apakah pesannya sampai atau tidak  . . Soal elektronik di Motegi, Vale mengatakan levelnya tidak banyak berubah dengan elektronik yang dipakai Yamaha M1 di Buriram . . Ini jelas penting untuk mengetahui secara lebih pasti mengenai penyebab peningkatan performa Yamaha M1 yang terjadi di Thailand.

Dan pasca GP Motegi, kembali Vale menegaskan bahwa peningkatan di Buriram lebih dikarenakan alasan tertentu yakni karakter dari track Chang International, dan oleh sebab itulah Vale sempat mengatakan sebelum race day bahwa Ia sangat menghargai optimiste Maverick Vinales akan peningkatan Yamaha M1 pasca latihan bebas di hari Jumat-Motegi, namun lagi lagi dengan pengalaman membalap bertahun-tahun Vale melihat bahwa fluktuasi performa bisa saja terjadi.

Dan mengenai performa sebenarnya dari Yamaha M1 ya seperti yang bisa dilihat dari hasil race di Motegi . . Yap boleh dibilang menurut TMCBlog masih ‘Jalan di tempat’

Secara umum, jika kita mau sedikit saja melihat data data Lap-time race . . Mayoritas race pace dari Valentino Rossi di atas Yamaha M1 hadir masih lebih lambat dibandingkan dengan pace yang dihadirkan oleh Cal Crutchlow dan juga pace dari Alex Rins di Motegi akhir pekan yang lalu.

Taufik of BuitenZorg

105 COMMENTS

    • Comment:
      yamaha kayaknya emang ga bisa buat mesin
      ga di moto gp ga dimotor dagangan
      cuma bisa naikin cc sohc. tambau embel2 4klep.

      berharap musim depan yamaha bisa naiiin jadi 1100cc mesin inline nya
      mimpi kali

  1. Kenapa update di web lemot wak, liat ditwitter wak aji udah ada postingan baru tp di web blm muncul padahal dah clear cookies sm cache.

  2. kasian neng vina yak, berharap bagus di yamaha eh malah masuk pas masa buruk2nya yamaha

    2019 kayaknya masih dominasi Honda neh, ditambah ada jolor….serem sudah

  3. Jalan ditempat, mungkin motornya distandar dua jadi ga maju maju, mana nih si ahli elektronik gaada kok gaada kemajuan, kasian kan sepi gaada perang komen fbh dan fby

  4. Apa gak bosan itu insinyur, tekniksi dan pejabat yamaha di cerewetin mbah lejen trus?? Bimsalabim M1 jd kenceng ehh kencang..

  5. Holidey: kalo mz tino ga sesumbar gitu trs semesta ga iseng pasti bakal seru murni adu skill ama pebalap papan atas. Gpp karena setiap cabang serius macam ini harus ada pelawak macam blio biar seimba g.

    • Mungkin syndrom Gilbert nya lagi kumat?,
      kalo bener nelangsa banget yamaha,rela tambal sulam kru elektronik nya demi MotoGP sampe WSBK nya jalan ditempat,test rider nya bisa dalam kondisi ga fit sewaktu waktu lagi,ckckckckck

  6. Kalau gw gak heran kakek legend berprilaku double muka kek gitu broo.. Udah nyimak dari tahun jadul salut buat HRC tempo doeloe yg gw yakin udah tau sifat kakek legend.yang kasihan yamaha udah terlanjur terjebak yamaha itu rosi

  7. harusnya nih ya, di tim Yamaha itu pembalapnya #1 Lorenzo, #2 Bagnaia…kalo mau bersaing terus di barisan depan.harusnya juga Rossi pensiun pas dapet gelar ke 9, pensiun dari motogp dengan pride dan handle anak2 Itali asuhannya dia di VR46.
    ambisinya terlalu besar sedangkan skillnya sudah terlewati anak2 yg lebih muda.

  8. Yah anggep aja lu beruntung gagal finis tapi point banyak..

    Lah gimana g beruntung, dapet hibah melulu dari pos depan..??

    Cocoknya tahun ini adalah point hibah terbanyak pas sama si engkong..??

  9. dulu ada komentator lejen di sini pernah bilang…”motor kenceng dibawa pelan bisa, dibawa ngebut juga bisa. sedangkan motor lemot, cuma bisa dibawa pelan”

    logikanya disini..mesin V emang kenceng, tinggal disesuaikan dengan keinginan joki, mau kenceng ayo, mau pelan juga ayo, seperti pace dovi di motegi ini yang udah diulas oleh wak haji… sedangkan mesin inline itu lembut, bisa dibuat kenceng tapi …….silahkan isi sendiri hehehe…..

