Pada artikel pertama dan artikel kedua kita sudah membicarakan pendahuluan artikel ini plus satu penjebaran plus dan minus dari karakter Marquez, Lorenzo dan Pedrosa menurut kacamata Manuel Pecino ditambah Karakter, momentum perubahan ketiganya, dan sosok penting ketiganya. Nah Di artikel terakhir ini kita akan mencoba mengupas kebugaran, momen penuh keraguan, sikap keluarga dan sponsor . . . silahkan dinikmati
KEBUGARAN
Jelasnya Lorenzo, Pedrosa, dan Marquez merupakan atlet sangat terlatih yang mengikuti program kebugaran yang intens dan teratur. Latihan aerobik, sesi kekuatan dan keseimbangan, perenggangan dipadukan latihan berkendara motor -hampir selalu di lintasan tanah liat- merupakan kewajiban tiap hari dalam agenda mereka. Tapi kalau soal preferensi, ada perbedaan mendasar di antara ketiganya.
Dani misalnya, sangat suka bersepeda pancal, ia senang berlatih. Faktanya, saat menjadi pembalap 250 cc, Pedrosa pernah tertabrak mobil saat berlatih dengan sepeda di pegunungan dekat Barcelona. Dani juga mengikuti balap sepeda paling penting dan buku biografi Lance Armstrong selama bertahun-tahun merupakan buku pengantar tidurnya.
Jorge lebih kepada atlet gym. Ia telah berlatih di fasilitas dekat stasiun kereta api Barcelona sejak masih bocah. Ia senang berlatih di gym dan bisa habiskan berjam-jam menjaga kebugarannya. Lebih rinci: saat ia berpisah dari manajer sepanjang hidupnya, ia beralih ke pelatihnya, yang mengambil peran negosiasi kontraknya.
Terkait Marc, ia mungkin lebih multidimensi. Ia suka lari, bersepeda, tapi paling disukai adalah berkendara motor garuk tanah dengan saudaranya. Marc dan Alex bisa habiskan berjam-jam berlatih dan saling membalap di sirkuit yang dibangun Emilio Alzamora untuknya di Lleida.
MOMEN PENUH KERAGUAN
Seperti yang sudah diketahui, keputusan Lorenzo, Pedrosa, dan Márquez menekuni olahraga ini sebagai jalan hidup tak lepas dari saat-saat sulit. Tabrakan, cedera merupakan sisi keras profesi mereka ini. Sepanjang karirnya, ketiganya dipacu hingga batas maksimalnya. Juga dalam hal ini, Lorenzo, Pedrosa, dan Marquez menanggapinya secara berbeda.
Lorenzo. Jorge menganggap musim ini sebagai episode hebat yang mengantarnya ke level yang ia siap bertarung. Itu terjadi di Assen, di mana tulang selangka Lorenzo patah dalam sesi latihan. Bagi orang lain, GP langsung tamat. Tapi, tidak bagi dia. Jorge malah meminta para kru-nya agar mengatur semuanya agar ia bisa segera diterbangkan ke Barcelona untuk mengoperasi tulang selangkanya sesegera mungkin. Ia berangkat… dan kurang dari 24 jam kemudian ia kembali ke lintasan untuk membalap. Dokter memberikan lampu hijau dan Lorenzo, yang mengejutkan dunia, termasuk para rival, memulai balapan itu. Tapi Jorge yang “super” juga pernah alami saat-saat penuh keraguan.
