TMCBLOG.com –  Nggak setiap tahun, New Comer hadir memberikan ancaman dan gebrakan tepat di tahun pertama debut mereka. Nama-nama yang biasanya berhasil melakukan hal tersebut biasannya akan mulus dan melegenda di tahun tahun berikutnya. Sebut saja Valentino Rossi dan Marc Marquez dimana keduanya seakan mempertontonkan talenta mereka yang exceptional kepada publik hampir di setiap tahun pertama debut mereka di kelas baru. Entah itu dikelas capung GP125/ Moto3 maupun ketika tampil di kelas raja GP500/ MotoGP. Pedro Acosta mungkin akan jadi buah bibir ke depan, namun untuk di kelas MotoGP pada dua seri awal nama Jorge Martin memang menggema.

Setelah penampilan gilanya selepas start di seri Qatar GP yang nyodok hampir 10 grid, Martin tak berhenti. Ia torehkan Pole Position di seri kedua Doha GP dan mengakhiri balapan di posisi podium ke tiga. P3 itupun menurutnya ada andil dimana ada perasaan bahwa Ia harus mendukung Johann Zarco yang menurutnya memiliki beban lebih dari team yakni mengejar titel juara dunia. Namun kisah meroketnya nama Jorge Martin yang seakan menjadi bukti kualitas dari talent scout Ducati yang bukan kaleng-kaleng harus terhenti di FP3 seri ke tiga dimana ia mengalami crash dan menyebabkan multi-fraktur yang berakhir di meja operasi dan membuatnya harus merelakan alokasi mesin Desmosedici GP21-nya dipakai Ooeh pembalap lain pada dua seri lanjutan di Jerez dan Le mans.

Kisah kedua dari hal epik di Portimao 2021 tentunya adalah apa yang banyak dikatakan sebagai sinyalemen Quartararo 2.0 . . Awalnya kami mau mengatakan ini juga aebagai Yamaha 2.0, tapi karena Yamaha itu M1 nggak pernah M2 dan masih belum dibuktikannya prestasi Yamaha oleh Vinales dan Rossi sebagai pembesut motor factory, mungkin memang lebih nyaman membahas sinyalemen Quartararo 2.0 yang dipisahkan dulu sementara dengan pembahasan Yamaha 2.0.

Perubahan Fabio Quartararo selama 3 seri awal memang ada hubungannya dengan motor Yamaha M1. YZR-M1 tahun ini yang tentunya memperoleh update signifikan pada sasis yang menghasilkan feel berkendara mendekati M1 2019 adalah satu hal yang paling berubah. Kalau ingin motor 2019, kenapa nggak ke tiga pembalap Yamaha balik saja pakai motor Yamaha M1 spec A di 2021 ini seperti yang dipakai oleh Morbidelli? Bukannya itu Mudah? Nggak perlu riset susah susah? Jawabannya adalah karena bukan itu yang dituju oleh Yamaha.

Dari apa yang diperlihatkan Quartararo di dua seri Qatar dan Portimao, membuat TMCBlog berfikir bahwa mungkin ada benarnya bahwa mesin 2020 (karena mesin 2021 pada dasarnya plek ketiplek dengan mesin 2020) adalah mesin yang secara umum memang disiapkan Yamaha lebih baik daripada mesin 2019. Walaupun terlihat mirip, sudah banyak orang bilang bahwa mesin 2020/2021 dan 2019 M1 itu sangat berbeda. Adalah tidak mungkin membenamkan mesin 2020/2021 pada sasis 2019, itu adalah salah satu sinyalnya. Namun yang paling mungkin adalah M1 2020/2021 itu di buat lebih bertenaga dari M1 2019.

Selain itu perubahan memang terlihat hadir pada diri Fabio Quartararo. Secara umum TMCBlog melihat memang dia adalah pembalap yang paling siap menang di Portimao semenjak sesi hari Jumat. Kepercayaan diri ditambah dukungan team yang tentunya kali ini sudah lebih solid karena Fabio tentunya dikelilingi oleh lebih banyak engineer Yamaha Factory yang mungkin sudah diplot satu satu secara dedicated memikirkan setiap detail improvement M1-nya. Selain perubahan paradigma setup mapping elektronik yang telah kita bahas sebelumnya, pamungkasnya ia melakukan sebuah “visi kemenangan” yang sangat baik. Secara umum race day Portimao 2021 berlangsung dengan suhu trek yang 13ºC lebih panas dari race day Portimao 2020.

