TMCBLOG.com – Walaupun belum menang lagi, secara umum performa juara dunia 2021 MotoGP Fabio Quartararo di atas Yamaha M1 pada empat balapan pembuka MotoGP tetap bisa dibilang exceptional. Biar bagaimana pun dan biar apapun handicap yang menerpanya, Quartararo tetap bisa selalu hadir membela Yamaha dan menjadi Yamaha tercepat di mayoritas sesi di mana pembalap Yamaha lainnya melempem. Bahkan update terakhir, di kondisi mix Portimao, Quartararo [lagi-lagi] jadi satu-satunya penyelamat muka Yamaha di sesi Q2. Kenapa ini bisa terjadi? Apakah Yamaha M1 sekarang Fabio-centris? Apa sebenarnya yang kurang dari kombinasi Quartararo dan Yamaha M1 sehingga belum bisa maksimal meraih kemenangan di sepanjang 4 laga pembuka 2022 sebelum ini? Salah satu yang mencoba menjelaskannya adalah Andrea Dovizioso.

Kepada media dalam offline debrief seperti yang ditulis jurnalis David Emmet, Andrea Dovizioso mengatakan apa penyebab Yamaha M1 belum bisa memaksimalkan hasil di 2022 sepanjang 4 balapan awal. Menurut Andrea Dovizioso penyebab permasalahan Yamaha saat ini adalah karena grip ban yang kurang atau bahkan hilang, terutama di tepi ban belakang pada fase akselerasi keluar tikungan, tepat setelah sentuhan pertama throttle setelah apex “Masalah terbesar adalah grip di tepi ban . . .”

Jadi begini, kebanyakan pembalap Yamaha -selain Quartararo tentunya- saat dalam posisi mau keluar tikungan, ketika gas dibetot untuk akselerasi dimana grip ban bergantung pada grip sisi tepinya, maka sisi samping dari ban ini umumnya akan mengalami slide dan ketiga pembalap Yamaha lain termasuk dirinya kesulitan untuk memanage agar slide tersebut itu tidak terjadi. Karena kalau slide ini sudah sempat terjadi, maka mereka tidak akan tahu sampai kapan momen motor akan membali memperoleh grip terbaiknya yakni di daerah bagian tengah dari ban.

Menurut Dovi, satu-satunya cara untuk menghindari slide pada area end grip ini adalah mengunakan throttle gas sehalus mungkin dan di sinilah yang menurut pembalap Italia ini yang menyebabkan betapa spesialnya Quartararo. “Dengan Yamaha, Anda harus sangat halus karena grip [di sisi samping ban] sangat rendah. Anda bisa cepat, tetapi Anda harus sangat halus, karena kita bisa kehilangan grip dengan sangat cepat. Jadi ketika ini terjadi, Anda tidak akan mendapatkan feeling yang bagus.”

Ketika diceritakan ke Fabio, pembalap Prancis ini jelas-jelas tak sependapat dengan Dovi. Menurut Fabio begitu belum maksimalnya Yamaha bukan karena rear grip yang buruk, melainkan karena kurangnya top end power. Quartararo mengatakan dengan jelas bahwa top-end power adalah koentji!!

“Jelas karena [top-end] power dan jika Anda bertanya kepada saya 20 kali, saya akan [tetap] menjawabnya [seperti itu].” katanya sambil menunjuk hasil balapan terakhir di Circuit of The Americas. “Di Austin jelas kami kehilangan setengah detik. Antara dua straight, itu [kalah] setengah detik. Jika bisa menghilangkan [gap] setengah detik itu, kami akan dapat berjuang untuk kemenangan begitu juga di Argentina.”

Walah kalau sudah begini gimana dong? Kata Dovizioso ia cukup maklum melihat Fabio Quartararo selalu fokus request ke Yamaha Jepang mengenai tambahan top-end power/ tenaga di mesin Yamaha M1. Hal ini selalu digaungkan oleh Fabio menurut Dovi adalah adalah salah satunya karena kurangnya pengalaman Fabio Quartararo dengan motor lain.

“Fabio saat ini adalah satu-satunya pembalap yang mampu cepat bersama Yamaha tanpa grip di bagian belakang. Ini menurut saya karena gaya berkendaranya, dan itu juga dikarenakan dia tidak pernah mencoba motor yang berbeda. Dia terbiasa menggunakan potensi motornya, karena motornya punya potensi besar saat masuk [tikungan], berbelok, dan di tengah tikungan.

