TMCBLOG.com – Perkembangan Alat perubah bentuk ketinggian Motor atau Ride-height Devices/ Shape shifter telah berkembang sebegitu jauh jika dibandingkan di awal ketika Ducati memperkenalkan Holeshot Devices beberapa Tahun yang lalu. Dari hanya alat bantu Start Yang hanya digunakan sekali saja menjadi Alat bantu yang bisa digunakan berkali kali dan dimanfaatkan saat berakselerasi di banyak tempat lain seperti Saat keluar tikungan. Dan di 2021 ini hadir perkembangannya yang dinamakan Automatic Ride height Devices, berikut penjelasan mengenai hal ini sob . .

Satu hal dengan perangkat ride-height Devices versi versi awal adalah ketika  pembalap pertama kali mulai menggunakannya, mereka menyadari bahwa sistem ini akan membuat Bagian Buritan dari Motor ambles terlalu cepat. Penurunan yang cepat dari bagian belakang sepeda motor akan mengganggu Keseimbangan keseluruhan sepeda Motor, menyebabkan suspensi seakan ‘terpental’ dan terbukti malah tetap bisa menyebabkan hadirnya wheelie.

Untuk menyiasatinya, tim mengembangkan perangkat ride-height Devices yang bekerja jauh lebih ‘lambat’ daripada sebelumnya. Tetapi bahkan dengan perkembangan ini, mereka masih menemukan bahwa mereka kadang-kadang dapat bikin Motor ‘nervous’ dan banyak kejadian dimana Para pembalap kurang tepat dalam menentukan momen pengaktifan dari perangkat ini

Nah di 2021 ini Kita bisa melihat evolusi dari Perangkat ini menjadi Lebih Otomatis seperti yang saat ini kita lihat sekarang dengan Ducati dan Aprilia. Otomatisnya sistem ini  menjadikannya Proses Amblesnya bagian Buritan motor Bisa diusahakan persis sesuai dengan Momen akselerasi yang diinginan dan dapat lebih efektif dalam meminimalisasi wheelie.

Ducati dan Aprilia disinyalir telah berhasil mengembangkan sistem Ride-Height Devices yang secara umum telah menghilangkan tanggung jawab Langsung Pembalap untuk secara fisik mengaktifkan ride-height Devices. . . . Pembalap hanya menentikan persiapan awal, lalu Biar Motor – dalam hal ini sensor – yang menentukan kapan momen diambleskannya buritan motor.

tmcblog memperkirakan Sensor yang mendeteksi kapan tepatnya Sistem Ride-height Devices meng-ambles-kan Bagian Buritan dari Motor ada di Suspensi depan. tmcblog memperkirakan sensor ini semacam Stroke Sensor namun memberikan Info mekanis, Bukan elektrik. Data dari stroke sensor ini bisa saja diamplifikasi dan ‘diterjemahkan’ dengan cara mekanis pula salah satuya adalah dengan sistem Hidrolik

Jadi Ketika Garpu suspensi depan memanjang sepenuhnya yang mengartikan Motor bersiap untuk keluar dari tikungan dan melakukan akselerasi , data mekanis dari stroke sensor ini akan memicu ( harus secara mekanis) katup/valve di sistem Hidrolik RHD dan akan menyebabkan perangkat ketinggian pengendaraan aktif untuk meng’ambleskan’ Bagian Buritan dari Motor.

NAMUN, jika itu Ride-Height Devices diaktifkan setiap kali suspensi depan memanjang penuh maka hal tersebut jelas akan menjadi masalah besar. Nggak semua momen ketika suspensi mengembang harus direspon dengan amblesnya Bagian buritan dari Motor. Jadi, mereka memiliki semacam sistem fail-safe berbentuk tombol di sisi Kiri atau kanan Handlebar ( tergantung preferensi pembalap ).

Sederhananya, Jika Tombol fail-safe ini diaktifkan maka Pada Momen akselerasi berikutnya Sistem Ride-Heght Device akan ‘engage’ . Kalau tombol ini tidak ditekan maka walaupun suspensi depan memanjang maksimum maka sistem Ride Height Device tidak akan aktif pada momen akselerasi berikutnya.

Dengan sistem ini Pembalap tidak akan terbebani oleh Perkiraan kapan momen akurat dan paling efektif dimana sistem ini harus di aktifkan. Pembalap hanya melakukan pengaktifan awal ( stanby) sementara Data dari suspensi depanlah yang akan menentukan dengan lebih tepat dan akurat kapan Sistem ini bisa diaktifkan. Cerdas sih !!

Taufik of BuitenZorg | @tmcblog

31 COMMENTS

  1. Kalau dibuat momen ambles berdasarkan ikut putaran gas (kabel baja atau sejenisnya ikut berputar bersama handel gas,kalau gas penuh tali baja ikut berputar menarik shok belakang, kalau gas turun,shok kembali ke ketinggian m
    Semula) kan bisa lebih sederhana.

    • Bentar lagi active winglet,biar ducati jurdun..
      kasian kan udah totalitas bikin winglet,bikin holeshoot,ECU MM juga salah satu yg paling awal pake eh gak jurdun jurdun wkwkwkw….

  2. dan semuanya masih mekanis, bukan elektronis.. insinyur emang banyak akalnya.. btw kalo gak salah dulu Markewez gak terlalu suka barang beginian, tp karena tuntutan persaingan ya mau gak mau kudu beradaptasi..

  3. Masih belum jelas di imajinasi kalo mekanis, kalo elektronik akan lebih mudah dan murah. Heran sebenarnya tujuannya apa penyeragaman elektronik, kalo diaplikasikan untuk dijual yakin 100% mekanis lebih mahal daripada elektronik untuk alat ini

  4. 2022 mau bikin inovasi apa lagi mr.ducita? Motor udah full winglet kayak gitu. Jangan-jangan pebalapnya yang dikasih winglet heheheh

  5. apa Dorna dan Semar tidak memikirkan bentuk motor yang lebih futuristik seperti F1 yang udah diperkenalkan “rupa”nya ?
    motor begitu begitu aja karena terkendala syarat dimensi. saat ini bahkan untuk buritan motor jadi ga indah seperti duc yang ngotak ngotak begituh

  6. Disini jelas bahwa cuma orang cerdas saja yg bisa pakai motor motogp,disaat balapan banyak sekali tombol yg harus dipilih,belum lagi mikir mau nyalip,menghafal tikungan,membaca board.hemmm

  7. Yg saya penasaran adlh bkalan gimna start ny marc marquez dgn ducati desmo gp21 yg full pket termasuk ride heigth devies ini?? Tanpa ini aja start ny sllu bagus

  8. Ducati yang mengembangkan tim lain yang Follow + Jurdun, Jepun nih diem diem pinter mensiasati ya, pantesan jepun lawan All Euro + All Amrik produk jepun masih berani jabanin.

  9. Duca yg sibuk inovasi Factory Jepun yg bergiliran Jurdun. 2020 S, 2021 Y, 2022 H, 2023 S, 2024 Y, 2025 H, Repeat to S,Y,H, Duca jd penonton yg inovatif.

  10. Artikelnya keren, berat..

    Untuk memahami cara kerjanya sampe baca berulang kali.

    Mantap wak haji the best artikel dah..

Leave a Reply to Si Akang Cancel reply

Please enter your comment!
Please enter your name here