    • JZ sebenarnya rider yg sensitif ane rasa (sangat lebih sensitif drpd MV yg kebanyakan maunya trima jadi doang,bahkan udah keliatan dr kelas kadet) sayangnya dia ga ada perhatian dr Yamaha pusat,jadinya dia memaksimalkan yg udah ada doang

  10. Sudah saatnya YAMAHA dan VELENTINO ROSSI kembali menggunakan jasa sang mekanik handal yaitu JEREMY BURGESS.

    dari dulu udah ane kasi tau bukan hanya pembalap berpengalaman yg bisa juara dunia, kalo mekaniknya kelas kampret.
    Apalagi mesinnya loyo, kalah dgn suzuki…

    #BACKTOJEREMYBURGESS
    #SAVEYAMAHAGP
    #SAVEVR46

    • betul dan juga masao furusawa. kyknya Ban michelin gak sesuai karakter mesin dgn masa crankshaff ringan ini krn ban cpt habis. Ditambah yamaha lambat rekrut ahli ecu.

    • Jeremy Burgess ketika ikut rossi hijrah ke yamaha itu hanya bawa data pengembangan Honda sampai 2012> Jd sdh expired ommm…
      Maka jgn heran masuk 2012 yamaha kembali mentok.

    • Dari dulu mayoritas penikmat motogp menganggap Jeremy Burgess lah yang berjasa menjadikan Yamaha M1 motor juara, tapi melupakan aktor yang sbenarnya yaitu Masao Furusawa.
      kalo hanya VR46+Burgess yang menjadi aktor utama kesuksesan Yamaha harusnya mereka juga bisa membawa Ducati juara..
      Bukan bermaksud merendahkan peran mereka berdua, mereka tetap lah para master dibidangnya..
      Jadi…VR46+Burgess+Furusawa=Yamaha juara

  11. emang mv25 pembalap ecek2 ituh?
    bukanya dia pembalap muda juga…tapi juga malah lebih kesulitan dr rossi…jelas2 data ada diatas…kemampuan m1 sekarang ya emang segitu…

    • tapi waktu awal2 dia bisa top1 terus beberapa seri, karena sesuai arahan perkembangan motor dia yang mau….tapi kesini2 malah ngikutin arahan mbah gmn itu..makin drop aja

  12. Eits jangan salah, mungkin (IMHO)….Pihak Yamaha sedang bermain polituk juga dengan cara halus. Yaitu mengusir VR dari team iwata, kenapa kemungkinan itu ada?….Mungkin Yamaha Motor juga sudah mulai gerah dengan segala keluhan dan sikap “People Champions” kita yang satu ini. Toh secara insting balap, input, dan kreativitasnya sudah mulai ‘tumpul’, Toh efek terhadap sisi jualan juga sudah tidak semoncer dulu. Maka dari itu Yamaha Corp dengan sengaja tidak terlalu meloloskan apa apa yang diinginkan VR, supaya Mbah Tino pun gerah dan akhirnya keluar dari tim biru atau pensiun. Mungkin dari titik tersebut Yamah corp pun bisa memulai dengan langkah baru yang lebih fresh, tanpa tekanan dari satu orang.

    • Ga bisa, yamaha butuh vale dan juga sebaliknya
      Jasa dia buat korporasi sangat besar. Bahkan mungkin hero nya ya dia

    • Duhai nasibmu leijen… kasian vale sekarang.. apa yg dilakukan salah,salah,salah dan salah.. dimata awam? hhaha. finisher terbaik yamaha di motegi 2018 salah!, usul development langsung sm petinggi salah!, brand global marketing salah!, naik podium salah!, gak naek podium salah!, pengembang atau bukan pengembang salah!, mohammad benar.. eh”, salah..

    • @Stop n’ Go
      saya jg brpikir demikian sih bro.. kyaknya ada bumbu lain yg ditambahkan biar sang penyicip merasakan hal yg tidak enak, kapok, dan ga mau makan lagi. rasanya marc lah target lain yamaha karna bisa jadi moviestar sebagai spain brand yg punya nama dan dana kesal dan akhirnya hengkang.. dengan hak veto rider pabrikan seperti rossi yg bisa mngganjal sang rival tuk berlabuh ke team biru. apalagi dengan rumor hangat. Haram bagi marquez dan para kolega gabung yamaha.

