Home MotoGP Tantangan Dovi : Marquez 2019 bukanlah Marquez 2015 yang digital banget !

Tantangan Dovi : Marquez 2019 bukanlah Marquez 2015 yang digital banget !

61

TMCBLOG.com – Ada beberapa catatan yang bisa TMCBlog setelah membaca tulisan bernas David Emmet dan Nick Harris di MotoGP.com. Dengan MotoGP 2019 hanya bersisa 7 race dalam 9 pekan ke depan dan fakta bahwa saat ini Marc Marquez memimpin 78 point di depan Andrea Dovizioso dan dengan sisa 175 point yang diperebutkan secara maksimum sampai akhir seri, maka kelompok rivalnya hanya terbagi dua kubu: Kubu yang fokus melawan Marquez sampai akhir musim atau bersiap buat 2020 ?

Yap beberapa pembalap jelas masih punya harapan untuk bisa menjegal gelar juara GP Ke-8 Marc Marquez tahun ini. Andrea Dovizioso adalah salah satu yang handicap pointnya paling kecil di antara rival Marc lainnya. Sekecil-kecinya handicap Dovi, tantangannya adalah rata-rata ia harus menang di semua sisa 7 race ke depan dengan harapan Marc rata rata tidak finish podium di setiap race. Walaupun jelas Never Say Never in MotoGP, namun melihat catatan Marc yang hanya finish 1 (enam kali) , 2 (lima kali) atau DNF sampai seri Silverstone kemarin, kayaknya memang merupakan sebuah handicap yang sangat sulit.

Terlebih lagi sepanjang seri 1 sampai Silverstone ini catatan Dovi tidak sekonsisten Marc. Ketika Dovi juara, Marc ada dekat di bayang-bayang Dovi. Namun ketika Marc meraih juara seri, beberapa kali Dovi berada jauh dari bayang-bayang Marc. Diperparah lagi mentalitas Marquez 2019 yang berbeda dibandingkan Marquez 2015. Marquez 2015 adalah Marquez digital, kalo nggak Nol ya satu, alias kalo nggak menang ya Crash. Marquez 2019 sudah lebih diskrit, ia sudah jauh rasional, lebih mementingkan championship ketika memang sampai di limit tertentu juara seri sulit digapai. Mungkin katanya, setelah Valencia yang diingat orang bukan juara seri, tapi juara dunia 2019 . . setuju ?

Berbagai macam strategi dilancarkan Marc di 2019 dan boleh dibilang strategi yang dilakukannya lebih dari sekedar strategi ‘kaleng kaleng biasa’. Silverstone contohnya, Marc mengatakan bahwa strateginya untuk menang adalah dengan membuat grup kecil di depan. Dan walaupun pada akhirnnya ia ‘dikadalin’ oleh Rins, namun secara penjalanan strategi, Marc boleh dibilang sukses besar walaupun memang harga yang harus ia bayar adalah grip ban belakang yang hancur hancuran di akhir lap dan kehabisan bensin. Marc mengatakan akan lebih sulit jika hadir grup besar di depan.

Oleh karena itu PR besar bagi Dovi jika ingin menebar asa akan titel juara dunia MotoGP 2019 adalah bagaimana membuat grup besar di depan. Entah seperti apa caranya, ngacir duluan saat start dengan memanfaatkan holeshot device lalu berupaya memainkan tempo race pace sehingga pembalap-pembalap lain bisa masuk dalam grup terdepan. Vinales, Rins, Rossi, Quartararo, Crutchlow, Miller, Petrucci adalah beberapa orang yang mungkin bisa ia ‘ gunakan ‘ untuk memuluskan strategi tersebut.

Namun jelas Dovi harus membuat strateginya ini tidak ketahuan Marc . . ada beberapa cara dua diantaranya adalah berdoa, dan kedua adalah berusaha menggunakan kemampuan di track dengan menutup segala celah racing line yang bisa dipakai Marc untuk berada di depan seraya menahan race pace agar rider lain yang tertinggal bisa sedikit ‘menyusul’.

Patut dicatat juga bahwa dalam 7 race terakhir ini pembalap akan menemukan kondisi super hectic antara GP Motegi sampai GP Sepang dimana 3 balapan dilakukan hanya dalam 3 pekan saja. Belum lagi handicap cuaca, kebayang buat pembalap kayak apa rasanya, TMCBlog pernah berada dalam segitiga race GP ini Motegi dan Sepang . . Cuma meliput saja di media center badan sudah kayak mau ‘rontok’, apalagi turun di track yang memiliki 3 karakter cuaca berbeda . . Dingin di Motegi karena masuk musim gugur, berangin dingin di Phillip Island karena memang dekat banget dari wilayah kutub selatan sampai finalnya seperti rasa terpanggang oleh panas dan kelembaban tinggi khas daerah perkebunan kelapa sawit yang katanya ‘ngisep’ air tanah banget di Sepang.