Selain itu ada kedewasaan yang hadir pada diri Fabio Quartararo saat ini. Jika kita mau sedikit flashback selama tahun 2020 Quartararo sering banget menyalahkan sepeda motornya dan masalah-masalah eksternal terhadap permasalahannya yang kerap timbul, tetapi akhir pekan lalu dia mengakui bahwa dialah masalahnya yang sebenarnya, bukan motornya. “Sekarang saya secara mental lebih kuat dan mengeluh lebih sedikit. Ini membantu, karena saya lebih memikirkan tentang gaya berkendara saya dari pada sepeda. motor”

Michelin sebenarnya sudah kasih sinyal bahwa mereka mempersiapkan ban yang lebih hard dari ban kompon hard Portimao 2020 untuk mengatasi potensi problem durabilitas grip. Fabio melihat sinyal ini dan Ia tahu Michelin siapkan ban hard hukan tanpa sebab apalagi buat nge-prank doang. Sementara pembalap lain terpaku pada data tahun lalu, Fabio memberanikan diri memulai melakukan riset ban hard-rear. Di FP4 Fabio menorehkan pace yang sama-sama kencang 1:40 – 1:39 baik diatas ban medium maupun hard yang akhirnya terakhir ia pilih hard dan menjadi referensi utama beberapa pembalap lain khususnya para pembalap Yamaha.

Epik ketiga di Portimao adalah kembalinya sang ‘Semut Merah’ Marc Marquez ke trek. Cal Crutchlow sering menjulukinya “kucing hitam” pada sang peraih gelar juara dunia 8 kali ini karena ia hampir selalu bisa lolos dari kejadian yang buat sebagian besar pembalap jika terjadi pada mereka akan membuat akhir cerita di posisi gravel trap maupun air fence, namun Marc seperti terus menerus membuktikan teorema anti-fisikanya dengan bantuan posisi tubuh, reaksi spontan, lutut maupun sikutnya. Kucing selalu berada pada posisi sempurna bertumpu di keempat kakinya ketika apapun bentuk jatuhnya. Yaaa mungkin bukan hanya kucing, semut merah pun mungkin begitu.

Namun bagaimana penampilannya setelah 265 hari absen? Ketika melihat dirinya seperti tidak terlalu bersusah payah sampai pada posisi P3 pada sesi hari Jumat hampir semua orang berfikir bahwa Marc sudah 100%, yang kemarin-0kemarin adalah sebuah prank, yang kemarin kemarin tak lebih adalah strategi sandbagging ala pembalap asal Cervera ini. Namun . .

Marc membuktikan sekali lagi bahwa ia bukan alien, dia manusia biasa dengan talenta exceptional yang selama ini butuh ditempa oleh banyak latihan fisik dan latihan kepekaan/respon tingkat tinggi. Marc juga membuktikan bahwa MotoGP tidak bisa dibawa main-main, butuh kekuatan fisik yang sangat prima untuk hanya bisa survive di debut race weekend bagi seorang yang sudah lama tidak menyentuh motor, terutama jika dimasa absennya ia bergelut dengan pemulihan cedera. Semenjak hari Sabtu pun sebenarnya sudah ketahuan bahwa ada koridor batasan fisik pada diri Marc Marquez, salah satunya adalah keputusannya untuk menunggu sampai setengah sesi Q2 untuk memulai time attack. Marc tidak bisa terlalu memberikan beban pada otot Humerus lengan kanannya.

Posisi start ke 6 pun diperoleh Marc dengan strategi kualifikasi khusus yang sangat efektif. Dan akhirnya 25 lap pun berhasil ia selesaikan dengan posisi finish di P7 yang tentunya juga menyelamatkan 9 point yang bisa jadi sangat penting di akhir musim nanti. Pada Sabtu setelah kualifikasi Marc sempat mengatakan bahwa ada kemungkinan ototnya belum terllau kuat dibawa balapan selama 25 lap penuh, dan walaupun hal itu bisa ia tahan, sangat logis jika diperkirakan sudah tak terhitung berapa kali itu teriakan dan krenyitan gigi bertemu ketika menahan sakit di dalam helm Shoei terjadi ketika kontur dan perubahan elevasi dari sirkuit Algarve menyiksa Marc tanpa ampun.

Akhirnya finish posisi 7, masuk pit box dan sekuat-kuatnya ‘The Joker’ dalam menyembunyikan perasaan naturalnya selama 7 musim ke belakang, namun akhirnya pecah juga ledakan emosional Marc dan sangat jelas terekam oleh kamera Dorna. Yes akhirnya sang baby Alien terlihat menitikkan air mata emosi yang seakan mencoba meluapkan semua rasa penyiksaan mental selama 25 lap menghadapi limitasi ini. Pasti sangat kesal berkecamuk dimana dalam diri ini punya visi lebih kencang terutama saat melakukan hard braking di tikungan ke kanan namun apa daya kekuatan otot lengan kanan membatasi apa yang selama ini bisa ia lakukan. Sebuah tanda yang jelas betapa sulitnya absen panjang selama 265 hari ini sebenarnya dan betapa dia sangat mencintai balap. Selain itu juga merupakan tanda bahwa betapa selama ketidak-hadirannya, lawan-lawan mudanya semakin cepat – dan yang lebih penting, lebih tinggi dalam dalam hal kepercayaan diri.