Hal ini juga dikarenakan karena front-end motornya (M1) sangat bagus. Jadi hal tersebut adalah normal, karena jika saja Anda (Yamaha) memberinya sedikit tambahan tenaga, dia bisa sedikit lebih cepat di lintasan lurus, karena di tikungan dia sudah sangat cepat.”

“Cara berkendara Quartararo menurut saya, agak unik,” kata Dovizioso. “Saya banyak request mengenai grip roda, karena menurut saya, 90% dari pembalap Yamaha membutuhkan lebih banyak grip roda, dan ini adalah limit terbesar kami. Saya terutama bisa mengatakan itu karena saya datang dari motor yang berbeda, dan dalam dua tahun terakhir, saya mengendarai dua motor yang berbeda. Itu sebabnya saya request hal itu (grip roda).

Jadi Fabio tidak mengatakan hal yang salah, hanya saja dia tidak tahu tentang (masalah) grip, karena dia belum mencoba [motor lain]. Tapi ini normal, jika saya jadi dia, saya juga ingin lebih banyak tambahan tenaga mesin, itu normal, karena dia bisa sedikit lebih cepat dengan tenaga mesin yang lebih besar.” Menarik nih, kalau menurutmu kenapa sob?

Taufik of BuitenZorg | @tmcblog

 

 

65 COMMENTS

    • pindah ke honda? dengan privilegenya Marc dan jadi pembalap ke2? mengingat dia adalah juara, saya ngga bener2 yakin Fabio mau pindah ke Honda saat ini.
      Ducati? mana mau mereka bayar pembalap mahal (lagi).
      Yang dilakukan Fabio dan Manajernya saat ini adalah menuntut kenaikan Power dan nilai kontrak dari Yamaha.

  1. Ini mirip tahun dimana M1 sangat imperior di trek lurus, dimana sangat mudah di salip di trak lurus, sehingga VR46 saat itu sering hanya dapat piala kayu (baca: posisi ke4). Tahun berikutnya di tambah top end power, tapi balik lagi ujung-ujungnya yang di cari para pembalap yamaha adalah ballance khususnya di tikungan.

  2. Masalah klasik Yamaha.. Apa yg dibilang Dovi sama seperti yang dibilang Rossi waktu masih balap..

    Skill Fabio bisa menutupi kelemahan Yamaha, sama seperti Marc menutupi kelemahan Honda (dulu)..

  3. masalah akut M1 dari tahun 2016 cmiiw,
    penjelasan Dovi ini katanya selalu detil dan teknis dan Engineer sgt menyukai dirinya krn hal itu, Simon Crafar juga sgt menyukai Dovi kalo urusan interview tentang teknis motornya, ga heran dia dijuluki the professor (simon sendiri yg bilang)
    yah kalo dipikir-pikir penjelasan di atas masuk akal juga, Dovi juga ga menyalahkan Fabio tentang pendapatnya mengenai M1, tapi kalo dipikir-pikir tangan dan feeling Fabio ini hebat juga ya, bisa dibilang tangannya sendirilah yg menjadi Traction Control alami, krn M1 membutuhkan kontrol traksi super lembut biar ga spinning, krn kalo udah spinning maka akan spinning terus ntah sampai kapan,

    • dan ini salah satu alasan kenapa teknik butter hammer (bener ga nih tulisnya?) JL cocok pada M1. even rider developernya (VR) juga kelimpungan saat gripnya kurang, ngomongnya grip mulu, ban belakang mulu. ternyata dovi bisa kasi penjelasan ke publik sedikit lebih detil

  4. Udah bener kata Taro lah… Buktinya ada di Suzuki.. top end power tinggi, mampu berjuang podium bahkan P1.

    Dan bener juga kata Dovi, kalo M1 top end nya tinggi, Taro bisa berjuang utk podium krn Taro sdh sangat cepat di tikungan dan bisa bejaban di straight

  5. Input yang bagus buat musim depan, karena musim ini sudah berjalan dan tentunya di freeze, salah sendiri gak develop dari kemarin kemarin

    • yang jadi masalah “sensor sensitif” nya ini bisa jadi boomerang, karena sensornya terlalu sensitif maka mengganggu performanya sehingga gagal juara di 2020. hingga harus berobat.

  6. Apa salah nya yamaha coba kasih dia power lebih ganas, mungkin bisa coba di musim 2023 nnti mana tau masalah yg lain bisa dia atasi dari efek penambahan power tsb.