Taufik of BuitenZorg

 

 

 

 

61 COMMENTS

  1. Tantangan Dovi? Marquez akan berusaha outsmart balik.

    MotoGP sekarang udah mulai sekompleks F1 untuk menentukan strategi balap per race

    • Meng-outsmart lawan bukan hal yg sulit buat Markozel. Udah berkali-kali dia buktikan itu. Dia hanya perlu tahu pola/habit/pattern balap lawannya baru kemudian meng-outsmart mereka. Setidaknya sampai di seri Inggris kemarin, tim lain harus terima kasih ama Dovi dan Rins. Gambling Dovi berhasil di Austria, taktik Rins berhasil di Inggris. Sebagai pembalap attacker agresif, kelemahannya ya itu, presisi racing line nya gak sebagus Lorenzo, Dovi, Rins.

      IMO, sejak tren homologasi norak kek sekarang, Faktor pembalap bener2 mengambil peran besar. Teori si Burgess kembali berlaku di sini. 80/20. Lupakan dulu KTM atau Aprilia, mereka belum sejajar di motor dan pembalap.

      • Nah, itu makanya saya bilang kl itu tantangan Dovi. Mereka akan coba mempermainkan satu-sama lain.

        Masalahnya, pembalap lain pasti akan ikut bermain dan pasti Marquez akan memanfaatkan mereka untuk merusak strategi yang sudah disusun Dovi. Seperti misalnya saat di Mugello, ternyata Petrucci ikutan pingin jadi yang pertama, sehingga Marquez langsung memanfaatkan hal tersebut. Begitu juga di seri yang lain, g yakin Rins, Vinales, F1/4 akan bersedia memberi jalan untuk Dovi, simply because their point isn’t relevant anymore -in championship contestation. Karena ini balapan, bukan arisan. Siapapun yang memiliki pace lebih cepat berhak untuk di depan.

  2. Sayangnya Dovi ya cuma bs main yoyo di beberapa sirkuit tertentu doang,yg Desmo dan dia kuat di track itu

    Entah yg masih kurang ridernya atau motornya masih belum sempurna?

    • Kalo ga salah Dovi udah ngotot ke Dicuta kalo yang perlu dibenahi itu kecepatan pada saat cornering. Karena masih kalah ama Hando. Kalo pas straight mah kita juga tau masih menang Dicuta lah ya…

      Tapi yg Dovi dapet apa??
      malah dikasih part aerodinamik (lagi), plus BONUS holysh!t device buat bantu ngacir start wkwkwk

      Dovi kebagian struggle nya doang. Inputannya kagak dianggep.

      Sejauh ini hubungan antara Rider dan Enjiner yg paling (atau seengganya keliatan) harmonis & berkualitas cuma Marc & Ha-eR-Ce doang. Pabrikan dengerin rider ngomong apa, rider juga bisa ngikutin kondisi yang ada. Hasil race cemerlang.

      • Masalahnya, Dovi udah jungkir balik bending GP19 to his will, seperti saat MM93 naik RC213V g -yg sampe harus nekuk sampe 66 derajat? Masalah grit, buat saya Miller tetep lebih baik dibandingkan Dovi. Seperti kata Tardozzi, “he always make the bike turn, even when the bike didn’t want to”. Apa iy kemampuan GP19 saat cornering sejelek itu, atau memang dia yg belum mencapai limit kemampuan GP19 saat cornering.

        Coba bandingkan dengan MM93, gesturnya di semua sesi menunjukkan kl emang dia benar-benar taming his bronco (a bull kl kt Pedrossa) to his will. Sampe Randy Mamola bilang, “It’s not easy become Marquez, because everyone will cheering when he’s losing” karena saat dia kalah lah balapan jadi lebih seru. Saat semua berjalan dengan baik, Balapan jadi membosankan karena dengan mudah dia menjauh dari gerombolan. But when the odds against him, dia masih berusaha untuk memperoleh hasil yang terbaik.

  3. Tenang,walaupun di translate pasti ada kata yg nggak bs dimengerti,kalo bukan orang +62
    What is kaleng-kaleng?
    What is dikadalin?
    What is PR?
    What is ngisep?

    Modyar Kowe ?????

    • Kalau kayak gitu kan tinggal minta ponakan e buat nerjemahin…kayak soal bahasa indonesia melengkapi titik2 dalam paragraf. Gak susah, gak susah.

  4. Hanya Lorenzo, rossi yg benar2 buat tantangan marc secara skill, mental, strategi dan konsistensi, handycap lorenzo :
    – sudah masuk level gengsi gede2an gaji dan pendapatan sama selevel klas jurdun ( marc & rossi )
    – motor kompetitif dan kemungkinan besar cocok, gaji dan pendapatan jauhh dr marc ( suzuki factory, yamaha satelite )
    – pamor makin lama makin turun d rundung cedera d honda , bertahan demi pendapatan besar
    Ujung2 nya top karir tanpa pendapatan besar adalah hampa ( mbah rossi sudah sukses disini )

    • IMO, di musim 2021 pun bisa jadi JL99 masih berkutat dengan adaptasi. Yg benar-benar bisa menjadi lawan MM93 di championship, kemungkinan masih Dovi, Rins (kl Suzuki masih konsisten di jalan yang benar), MV, dan F1/4

      • Rins punya request untuk musim depan kasih tambahan top speed dan stabilitas rem (which is adalah karakter dasar dari mesin V). Bukannya pesimis, tapi setiap modifikasi u/ peningkatan di sisi tertentu pasti dibarengi perubahan aspek di sisi yg selama ini sudah bagus. Kalo Rins bisa memahami perubahan itu dijamin tokcer bisa berjibaku ama Marc. Top speed Suzuki membaik, namun tetap tidak kehilangan kehandalannya di cornering. Semoga!