Sub epik pamungkas kami pada chapter Portimao adalah Pecco Bagnaia. Yang terlihat pasti adalah Ia menunjukkan diferensiasinya dibandingkan dengan Maverick Vinales. Kita bandingkan keduanya karena keduanya sama-sama tercerabut laptime terbaik mereka oleh regulasi baik itu akibat berkibarnya bendera kuning maupun track limit saat kualifikasi. Namun ketika Maverick terlihat ‘dizzy’ akan crowd pembalap saat start menuju tikungan satu, Bagnaia terus sedikit demi sedikit melakukan koreksi posisi sehingga akhirnya ia yang start dari posisi 11 bisa finish podium 2 di akhir balapan. Ada thesis yang mengatakan apabila laptime Pecco saat Qualifikasi tidak ‘dirampok’ oleh bendera kuning akibat crashnya Oliveira, akankah Pecco bisa menguasai balapan dan menjuarai GP Portimao karena ia pastinya akan start balapan dari row terdepan? Waaah bani andai-andai dateng lagi . . Namun dari pada kepo mari kita lihat datanya.

Hmmm, jawabannya adalah.. Sepertinya tidak, walaupun mungkin terlihat mirip, namun race pace Pecco tidak jauh lebih baik dari Quartararo, sementara di beberapa spot terutama ketika Pecco belum mendekat, pace Quartararo terlihat lebih stabil. Sejujurnya kami sangat kepo ingin mantengin apakah benar seperti perkataan Fabio kepada kami bahwa M1 sudah sangat berubah tahun 2021 ini, ia akan menjadi monster yang stabil performa bagusnya di sirkuit sirkuit lain. Siapa yang butuh fiksi jika realitas saja bisa bikin kita emosional dan membawa haru biru. Yap itulah kira-kira MotoGP 2021 sampai seri Portimao yang lalu. Aahh kelupaan sama Joan Mir. . Next time kita sambung lagi deh yaa. .

Taufik of BuitenZorg | @tmcblog

47 COMMENTS

  1. Ga tau jagu kalo dari eksel samai andai2 kalo pol position mungkin jalur Bagnaiya lebih bersih. Tapi pokok intinya yg menang ya menang.

  2. Makin banyak sus yg jadi perampok ya,wkwkwk
    ~~
    Yg paling mengecewakan ane rasa penampilan miller yak,bener kata paduka”lebih baik kau fokus dgn balapanmu sendiri,bukan orang lain” bukan kayak malah sibuk bales senggolan dgn mir lah,jadi ojol lah,ada aja ?

  3. Buat taro, akhirnya merubah gaya balap daripada menyalahkan bike. (Ini juga sebaiknya dilakukan pembalap lain)

    Tahun ini harus juara biar bisa naik gaji (gaji tahun lalu dah dipotong supaya bisa masuk ke tim factory).

    MM gak usah ngoyo ketimbang ndlosor.

    • Mirip pepatah stoner..ksh gw motor kenceng sisanya biar skill gw yg bekerja..kasian jg engginer motogp dibalik layar perlu diceritakan wak..gmn mereka bekerja sampe tgh malam,dan nanggepi permintaan rider blm dimarahin dgn tekanan tensi tinggi..kali2 boleh wak dibahas

      • Engineer ga keliput media. Kalopun diwawancarai banyak off the record. Soalnya kerja dibelakang layar.

        Yang bisa bikin ginian ya wartawan senior yg ikut muter sirkus MotoGP.

        Kalo Wak haji/Nugie keliling dunia, kita bakal ketinggalan berita non MotoGP.

        Dan ga ada satupun wartawan senior di MotoGP yg gw tau ikut bikin blog roda dua dengan update segala perkembangannya.

        Kalo MotoGP ya seputar itu doang. Paling WSBK dkk. Ga mungkin ikutan test ride Beat generasi ke 13 misalnya…

  4. Dan tahun ini penentuan jack layak dipertahankan atau tidak… saya rasa ada hubungannnya sama tekanan mental yg dia rasakan saat ini.. ducati sendiri sama tau lah difactory itu target harus “MENANG”
    seperti yg dibilang petruci waktu dia masih difactory ducati “sebagus apapun penampilan anda kalau tidak menang tidak akan diapresiasi oleh tim”

    • Mereka ini tipe pabrikan yg ngak sabaran soal performa rider,contohnya aja jl99 yg notabene juara 5kali main depak aja ducati,dimoto2 udah ada talent²yg menjanjikan seperti R.fernandez,R.gardner,M.bezzechi mereka berpeluang besar naik kelas tertinggi jika hasil balap mereka bagus sampai akhir musim ini..