Itu terjadi tahun 2008, di musim perdananya di MotoGP. Masih membalap dengan semangat kelas 250cc, ia memacu sampai batas maksimalnya di semua GP sehingga mengalami banyak kecelakaan parah, seperti di China. Tapi di Barcelona Jorge benar-benar menghantam aspal. Saat itu akibatnya sungguh melampaui “normal”. “Ia begitu ketakutan setelah kecelakaan itu”, Dani Amatriaín menjelaskan, saat itu adalah manajer tim Lorenzo. “Aku ingat perawat memberitahuku kami harus mengevakuasinya, mengingat situasi Jorge sangat mengkhawatirkan. Tatapannya, gerak-gerik matanya… Kami perlu segera memindahkannya ke Barcelona! Itu saat-saat sulit, kami semua ketakutan, tapi untungnya seiring waktu berlalu, perkembangannya sangat melegakan”. Setelah kecelakaan itu, Lorenzo sangat serius mempertimbangkan berhenti balap, mundur saja dari dunia itu. Ia begitu ketakutan. Tapi naluri balapnya mengalahkan ketakutannya… dan ternyata ia merengkuh, sejauh ini, dua gelar juara dunia MotoGP.
Pedrosa. Karena kondisi fisiknya, Dani merupakan pembalap yang termasuk sangat ringkih. Daftar cedera yang dialaminya sepanjang karir balapnya mungkin bisa mengisi banyak halaman. Mungkin belum pernah jadi juara dunia MotoGP dalam CV Pedrosa merupakan kekurangannya. Nyatanya, dalam titik tertentu, Dani membatin apakah masih layak terus membalap atau tidak. Itu terjadi tahun 2011 saat Marco Simoncelli menghajarnya di Le Mans. Padahal ia baru saja pulih dari cedera panjang setelah kecelakaan di Motegi tahun 2010, yang membuatnya harus jalani tiga operasi.
Setelah kecelakaan akibat Simoncelli, yang memaksanya tinggal di rumah selama beberapa minggu, ia benar-benar bimbang. Masihkah layak? Apa masih bermakna terus memacu, namun kembali menyakiti diri sendiri berulang kali? Untungnya, itu karena perasaan galau saja. Pengalaman medis yang intens itu menjadikan Dani pakar sejati dalam urusan ini. Ia tahu tiap tulang dan tiap otot di tubuhnya. Tapi satu yang tak banyak orang tahu tentang Dani adalah ia fobia terhadap sinar X. Ia gigih menghindarinya dan sangat lega karena tidak banyak mendapat sinar x tiap tahun.
Márquez. Berbeda dari Jorge dan Dani, Marc tidak pernah membatin apakah membalap itu sungguh layak. Bahkan tidak pula selama periode pemulihannya dari cedera parah, yang terjadi di Malaysian GP tahun 2010 saat kepalanya terbentur hebat di aspal selama sesi latihan bebas hari Jumat. Akibat terjatuh demikian, ia mengalami gangguan penglihatan parah. Menghindari operasi, ia berharap pulih dengan sendirinya selama berbulan-bulan, namun tak berhasil. Itu merupakan saat penuh kebimbangan, tapi bukan ketakutan, seperti kasusnya Lorenzo atau Pedrosa.
Akhirnya ia menjalani operasi mata dan semua kembali normal. Bagi mental Marc, itu hanyalah satu situasi yang berlalu. Marc juga tunjukkan kegigihan karakternya saat ia harus berurusan dengan kecelakaan dan cedera. Contoh terbaiknya terjadi tahun ini di Silverstone, saat setelah bahunya mengalami dislokasi dalam sesi pemanasan sebelum balapan Minggu, ia memaksa marshal agar membawanya secepat mungkin ke klinik sirkuit untuk memulihkan bahunya. Ia sangat sadar bahwa timing itu penting sekali. Ia masuk ke klinik tersebut dengan bertanya, “siapa yang berwenang memulihkan dislokasi bahu?” Saat dokter menanyainya apakah butuh anesthesia, jawabnya: “tidak, tidak, karena kalau aku diberi anesthesia, mereka tidak akan membolehkanku membalap”… Hanya beberapa menit kemudian, Márquez sudah berada di gridnya dan mengakhiri balapan di tempat kedua.