        • Top speed Suzuki gak ada masalah. Itu Joan Mir pernah catetin highest top speed waktu race day. Yang jadi PR besarnya Suzuki hanya masalah akselerasi. Di Sirkuit Le Mans keliatan banget kalau akselerasinya malah kalah drpd KTM. Serius, akselerasi Sijuki payah banget sampai di seri Austria kemarin gw liat keteteran buat nge gas setelah tikungan keempat.

        • Akur, RIns harusnya bisa memperoleh hasil jauh lebih baik. Bahkan MM93 sendiri di awal musim juga menganggap Rins sebagai lawan serius di kejuaran selain Dovi. Riding stylenya yg smooth (So smooth it is crazy – Oxley), ditunjang dengan GSX-RR yg memiliki sasis yang sempurna ditunjang speed yang cukup (Suzuki in the turning is better than all the bikes – Dovi) harusnya Rins bisa memperoleh hasil yang lebih baik. Masalahnya, dia harus bisa konsisten dan cepat di sesi Jum’at dan Sabtu, karena di era motogp saat ini, race sudah dimulai dr hari Jum’at.

          Percuma biarpun dia cepat, tp kl harus start dr mid-pack. Dia harus building pace dan fight, sebelum akhirnya bisa bertarung dengan barisan depan. Dan akhirnya malah memperbesar resiko untu berbuat kesalahan karena pressure sudah muncul dari awal lap.

          Masalah akselerasi, g harus ditingkatkan juga, toh dengan rolling speed di mid corner, rider Suzuki bisa berakselerasi lebih cepat dari motor lainnya, sehingga bisa menutupi defisit kececpatan dan akselerasi di straight. IMO, Sepertinya yang lebih utama untuk diperbaiki di sektor brakingnya.

  5. Strategi kayak gitu bisa diaplikasikan di sirkuit yg memang dukati unggul kang … Kalau disirkuit hondu ato inline 4 ya bisa bisa dovi keteteran dibarisan tengah kang .. tolesot g akan membantu lebih kang .. ande aja waktu start dovi dikandang inline4 bisa nyodok dibarisan depan dan gap nya 4 detik an didepan, tp setelah itu per lap nya dipangkas 0.5 detik aja kalau 20 lap udah 10 detik , berrti -6 detik .. auto dibarisan tengah si dovi .. heheh .. maap analisa ngawur kang

  6. kalo lawan dovi cuma marc jelas dy bisa bikin strategi begitu. kalo sekarang c riskan, apalagi kalo karakter sirkuit nya bukan sirkuit duceti. bisa di kepret sizuka atau yamama mungkin blm lagi di sirkuit lawan jarum jam. assen 2018 persaan pernah deh group besar saling overtake sampai akhir lap. dan kaya nya marc ga segitu keteteran (banyak faktor). apa pengaruh motor 2018 ? cmiiw

  7. klau d perhatikan sih, klau bentukny dog fight(figth antar 3 pmblap atau lebih) marc cenderung lebih unggul, assen 2018, philip island 2015 contohny

    • Tp beberapa kali kalah juga
      Mugello 2019 atw Brno 2018
      Masalahnya bukan menang atw kalah
      Tp marc cukup konsisten hadir di podium
      Sedangkan dovi belum konsisten
      Baik ngacir, duel maupun battle royal

  8. kalo pekan ini di misano dovi dibelakang marc, mendingan udah deh gak usah mikirin lagi jurdun 2019. fokus 2020 dengan jalanin seri2 terakhir sebaik mungkin. IMO

  9. 1 lagi … bisakah petrux berusaha sperti lorenzo 2018 bermain dgn MM- jadi dovi bisa podium terus di sisa musim ini … hmmmm sulit kali yaa …. kalo bisa seru nih

  10. Halah Dovi.. Ngelawan rekan setim yakni Jolor aja udh panik.. Sampe2 ngetrik spy Lorenzo ga betah di Ducati. Dovi bs “kenceng” di thn2 sblmnya kan krn “terpacu” Lorenzo. Itu kata peninggi Ducati jg. Liat aja skrg ketika pny rekan setim yg levelnya di bwh Jolor. Poin nya Dovi jauh banget. Markes terbang sendirian 😀

    Seperti yg dipikirkan Gigi Dallagna. Seandainya Jolor msh di Ducati di thn ketiga n keempat, mgkn persaingan jurdu msh cukup seru. Walau blm tentu jg bs menyaingi Marc. Saya pikir sampe kpn pun Dovi tak akan bs menang lawan Marc krn wkt di Repsol Honda pun Dovi tdk semoncer Stoner. Levelnya msh di bwh Markes.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version