TMCBLOG.com – If you don’t change the tire for a long enough, you will end up with the same bikeJika anda tidak mengganti ban dalam waktu yang cukup lama, maka anda akan berakhir dengan sepeda motor yang sama . . Yap, itu lah salah satu kepercayaan para pelaku balap motor melihat sangat pentingnya peran reaksi kimia antara compound karet ban dengan aspal dari sirkuit terhadap efektifitas delivery power dari mesin. Sehebat dan setinggi apapun power yang dihasilkan oleh 4 piston di dalam mesin MotoGP lintas merk dan brand, jika tidak bisa tersampaikan ke trek dengan baik dan efisien.

Hal itulah yang mungkin terjadi oleh Ducati semenjak lama di bawah bayang-bayang pabrikan Jepang. Dengan sistem valvetrain Desmodromic, mereka dipercaya memiliki mesin MotoGP paling powerful dalam artian menghasilkan torsi dan power terbesar, bukan hanya saat ini, namun ketika Honda dan Yamaha menguasai MotoGP secara bergantian. Namun ketika supplier ban beralih dari Bridgestone ke Michelin, terlihat bahwa Michelin yang memiliki karakter 180° berbeda dengan ban Jepang sebelumnya dimana mereka kuat pada ban belakang yang terlihat berangsur-angsur Ducati menemukan ritme arah pengembangan Desmosedici terbaik mereka.

Bukan berarti ban ini berpihak kepada Ducati. Namun ini tuh diawali oleh sesuatu yang bisa dibilang lebih ke secara ‘kebetulan’ . . ‘keberuntungan’ bahwa Michelin dengan karakter spesial ban belakangya mungkin lebih klop dengan karakter Ducati. Semenjak 2016 itu, semua arah pengembangan motor (lintas brand) lebih mengarah ke bagian buritan. Motor motor memiliki wheel base yang lebih panjang dibandingkan saat mereka berada di era Bridgestone dan bahkan pabrikan seperti Honda mau nggak mau harus rela memutar/merotasi gerak kruk as mesin V4 mereka ke arah belakang untuk bisa membantu memberikan beban/load tambahan kepada roda belakang.

Semenjak 2016, Gigi Dall’Igna sudah mencium gelagat bahwa Ducati Desmosedici dapat mempercepat proses development mereka di bawah ban Michelin ini. Kita bisa lihat semenjak itu Ducati secara bertahap namun konstan naik mencoba membayang-bayangi motor terkuat saat itu Honda dan Yamaha bahkan di era sebelum Marc mengalami crash hebat di Jerez tahun 2019, Dovizioso selalu menjadi runner-up championship . . Hal ini memperlihatkan bahwa mereka sudah diambang kemenangan secara sisi teknis development motor.

Sementara pabrikan Jepang saat itu, atau bisa dibilang Honda yang menurut TMCBlog saat itu TERBUAI oleh kehebatan dan talentanya sosok rider hero mereka sebut saja Marc Marquez. Marc berhasil mem-bunglon-kan dirinya mencoba beradaptasi terhadap segala perubahan ini dengan mengubah pendekatan serangan-serangannya di setiap titik sirkuit terutama di area pengereman dimana ia merupakan pembalap paling mengerikan dalam hal ‘membanting’ motor, mengubah arah dari rear end untuk membentuk gaya menikung V-Style yang sangat ekstrim.

Namun cedera berkepanjangan, menghentikan semua ini. Sementara itu di sisi lain dari kompetisi walaupun ada Joan Mir yang super konsisten dan Fabio Quartararo yang juga memiliki sisi talenta yang luar biasa di pabrikan Jepang, Ducati terus konsisten berkembang dalam dua sisi, teknis notor dan tentunya juga sumber daya pembalap.

Dr. Robin Tuluie : Pengembang Mass Damper & Ride Height Device Ducati

Keuntungan basis dasar dari Desmosedici semakin diperkuat oleh tangan dingin Gigi Dall’Igna. Holeshot devices berubah menjadi shape shifter cerdas dengan bantuan komputer non-elektronik kembangan doktor lulusan departemen astro-fisika Universitas Barkeley USA – Robin Tuluie, sistem ‘komputer hidrolik’ yang pada dasarnya merupakan kombinasi dan perhitungan dari tekanan pada ribuan sub-sistem kecil klep (valve). . .

Motor motor dari 4 pabrikan lain sebenarnya juga semakin mengarah ke arah penguasaan dan pengendalian ban belakang special Michelin, namun Ducati yang awalnya memang sudah klop, dengan segala hal yang telah mereka upayakan bertahun-tahun berfokus pada rear-end dari motor jadi semakin klop dan mudah mudahan tidak berlebihan jika dibilang bahwa mesin balap buatan Borgo Panigale ini menjadi “Motor Michelin” paling sempurna di grid saat ini.

Respon pengembangan motor terhadap perubahan supply ban yang memberikan karakter berbeda pada dasarnya dapat dimulai dengan mesin motor dengan karakter basis dari motor sebelumnya yang menggunakan ban lain, namun memang ada banyak perubahan yang dilakukan. Mulai dari geometri, swingarm, tingkat kekakuan sasis, sistem link dari suspensi belakang sampai soal trail dan rake suspensi roda depan karena karet ban depan juga tentunya memiliki karakter berbeda ketika dipaksa under-brake.