SIKAP KELUARGA
Keluarga Lorenzo: Jorge Lorenzo tumbuh dalam lingkungan yang sangat spesial. Saat kedua orangtuanya –María dan Chicho- berpisah, ia tinggal dengan ayahnya sementara saudarinya tinggal dengan ibunya. Chicho dan Jorge membentuk hubungan yang sangat unik. Mereka lebih sebagai teman ketimbang ayah dan anak. Chicho mengubah balap motor menjadi pusat hidup mereka, membuat Jorge menekuninya dalam cara sangat spesial. Mereka bersama melakukan hal-hal ganjil, seperti pura-pura wawancara, di mana Chicho berperan sebagai jurnalis dan semacam itulah.
Metode pelatihan balap motor hasil kreasi sendiri –sebenarnya Chicho punya akademi balap untuk bocah-bocah seluruh Spanyol- merupakan hal wajib bagi Jorge di masa kecilnya; balapan jelas jadi bagian itu. Meskipun terkadang sangat ketat. Chicho menekankan pada anaknya keinginan jadi juara dunia suatu hari nanti. Di titik tertentu, Chicho paham bahwa agar terus melaju, anaknya harus pindah ke fase berikutnya. Itulah saat ia serahkan perwalian pada Dani Amatriaín, seorang manajer profesional. Chicho lalu mundur, namun tetap selalu dekat dengan anaknya. Pada momen tertentu, hubungan mereka terdapat masalah dan Jorge memutus hubungan dengan ayahnya. Tapi sang anak mencari ayahnya saat dalam tahap tertentu di karirnya ia merasa kesepian dan perlu seseorang yang dipercaya. Dewasa ini Chicho ada, tapi dalam cara yang sangat rahasia.
Keluarga Pedrosa: Kita bicara tentang keluarga yang sangat bersahaja. Ayah Dani seorang tukang kayu dan selama bertahun-tahun ia habiskan berminggu-minggu jauh dari rumah. Ia seorang penggemar motor dan sosok yang mengenalkan Pedorsa pada balap minimoto. Mungkin ayah Dani tidak seperti ayah Lorenzo yang terobsesi menjadikan anaknya pembalap profesional, tapi nyatanya Dani ikut serta dalam sejumlah besar balapan.
Saat Alberto Puig melihat anaknya, seluruh keluarga memilih mundur. Mungkin itu merupakan paksaan, tapi ayah dan ibu menerimanya dengan lapang dada. Juga sikap Pedrosa berperan. Itu seperti: mulai saat ini, kamu tidak ada. Dan titik ini merupakan aktivitas profesional. Cara berlaku seperti bisa menimbulkan situasi yang mirip dengan ayah dan/atau ibu bertemu Dani secara sambil lalu di bandara tertentu di seluruh dunia dan setelah basa-basi, masing-masing menempuh caranya sendiri-sendiri menuju tujuan keberangkatan yang sama. Sebenarnya, ayah dan/atau ibu sering hadir di balapan, setidaknya di Eropa.
Keluarga Marquez: Tidak seperti Pedrosa dan Lorenzo, yang orangtuanya berpisah, Marquez berasal dari keluarga utuh yang hangat. Ayah Marc, Julia, tidak pernah membalap, tapi berperan besar dalam satu klub motor setempat. Ia menyetel PW –menambahkan roda bantu di dua sisi- untuk anaknya yang masih ingusan yang mengikuti balap ketahanan anak-anak. Tapi orangtua Marquez tidak pernah berharap anaknya jadi pembalap.
Niat jalan-jalan di setiap akhir pekan sebenarnya tak lebih dari bersenang-senang sekeluarga. Tapi saat tiba waktunya bagi sang anak menjejak karir pembalap profesional –Emilio Alzamora mulai mengasuh Marc sejak usia 12-; ayah Marc langsung menyadari perannya dan mempercayakan sepenuhnya pada orang yang mereka pilih untuk anaknya. Tapi di waktu yang sama pula, ibu dan ayah selalu diberitahu mengenai langkah-langkah yang ditempuh Alzamora dalam hubungannya dengan sang anak. Sebenarnya orangtua Marquez selalu hadir di tiap balapan, karena kedua “mereka” memang membalap di GP. Hubungan di antara mereka masih tetap sebagai keluarga yang hangat. Nyatanya, berkali-kali Marc menegaskan bahwa keluarganya berkontribusi membuatnya tetap ada di bumi, tetap menjadi “normal”.