    • @anti gravity
      Tahun lalu kayaknya vinales mulai bermasalah saat michelin ganti jenis kompon ban belakangnya, mayoritas pembalap lebih suka ban baru yg dibawa michelin, termasuk rossi dan marquez.
      Vinales adalah satu dari dua rider yg gak suka dengan ban baru

      Kalo di 2018 ini, memang sebab utamanya desain sasis yg lebih nurutin kemauan rossi

  13. Kenapa ga rayu opa Shuhei Nakamoto aja, siapa tau pengetahuan nya tentang teknologi F1 nya mau dibagi,kan masih sering Wira Wiri ngurusin anak ATC ???

    • yg paling realistis sebetulnya minta petunjuk atau suruh turun gunung lagi eyang masao furusawa. dia kan dlu bilang sy siap mmbantu andaikata mmng perlu bantuan. karna dia M1 awal 04′ dan era 08′-09′ moncer.. dan yamaha sabet triple crown. klo nakamoto lgi nyaman dgn tugas barunya sebagai penyalur bakat muda asia di Dorna motosport.

  14. walau susah diterima, pengalaman memang senjata paling mematikan..

    rossi juga marquez, si tua” keladi sama si kecil” cabe rawit..
    udah kasih bukti, umur bukan tolak ukur kehebatan..

    moga si marquez terus balapan sampe umur 40 taun, pengen liat gimana sikap, attitude, jug skill dia kalo udah di panggil ‘kakek legend’..

  15. @rav. keunggulan mesin v4 bukan hanya faktor power, tapi yang perlu di garis bawahi keunggulan v4 bisa lebih dikembangkan di bandingkan inline. sekali lagi, lebih bisa di kembangkan dari segala sisi.

  16. Sampai kapan pun, gak akan bisa bikin motor yg sesuai dgn pembalap kalo limitasi masih berlaku
    Cari pembalap yg bisa menutupi kelemahan motor, dan mengeksploitasi kemampuan maksimal motor itu paling realistis

  17. toh faktanya inline jalan di tempat dan v4 jalan maju fakta loh bisa dilihat mana yg berkembang mana yg tetep kuntet.

  18. coba,andai diperbolehkan 3 seri terakhir ini aymaha di kendarai oleh marc,bisa kita lihat,bisa kompetitif enggak motornya,klo ga bs kompetitif ya emang motornya,klo bs kompetitif brarti ya rider nya,,,cekikikikik bruuuum….plaaas…..lari pake motor roda 3????

  19. Yg pasti sejak jaman motogp, pembalap yamaha paling lama kehilangan gelar selama 2 musim berturut2
    baru kali ini 3 musim berturut2 dan diperparah 25 seri puasa podium utama
    Menurut ane kesalahan utama yamaha adalag melepas jl

  20. mendingan dibkin partisi magic saja kaya jaman JL VR donk, biar pengembangan M1 ketahuan arahnya….jd g melulu ngikutin maunya VR

  21. Belum ada jawaban jelas,
    ada yg tau di mana ada penjelasan tentang perbandingan mesin V4 dan inline4 yg komplit?

    Bagi link please,?

    Cari sendiri belum nemu, penjelasan dari video yg dibuat motogp gak ada bahas perbedaan power dari kedua mesin ini

  22. Kalo menurut saya terlepas dari apapun masalah dimotor yamaha, secara garis besar bisa diambil kesimpulan kalo sekarang (mungkin sampe 2 taun lagi) tim ini ga punya development rider yang mumpuni. Vinales pembalap yang bisa kenceng kalo naik motor yang bagus tapi dia ga ngerti gimana caranya bikin motor jadi enak dibawa kenceng. Kalo rossi, dia (dulu) emang development rider yang jempolan, tapi sekarang sense nya udah ga sepeka dulu lagi gara gara kemakan sama umur. Diluar itu kayanya kurang las kalo berharap banyak sama pembalap satelit apalagi test rider buat buat bisa mecahin masalah dimotor mereka. Pisss

  23. tahun depan ada aturan baru…
    pembalap yg jadi juara dunia 2 kali berturut turut akan di pindah paksa ke team lain

    sekian

    drona

  24. “Saya sudah tahu dia adalah seorang juara, seorang pembalap yang sangat cepat, seorang yang mampu beradaptasi dengan berbagai situasi, dan beradaptasi dengan baik terhadap segala jenis motor. Dari sisi personal, dia selalu memperhatikan dan mendengarkan saran. Ini sungguh jarang,” ucap Alberto Puig, dilansir dari Autosport, Selasa (23/10/2018).

