TMCBLOG.com – Mungkin tahun 2021 yang lalu suasana hati dan keinginan Maverick Vinales dan Andrea Dovizioso terlihat berlawanan. Maverick yang sudah memiliki kontrak sampai akhir 2022 merasa muak dan ingin cepat cepat pindah dari Yamaha ke Aprilia, sementara Dovizioso yang sudah banyak diperkirakan dekat dengan Aprilia setelah melakukan beberapa pengetesan malah berkeinginan pindah ke Yamaha yang memang punya sejarah selalu menjadi motor yang ‘mudah’ bagi pembalap. Singkat kata keinginan keduanya terkabul, namun seiring berjalannya waktu progress keduanya berbeda. Maverick terlihat kian percaya diri dengan RS-GP, sementara Dovi kian ‘tersesat’ dengan YZR-M1.

Yes Dovizioso, di sisi lain, mengalami tahun terburuknya sejak berkompetisi di MotoGP, situasi yang memaksa pembalap Italia itu untuk pensiun dini pasca balapan di Misano nanti, di mana ia akan menyerahkan M1-nya kepada test rider Yamaha -Cal Crutchlow- yang akan berbagi kotak dengan Darryn Binder di WithU Yamaha hingga akhir musim 2022.

Melihat level yang telah dicapai Aprilia RS-GP saat ini, mudah untuk berpikir bahwa Andrea Dovizioso saat ini mungkin menyesali keputusan yang dia buat setahun yang lalu, ketika dia menolak tawaran yang dibuat oleh Aprilia untuk membalap dengan mereka di tim factory.

Namun, pada seri Silverstone – Inggris lalu, Dovi menyatakan “dia tidak menyesal” karena menolak Aprilia, “karena pada akhirnya semuanya terkait dengan sensasi yang anda miliki saat melakukan sesuatu, dan pada saat itu, perasaan tidak cukup baik untuk mengatakan ‘saya ingin melakukan ini atau melakukan itu’.” begitu kata Dovi.

“Sejak awal saya mengatakan kepada mereka (Aprilia) bahwa saya tidak ingin berpartisipasi dalam acara balapan apa pun. Dalam pikiran saya, saya memiliki ide bahwa saya dapat kembali memiliki sensasi yang saya rasakan dengan Yamaha pada tahun 2012. Saya menginginkan kontrak pabrikan dengan mereka dan saya mendapatkannya. Sejujurnya, saya berpikir bahwa saya bisa terus menjadi kompetitif jika berada dalam situasi yang berbeda. Baru dua tahun lalu saya finish ke-empat di kejuaraan dunia.” – Taufik of BuitenZorg | @tmcblog

20 COMMENTS

  1. bilang aja Pace nya udah ga bisa berkembang.
    karena faktor U dan absen ga pegang motor Proto 1 tahun
    mau pake Ducati yg dipake peco sekarang pun ane pesimis dia bisa kencang

  2. Ya kalo bilang nyesel pasti malu lah. Dovi ini ego ama gengsinya ketinggian, yg bukannya bikin dia menapak tinggi tapi malah menurun. Dari Ducati turun ke Aprilia, masih sama2 tim pabrikan lah, apalagi sesama italiano bisa pake bahasa akamsi, eh malah nolak Aprilia lg, berharap dapet kakap di Yamaha factory wakru Vinales bikin ulah, malah Morbi yg dinaekin dan dia mau ga mau masuk tim privateer paling miskin. Coba dulu dia ga ngotot digaji seharga alien di Ducati, dia minimal bisa nambau tropi runner up, coba dia ga gengsi masuk Aprilia, bisa jadi dia skrg yg ada diposisi Espargaro krn Dovi spt yg kita tau ahli dalam perebutan runner up. Sayang gengsi dia ketinggian, ampe ga nyadar nglewatin kesempatan bagus berkali2.

  3. Kasian sekali elu dov.. gengsi lah klo bilang nyesel tapi didalam hati pasti nyesel banget. Lebih nyesel lagi pas ninggalin Ducati pasti.. harusnya bisa kompetitif terus 3 sampai 5 tahun ke depan klo pilih Ducati atau Aprilia. Nyesek dov

  4. niat hati dapet kontrak pabrikan lalu pakai motor yg konon katanya motor ternyaman malah berakhir cuma jadi backmarker.. kasihan lu dov, diiming – imingi apa lu sama jarvis

  5. Terlepas dari menyesal atau tidak, hanya Dovi dan Tuhan yang tahu. Sangat menarik untuk menyimak cerita dari Herve Poncharal mantan bos nya dulu sewaktu Tech3 masih bersama Yamaha dan berduet dengan Cal Crutchlow. Dijelaskan bahwa sebenarnya impian terbesar Dovi adalah menjadi pembalap factory Yamaha, yang sayangnya bertahun2 tidak didapatkan. Adanya tawaran Yamaha tentu saja tidak dilewatkan Dovi dgn status kontrak dan motor factory (walaupun di team satelit) seolah impian menjadi nyata, walaupun akhirnya hasil berkata lain. Dan memang diakui bahwa jaman sudah berubah, sekarang era pembalap muda

  6. Yes bener…. dan tidak sekedar muda, harus punya skill, nyali, dan tidak ketinggalan faktor modal (sponsor) yang bisa menunjang karier balapnya

  7. Intinya Vinales ninggalin team yg akan bermasalah.

    Di Suz-uki, pasca Vinales out, Suz-uki salah development mesin. Rins Iannone keteteran. Sampai Iannone cabut karena jadi kambing hitam terus. Lah Rins cedera panjang… Rookie…. Iannone yg kena getahnya.
    Belakangan emang diakui Suz-uki salah dalam development mesin. Dia masuk Yama-ha, lumayan bisa top 3 championship.

    Pasca Vinales out dari Yama-ha, terbukti M1 Fabio centris. Terlalu narrow windownya buat maksimalin motor dan menang. Morbi aja keteteran… Padahal pakai Yamah-a tua bisa runner-up. Walaupun di season gak normal.

    Nah, kalo ntar ninggalin Aprilia dalam kondisi pernah menang, lalu masuk Ducat-i, dan menang seri…

    Itu bakalan jadi rekor yg sulit dipatahkan rider manapun… Hahahaha

Leave a Reply to Si Akang Cancel reply

Please enter your comment!
Please enter your name here