    • dengan power sekarang yang “kurang” saja disebutkan masalah spin, bagaimana kalo di tambah?
      belum lagi sasis harus menyesuaikan penambahan power, elektronik untuk power delivery ke ban, juga pengereman dsb. Hal yang tidak mudah dilakukan.

      • Yg kurang adalah top end power / topspeed
        Akselerasi keluar tikungan = torque
        Katanya power n torque berbanding terbalik
        Kalo power ditingkatkan torque akan menurun
        Apa ini malah jadi jalan keluar?
        Mungkin yg lebih mengerti teknis jelaskan

        • @Genesis

          Aku sih sempet komen soal ini tadi pagi, masuk jaring ikan kayaknya jadinya blom muncul.

        • jadi yg bener ya sijuki lah.. tambah +2hp di semua rentang rpm, dari bawah ke atas, top end power dapet, tapi gak mengorbankan akselerasi

        • mungkin bro ryan komen begitu karena teknisi yamaha sudah bingung mo gimana lagi caranya selain entengin crankshaft?

        • Suzuki bisa gitu krn ada teknologi yg mirip vvt i Honda Jazz di gsx-rr tapi versi manual cuma ngandelin gaya sentrifugal sama sekali ga ada andil elektronik. Yamaha bisa aja dapetin power lebih di rpm tinggi tanpa mengkebiri torsi kaya Suzuki, nah masalahnya sistem ini udh paten milik Suzuki, which mean Yamaha bisa aja pake sistem yg sama tapi harus beli lisensi ato ijin ato semacamnya lah prosedur yg legal yg bagi pabrikan pasti bikin malu krn bakal dicap minjem (nyontek ide) teknologi lawan. Sebenernya Yamaha punya cara lain utk ngubah bukaan klep di rpm tinggi, pake vva. Nah sayangnya vva bergantung ke perangkat elektronik, yg mana perubahan bukaan klep yg bergantung ke elektronik dilarang dimotogp. Suzuki udh punya torsi krn crossplane, ditambah bukaan klep bisa lebih advance di rpm tinggi yg bikin bensin lebih byk masuk disaat yg sama derajat overlap klep makin kecil aka bensin yg dibuang makin dikit dgn back pressure lebih kecil. Ngacir.

        • @genesis, Mohon maaf nih om, saya bukan anak mekanikal, basicnya valuation, hanya dulu pas SMA sempet juga belajar Fisika.
          Setahu saya Tanpa Torsi Besar, Tidak Akan Dihasilkan Tenaga Yang Besar karena, Torsi dan tenaga (horsepower) saling mempengaruhi, rumus fisikanya kan Tenaga/HP dihasilkan dari torsi dikalikan putaran mesin. Torsi maksimum tidak harus dihasilkan pada saat daya maksimum. Karena tenaga dipengaruhi putaran mesin. Semakin cepat putaran mesin maka besaran tenaga (hp) semakin meningkat. artinya horsepower berbanding lurus dengan RPM mesin, torsi yang tidak dipengaruhi oleh putaran mesin.

        • power naik, torsi turun, itu kalau kita berbicara di rpm yang sama seperti sebelum diubah torsi/powernya.

        • Kalo dibilang “Toyota = Yamaha” sih kurang tepat yak. Soalnya gak cuma Toyota/Lexus doang yang minta Yamaha ngembangin mesin mobilnya, ada salah satu series dari Volvo (lupa yg mana) atau Ford Taurus yg mesinnya juga ikut dikembangin sama Yamaha.

    • permasalahannya, engineer yams blum bisa menemukan solusi “balance” atas masalah tersebut atau bahkan CP4 yams ini teknologinya sudah pada batasnya. sedangkan pabrikan sebelah juki bisa menemukan “balance”. jadi hal yg menarik ketika salah satu pabrikan mampu melakukannya dan yg lainnya tidak

    • @siakang
      mnrt sya sih ya teknologi variabel valve di motor prototipe balap ga diperlukan, krna di balap aliran udara harus secepat dan sebanyak mungkin..
      sedang variabel valve itu antara lain biar tetap irit tenaga ttep joss, sedng dibalap soal irit no.2 CMIIW

      • kalimat terakhir,

        vtec kickin yo tertawa melihat ini

        semua tergantung fokusnya Om, mau dipakai buat efisiensi, atau buat performa

      • Mgkin klo prnah geser lobang gir timing di noken buat setting advance/retard pasti paham maksud gw. Variabel valve ga melulu bertujuan irit kaya di mobil, dgn durasi noken sama tapi bisa lebih advance di rpm tinggi kaya srvvt gsx-rr, maka bensin lebih cepet masuk dan keluar yg muaranya ledakan di ruang bakar lebih gede. Nah istimewanya srvvt bisa dipilih mana yg mau dijadiin lebih advance apa cuma klep masuk, dua2nya, ato justru memperlambat klep buang ngebuka. Yg muaranya masukin bensin secepetnya dan kecilin overlap.