    “Dia selalu berevolusi. Dia bisa beradaptasi dengan baik terhadap segala jenis situasi, terutama motor. Faktanya pembalap yang memenangi balapan tidak selalu karena motornya bagus. Dia tidak pernah mengeluh. Sejujurnya kami melewati banyak waktu sulit di mana motor Honda tidak berkapasitas juara sepertinya. Namun, dia bisa mengatasinya tanpa mengeluh,” imbuh pria asal Spanyol itu.(Puig)

    “.

    statement menarik neh wak. mungkin bisa di gali lebih dalam

  25. Dr interview Mat Oxley ada informasi yang cukup menarik. Dg Unified ECU, elektronik ternyata tidak terlalu berpengaruh, semua kembali pada putarang lengan. Michelin juga berdampak pada settingan motor (terbalik dg Bridgestone, Michelin unggul di ban belakang), tapi ada satu kondisi dimana setting motor yang kurang baik disealamatkan dengan pemlihan varian ban michelin. Perubahan krusial pada RC213V (selain crunching the number on ECU) adalah setting geomteri, termasuk menggeser COG lebih ke depan.

    Ini bisa jadi bikin puyeng Iwata, karena permasalahannya ternyata bukan hanya elektronik. Dan berlawanan dengan MV25 yg menginginkan COG digeser ke belakang, ternyata pilihan menggeser COG lebih ke depan untuk mengurangi beban ban belakang (Marc menyatakan dengan Michelin dia harus memaksa ban untuk sedikit spin di putaran rendah -in an exact moment), sehingga begitu ban memperoleh lagi traksinya ban sudah siap untuk diajak berakselerasi). Jadi setidaknya ada tiga faktor yang bisa dikelola oleh Yamaha agar M1 bisa lebih baik, yaitu: 1) mesin, 2) elektronik, dan 3) geometri chassis. Dan yang terakhir, feeling pembalap terhadap ban michelin, sehingga bisa menentukan base setting yang tepat (Kunci kestabilan performa AD04 musim ini). Sayangnya faktor 1, 2, dan 3 masih tetap butuh masukan yang tepat dari pembalap. Asli, M1 musim ini lost in development. Kl udah ky gini, sebanyak apa pun duit dikeluarin, bisa jadi improvementnya jg g sebanding.

    • benar masalh m1 bayak kalo masalahnya simple gk seperti skrg, terburuk dlm sejarah, hondpun prnh bermaslh tpi gk spert yamah dan yg mamapu p1 bahkan juara. spin bukan hanya elektronik dan mesin buanyak, dan smuanya harus tepat nah itu yang bikin puyeng. karna setingan jg perlu masukan rider. emang gadda insur abala2

    • Kalo ga begitu ngaruh ngapain Honda sampe bajak insinyur MM Yamaha sampe ambil c gada.

      ane selalu agree yg namanya sistem itu hardware software Sama brainware harus seimbang.

      Sama Kaya yg di katakan Puig bukan sekedar motor tp pembalap jg harus menyesuaikan diri.

      Ada statement takeo yokoyama yg menarik bahkan kmrn kmrn.

      JD kesimpulan nya memang era sekarang ga bisa nuntut motor doang pembalap jg harus adaptasi. Kaya artikel wak aji Lorenzo ajh berubah riding style nya

    • Seperti dijelaskan #MM23 di interview tersebut, dengan ECU lama kerja pembalap lebih mudah. Tinggal betot gas, dan biarkan ECU mengatur semua power delivery, sementara dia tinggal memikirkan permasalahan lain selama race. Sementara dengan Unified ECU, performanya jauh beberapa level di bawah customized ECU. Sehingga dia juga harus memikirkan putaran throttle baik saat masuk tikungan, selama mid corner, bahkan persiapan untuk exit corner sebelum betot penuh. Dan untuk mengurangi dampak kurang optimalnya ECU, dia dan tim engineer (bersama Sani dan Takeo) harus lebih banyak berkutat di setting mesin manual, geometry chassis, dan strategi pemilihan ban maupun manage ban alih-alih mengutak-atik ECU.