Oke kalo gitu balik lagi ke quote pertama artikel ini, apakah harus menganti ban dulu baru kita bisa melihat bagaimana perbedaan peta kekuatan motor saat ini. Bagaimana jika misalnya MotoGP juga ikut memakai Pirelli di masa yang akan datang, ini jelas akan menarik . . Tapi diulas di artikel blog berikutnya saja yah . . Sementara silahkan didiskusikan dulu tulisan blog yang ini, hatur nuhun . . .

Taufik of BuitenZorg | @tmcblog

21 COMMENTS

  1. Bebasin aja pilihan supliyer ban nya.biar rame.ada brigstone,michelim,dunlop,pireli.kali aja swalow sama federal mau ikut nyemplung.

    • Nah ini lho menurut saya, biar michelin gabisa ngelakuin halhal sesukanya. Toh juga jadi ada bahasan teknis dan obrolan tambahan kan, merk ban.

      Lelah motogp isinya makin lebih ke gosip gosip aja

  2. Moto 3dan moto2 udh pake pirelli.jd rotasinya bntr lg pirelli naik kelas,ke motoGP .setelah itu salah satu kelas saat ini mau moto3/moto2 msk bran baru lg.trs merangkak naik lg.bgtulah siklus kontrakny.

  3. Klau mnyesuaikan pnglaman sih Bridgestone/battlax ttp yg trbaik, trbukti dlu 2007 Rossi komplen pk Michelin krna durability Michelin lebih cpat hbis dbnding stoner dgn ducati jurdun pk Bridgestone. Jdi mnrut sya trllu teoristis artikelny, cba kmbali lht sjarah dan knytaan dlapangan, dibuktikan 2008 stelah Rossi gnti pk brdgstone jd jurdun smp 2009. Ducati brdgstone sdh Penh brjaya krna durability Dan talenta stoner, krakter brdgstone ssuai dgn msg2 type karkas nya dan tdk bnyak mmbuat pmbalap berglimpangan tdk jlas khilangan grip ditrack sprti Michelin yg sy lht skrg. Hanya (OPINI)

  4. Kayanya mo ada bocoran alus.. supply 2 merk ban ya wak, request jembatan baru.. suruh msk lagi wak, biar rame lagi..

    Jadi sebenernya isu’y.. bkn mslh ecu inhouse tp lbh ke ban yg punya peran.

  5. di era michelin, bridgestone, dunlop turun bareng di kelas motogp, hampir semua pabrikan dapat bersaing didepan. mungkin kalo michelin dapat memberi “kualitas ban” yg sama ditiap motor, bakalan lebih seru, agak aneh bila pilihan ban sama tapi hasil yg didapat berbeda. atau memang dibuat seperti itu oleh dorna

    • Menurutku hasil beda dikarenakan setiap 2 atau 3 tahun, michelin ini memperbarui karkasnya. Sedangkan pabrikan2 sudah terlanjur ngikut pengembangan motor dari karkas di tahun sebelumnya, jadinya kalo pas cocok ya bakal gacor, tapi kalo gak cocok ya siap2 aja ndlosor, hehehe.

  6. Penyeragaman ecu, pergantian suplier ban, perubahan kubikasi mesin, perubahan jenis mesin 2 tak-4tak, jika dilihat memang cara-cara untuk membuat persaingan dimulai dari awal lagi atau kasarnya membuat pengembangan sebelumnya serasa tidak manfaat, alias riset dari awal lagi

  7. Penasaran developmentnya kalau motor motogp pake ban Primax, Swallow, Aspira Premio, IRC Roadwinner, atau Zeneos

  8. Yak karena Ducati jg pnya 8 motor digrid,sedikit enggaknya pasti data Michelin buat bikin ban baru pasti jadi pertimbangan juga dan kebetulan nya setiap Michelin update ban baru Ducati makin ngacir 🤭

  9. Pabrik vulkanisir yang mendadak kejatuhan order sekelas MotoGP, hasilnya kayak balapan truk di tol japek, kompon berserakan di sepanjang trek 😂

  10. bebasin suplier ban, bebasin ecu, bebasin aero, bebasin shape shifter, batasin budget & tes. kembali ke khitah balapan motor prototype

  11. klo pirelli sampe masuk motogp, apalagi jadi one supplyer.
    berarti…

    ban = italia
    ecu = italia
    motor = italia
    pembalap = italia

    dan belum lagi italia2 lainnya.
    patriotisme pasti ada. dulkatin pasti lebih kuat dibuatnya.
    jadinya kyk bukan balap motor prototype lagi, tapi jadi motor protocol (politik).

    semoga motogp lebih baik lagi, ini beneran kyk opini pit, motogp melakukan kesalahan F1 10 tahun lalu, hhe..

  12. Berat mengatakan ini kebetulan bagi Ducati.
    Mungkin sama dng Honda saat pergantian dari 2-tak ke 4-tak; hny dia yg siap (isunya krn usia RCV sdh 5 thn saat pertama GP 4-tak). Ducati mungkin jg melakukan hal yg sama, menganalisa banyak hal utk memprediksi bagaimana MotoGP dan Desmo di masa depan, termasuk mungkin mendorong perubahan regulasi…

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here