SPONSOR
Karir balap yang sukses dari Lorenzo, Pedrosa, dan Márquez hanya terjadi karena ketiganya mendapat dukungan sponsor kuat yang mempertaruhkan segalanya untuk mereka sejak masih belia. Dukungan tersebut menjadikan mereka mampu mengakses material terbaik sehingga kemampuan balap mereka berkembang maksimal. Tanpa dukungan tersebut, mungkin kita tak pernah dengar yang namanya Jorge, Dani, atau Marc.
Pedrosa: Ditemukan dalam ajang seleksi bakat muda Movistar, Dani tetap dipayungi sponsor perusahaan telekomunikasi Spanyol itu selama berada di kelas 125 dan 250 cc. Investasi besar dipadukan dengan keahlian Dani menjadikan mereka memenangi tiga gelar juara dunia melengkapi CV Pedrosa. Pastinya fokus pada pembalapnya, Movistar mempersiapkan tim untuk bertarung di MotoGP. Tapi saat tiba waktunya melangkah ke jenjang lebih tinggi itu, Pedrosa pindah ke Repsol… Kecewa, Movistar keluar dari Kejuaraan Dunia itu. Pindah ke Repsol tahun 2006 berarti bergabung dengan Repsol Honda Team, skuat paling tangguh di kejuaraan ini. Hubungan ini terus berlanjut sampai sekarang, meskipun tujuan merengkuh gelar juara dunia belum tercapai.
Lorenzo: Kisah sponsor Jorge sangat berbeda dari Pedrosas. Ia belum pernah disponsori perusahaan besar sampai saat ini. Perusahaan yang mempertaruhkan segalanya padanya terkait langsung dengan Dani Amatriaín, manajernya [saat itu]. , perusahaan permen lolipop terkenal sejagat; jam tangan Lotus; Fortuna, merek rokok lokal… merupakan sebagian perusahaan yang terkait dengan perjalanan panjang Jorge.
Márquez: Tumbuh di Catalunya, negeri di mana balap motor adalah tradisinya, perusahaan penting selalu mendukung olahraga pilihan kalangan akar rumput. The Royal Club of Catalunya merupakan salah satunya dan mendampingi Márquez sejak dari mula; juga Repsol yang memantau Marc di awal karirnya. Dan seperti Pedrosa, perusahaan migas Spanyol itu merupakan rekan terbaik bagi pembalap manapun. Red Bull juga cepat menyadari bahwa Marc sangat spesial.
pertamax. 😀
geser sitik,,,
numpang ndodok,,, 😆
gak usah sitik, kabeh tak wehne kwe ra po2. wkwkwkkwkw
kasihan jorge,,,skill maut tapi minim sponsor 🙁
————————————————————
custom decal vixion movistar yamaha motogp
http://lovemotobike.com/2014/03/20/yamaha-vixion-custom-decal-movistar-yamaha-motogp/
jozzzz
Jos!
sip
Tunnjukan kelas
menarik ulasannya
joss
http://bapakesalma.wordpress.com/2014/03/20/welcome-the-new-bmw-m4-safety-car-for-motogp-2014/
titip pesenan engkong…. hehehe http://www.mesinbalap.com/read/8108/lorenzo-ngotot-ingin-coba-prototipe-yzr-m1-spek-open-class-tapi-yamaha-menolak
Mantap!
Sip
bermental baja semua… bekal utama sang jawara
http://78deka.wordpress.com/2014/03/20/fc-new-mega-pro-61-kmliter-ngga-boong-tapi/
selesai juga baca biografi ketiganya,
ulasan yang lengkap yah…
_______________________________
Japan, What did you DO?! (artikel cuci mata)
http://jackalride.wordpress.com/2014/03/20/japan-what-did-you-do-artikel-full-bonus/
hubungan percintaannya belum ya … hihhhihii
sabar om,, kan baru bagian 3,,,
nanti kan ada bagian 4 , 5 , 6,, dst,,, 😆
Mantap dan bermutu artikelnya wak..!