      Terkait dengan knowing how to crunch the number, sepemahaman saya biarpun unified, di awal musim DORNA memberi kesempatan bagi pabrikan untuk melakukan evaluasi terhadap ECU milik Magneti Marelli. Dari hasil evaluasi tersebut, pabrikan diperkenankan juga untuk mengajukan command language untuk ECU yang akan digunakan selama musim berjalan. Kalau lolos evaluasi DORNA, Magneti Marelli akan memasukkan command language tersebut ke dalam ECUnya (CMIIW). Dengan kondisi tersebut, walaupun Unified ECU tapi pabrikan masih punya andil juga bisa mengontrol kualitas ECU yang tidak terlalu berdampak secara performance terhadap motor mereka. Langkah ini yang sepertinya tidak diprediksi oleh Yamaha.

      Jadi apakah “Knowing How to Crunch the Number” penting? Jawabannya iy, untuk menentukan base setting yang bisa digunakan untuk sepanjang musim. Tapi setelah itu, saat day to day race weekends, kembali lagi k balapan jaman pake masin karburator, mengubah setting mesin secara teknik dan menyesuaikan teknik balap jadi lebih penting ketimbang setting Elektronik.

    • tetap pengolahan data ECU dengan rumusan dari engineer itu sangat penting.

      kalo engineer nya aja masi meraba2. apa jadinya itu motor.
      langkah yang benar ya bajak engineer yang uda hatam benar ECU unified ini.

      walau ujungnya tetap tangan pembalap yang diperlukan. kalau setting ECU tidak optimal akan percuma bro.

      lucunya orang2 disini rata2 bilang ECU uda unified masa ga bisa. kesannya kaya CDI BRT yang programmable. pake laptop sbentar beres settingnya.

    • Langkahnya g cuma bajak engineer kok. Contohnya KTM, alih-alih bajak ex-engineer (yg pastinya udah hampir g ad atau lebih mahal), mereka kirim teknisi intern ke Magneti Marelli untuk bisa memahami pola kerja ECU produksi mereka.

      Seperti yg saya bilang, Knowing how to crunch the number tetap penting untuk bisa memperoleh base setting yang tepat. Itu masalah yang dimiliki Yamaha saat ini. Mereka telat mengambil langkah terkait elektronik. Tapi itu bukan satu-satunya masalah. Karena seperti yang dinyatakan oleh Marc, Unified ECUnya Magneti Marelli sekaran bener-bener subpar kl dibandingin sama Customized ECUnya Honda atau Yamaha (Wlpun Yamaha u/ Hardwarenya sendiri menggunakan Magneti Marelli jg). Sehingga saat point itu tidak bisa dioptimalkan, maka bisa memanfaatkan point lain, yaitu mesin, geomtery chassis dan setting lainnya. Kl kondisi ini dihubungkan dengan Yamaha saat ini, problemnya adalah selain minimnya teknisi yang memahami ECU untuk mengatasi masalah power delivery mesin (akibat kesalahan engine design), mereka kesulitan untuk memperbaiki masalah tersebut dengan modifikasi pada geometry dan setting minor lain karena kedua pembalapnya menyampaikan hal yang berbeda dan bertolak belakang. Selain itu, (ini pendapat saya pribadi) ada permasalahan lain yang sebenarnya lebih pada “feeling”. Dl, Burgess diganti Galbusera karena Rossi berpikir setting motor modern semua serba elektronik, tidak lagi mekanis dengan seperti di era Burgess. Sekarang, saat perangkat elektronik dibatasi dan hanya ada satu suplier untuk seluruh tipe mesin, anggapan tersebut berubah 180 derajat. Karena saat ECU tidak bisa dioptimalkan, maka mau tidak mau teknisi harus mengoptimalkan sisi yang lain

    • Nanti di 2020..
      Di 2019 kerja keras isinya. Lorenzo, Morbidelli, Zarco adaptasi. Yamaha & KTM bakal all out riset dng tim factory, satelit/junior, dan tes rider. Yamaha demi gelar ke-10 Rossi di tahun terakhir kontrak (pensiun/persiapan tim VR46?), estafet dari Rossi ke Morbideli. KTM demi nafsu juara Zarco.
      Pas kan momentumnya semua..

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here