  7. Penambahan top end pernah dilakukan Ymh dan itu malah jadi masalah..
    btw buka blog ini pake HP tampilan judul artikelnya tanpa gambar

  8. menurut F¼20 soal grip ban ga ada masalah,
    tapi yg jadi masalah adalah soal gaji yg msh kurang ngegrip😆😆😝

  9. Makin diwawancarai, Dovi makin lucu 🤣 asli mending tanya apa pendapat Darryn Binder aja deh.

    Dovi ngeluh grip saat belok, tapi Taro lah okeoke aja. Taro ngeluh kurang power, itu keliatan di straight sama pas nyalipnyalip. Aduh Dovi aduh wkwkwk

  10. Kalo didasarkan pendapat2 di atas berarti:
    1. Masalah spin bisa diatasi dengan riding style
    2. Masalah power sudah mutlak solusinya di mesin

    • Dovi tau masalahnya di mana, yang bisa diakalin sedikit ama manusianya, tapi lebi fokus rengek ke engineer dibanding improve diri. Katanya maturee, katanya dah icip beberapa motor berbeda

  11. motogp era modern sudah beda ya dg motogp era awal2 4 tak. dulu awal2 4 tak kl gak motor kencang susah belok, ya motor biasa belok enak. sekarang gmana caranya motor kencang tp bs dkendalikan. bukan berarti bisa belok enak. karena dalam melibas sirkuit tidak melulu soal kencang dan belok enak, tp juga motor bs dkendalikan. krn dg bantuan elektronik, motor yg bs dkendalikan akan bs d arahkan belok yg enak (meski tidak 100% jd belok enak). sehingga bs kompetitif dtiap lintasan

    aku menduga inovasi Yamaha untuk saat ini mentok. karena sudah pst kalau power naik PR keseimbangan motor akan berubah total. dan itu tidak ckup waktu untuk ngerjakan PR dalam waktu 2 musim. maka hrus siap investasi waktu untuk puasa gelar demi gelar tahun2 berikutnya. dg catatan itu jika dlakukan dg test rider berkompeten

    kenapa Suzuki berhasil? aku rasa tahun ini Suzuki kebetulan pas mendapat settingan yg bagus. seperti Yamaha tahun kemarin. baru nanti dliat tahun berikutnya, apakah ttp bs bersaing untuk perebutan juara atau tidak hrus dbuktikan

    • CP4 kalo cuma ngandelin settingan bagus tanpa menambah power mana mungkin mampu menandingi V4 apalagi desmo di long straight..

    • sepakaatttt !! ini sudah mentokkk.. tentunya ini akan jadi PR beratt buat Y ! tapi masak kalah’sih sama masin angkot carry???

  12. FQ : 333 butuh top end power
    MM : 331 butuh front end stabil
    Klo gak ada clash team masa lalu, 2 orang ini bisa tukeran motor

  13. AD yang sudah kehilangan touch nya karena nganggur lama, dulu waktu di Tech 3 Yamaha, dia oke2 aja naek M1, prestasinya lebih stabil, kalo Darryn mgkn masi anak baru, biarin adaptasi dulu, kalo Franco membingungkan, sebelum cedera, performa nya oke, bisa juara seri dan sering naek podium, kalo skrg apa faktor tekanan mental di tim pabrikan ya? FQ memang seperti JL, halus

  14. Menurut sy bisa dua2nya, bedanya di feeling yg didapat krn latar pengalaman masing2 rider itu ada benernya juga bang, kl m1 emg mentok segitu artinya masalah bkn di rider tp cara yamaha mengemas m1 skg cocok2an jadilah 3 patriot lainnya memble & fabio cocok

  15. jadi masalah M1 sejak 2016 blm kelar..
    tapi sbenernya grip yg hilang itu ‘ada’ cuma terasa kurang. asalkan pembalap berani betot gas melawan feel ‘no grip’ smpai posisi ban lurus, M1 bsa ngacir kenceng

Leave a Reply to Adi Cancel reply

Please enter your comment!
Please enter your name here