  5. kondisi tubuh yg tidak 100% bugar + motor yg terkenal paling liar se grid = p7 dan menjadi Honda terbaik di race Portimao. Emg bukan kaleng2 gelar 7 musim nya, bukan juara krn bantuan robot, bukan juga krn ban goib

    buat Fabio, ku tunggu sampai pertengahan musim, kalo konsisten saja masuk podium maka gelar Jurdun yg selama ini didambakan Yamaha akan segera didapatkan,, tentu tanpa memandang rendah pesaing2nya yg lain seperti Mir dan Marc,

    • Gampang sih kalo mau tahu,Kita bandingkan saja statistik crash dr awal musim siapa yg paling banyak sampai saat ini ,berarti itu motor yg sulit buat dijinakkan

  6. sayangnya Zarco jatuh di seri kemaren, kalo dia bisa melewati finish line mungkin namanya bakal disebut di artikel wak haji yg ini,,,

  7. Rossi kelupaan wak… rossi akan bangkit dengan team VR46nya sendiri di motoGP. Pembalap balong tuwo yang mencintai balapan walaupun ketajaman analisa sudah berkurang… Akankah team VR46 akan sekompetitif seperti moto2

  8. bisa jadi saat pecco start di posisi 1 dan taro di posisi 2, maka pergerakan taro dan m1-nya belum tentu bisa bebas mulus di speed corner karena bakal ke blok sama pecco dan desmo sehingga grafik pace race-nya belum tentu semulus yang dijabarkan di atas wak (mencoba jadi bani andai2,ckckck)

    Semoga next race akan tersaji duel 4 pembalap muda dalam perebutan P1 antara taro, pecco, mir dan martin. sepertinya mereka ber4 bakal jadi the next fantastic4.

  9. yg jelas Ducati di 2021 ini buat FP dan kualifikasi cukup mengerikan.. jadi bukan hanya M1, Desmo jg berevolusi jadi motor yg lebih baik tahun ini.. yg kurang cuma faktor luck, contoh lap time Pecco yg dibatalkan, Zarco yg crash kemaren, Jorge Martin yg kudu absen 2 seri, dan Miller yg masih angin2an..

  10. “Siapa yang butuh fiksi jika realitas saja bisa bikin kita emosional dan membawa haru biru”

    Siapa yg butuh legenda yg hanya sunmori menyalurkan hobi, jika pembalap muda penuh talenta bisa menyuguhkan atraksi.

    • Ezpeleta merasa masih butuh,untuk fans nya yg masih kolot bahwa no r**** no party tetep nempel didepan tv,padahal banyak juga fansnya yg waras yg tetep menikmati suguhan race walaupun idolanya makin jarang kesorot kamera

  11. saya merasa dejavu dengan kalimat “m1 akan cocok dengan semua track”, karena rasanya dulu ada kalimat “bagi saya tidak ada yang namanya sirkuit honda, yamaha atau ducati”

    • Yup Dejavu 2019, saat feelingnya bagus dan emang well performed. Sekarang didukung paket baru dan mentalitas baru
      Semoga aja konsisten

  12. saya juga baru sadar sesuatu, kenapa cuma morbi yang pakai mesin tahun 2019, sedangkan semua pbalap yang lain yang 21 orang itu sudah pakai mesin 2020 ?

  13. setidaknya, si taro tidak seburuk musim lalu.. melihat responnya di pra musim 2020 saat itu mskipun sepakat bhwa mesin ymha lbh baik dr 2019 tp si taro mrasa tidak nyaman dgn ksluruhan paket.. sedangkan d pra musim 2021 si taro mrasa lbh baik dgn paket motornya shg dia blng di paket 2021 dia lbh bs merasakan feeling dr front end motor, sprti dia bs merasakan front end motor 2019, sesuatu yg dia blng hilang dr motor 2020…

  14. Artikel yg sangat bagus. Serasa baca artikel2 impor.

    Anw, jika yg dimaksud “haru biru” adalah “haru” itu kurang sesuai, Wa. Karena “haru biru” maknanya “huru hara/kericuhan/dsb”.
    Sedikit koreksi.

Leave a Reply to Irvan Riki Cancel reply

Please enter your comment!
Please enter your name here