Wah, salut dengan perjuangan mereka terutana Lorenzo pantas mentalnya kuat karena hidupnya juga keras. Yg lain kaya anak mami jadinya kikikiki
kereeennnnn
lagi…lagi … lagi.. lagi.. lagi *gaya main dingdong di dufan* :)))
Reblogged this on This is My Land and commented:
Dari Lorenzo, Pedrosa, dan Marquez Jelas Jorge yang paling berliku-liku. Kekuatan Mentalnya baik di luar dan di dalam lintasan benar-benar SUPER! itu yang bikin saya makin mantep jadi supporternya. Lorensitas baca yaa 🙂
makin update
tips trik mekanik motor http://www.auto-champion.blogspot.com
Lorenzo berlatar belakang keras, sedang Marques berlatar belakang harmonis. Tapi keduanya bisa menjadi pribadi yang matab mentalnya.
asik bngt…..
joss…
mantaf wak !
musim pertama Marc juga sama dengan Lorenzo
sama-sama masih dengan semangat Moto2/gp250 memacu motor MotoGP sampai batas maksimalnya
bedanya musim pertama Lorenzo di Motogp, teknologi elektronik yg dipake belum secanggih sekarang juga belum ada seamless gearbox, yg sering mengakibatkan kecelakaan fatal jika dipaksa sampe limit
dan jujur saja musim pertama Marc di MotoGP lebih dimudahkan faktor Elektronik dan mesin yg sudah lebih canggih, juga karena adaptasi yg lebih cepat dari Moto2 karena sama2 menggunakan mesin 4 tak
harusnya lorenzo lebih baik dong bro, secara pengalaman dia lebih lama dan soal perangkat elektronik honda dan yamaha udah sama-sama pake…
😀
ini soal skill bukan bukan cuma techno, liat aja pedrosa yg udah pake ssg aja blm mampu jurdun…
😀
@2-UL Kibul
yg diomongin itu mengenai musim pertama bro.. kalo lorenzo lbh baik setidak nya itu benar..sblm lorenzo jatuh cedera
2-UL Kibul
sorry ane bukan membandingkan siapa yg paling hebat
cuma menjelaskan faktor yg membuat Lorenzo lebih sering cidera parah dimusim pertamanya dibanding Marc
di GP250 Lorenzo juga bukan pembalap paling hebat dan malah sering dibully Pedrosa dilintasan, makanya Lorenzo dulu gak punya sponsor besar, ibaratnya seperti Pol Espalgaro vs Marc sekarang
waktu Pedrosa naik kelas baru Lorenzo jadi raja di GP250
di MotoGP Lorenzo bisa lebih sukses dari Pedrosa karena JL mau mempelajari kekuatan lawan duelnya buat meningkatkan skillnya dipelajari waktu duel sama Stoner
seperti
– konsistensi waktu perlap dipelajari waktu duel sama Rossi
– tampil ngotot dari awal lap alias kabur
– waktu Stoner cidera Lorenzo duel sama Pedrosa yg punya keunggulan start sempurna, sekarang start Lorenzo lebih baik dari Pedrosa
translatenya msh kurang sereg
baru tahu kalau broken home 🙁
http://pertamax7.com/2014/03/20/yamaha-yzf-r15-indonesia-tak-kunjung-tiba-beli-cbu-saja-cerita-langsung-pemilik-r15-v2-0-cbu/
translatornya dari mana nich??? hehehe 😉
http://potretbikers.com/2014/03/20/honda-cbr-150-di-lokalkan-usaha-menumbangkan-tahta-sport-150cc-kompetitorkah/
usaha yg ga mudah ya,,
dari awal sampe terkenal sekarang,,
melewati banyak rintangan sampe sekarang,,
emang ga mudah,, salut buat ketiga nya,,