Home MotoGP Analisis Pasca Race MotoGP Silverstone 2021 . . . Bagaimana Pilihan Soft...

Analisis Pasca Race MotoGP Silverstone 2021 . . . Bagaimana Pilihan Soft Compound Quartararo Jadi Kunci Kesuksesan

86

TMCBLOG.com – Diego Gubellini, Crew Chief dari Fabio Quartararo pasca race di Austria pernah mengatakan bahwa “Saya telah bekerja di kejuaraan selama 23 tahun, (…) dalam 10 tahun terakhir atau kurang sistemnya telah berubah. Sekarang poin penting adalah membuat karet bekerja dengan benar.” Dan ini lah yang menurut kami merupakan kunci kesuksesan Fabio Quartararo di 2021 yang secara umum minim data race sendiri di Silverstone khususnya karena pada kesempatan dua tahun yang lalu ia tersingkir di awal balapan ketika reflek melihat Alex Rins yang sempat kehilangan grip dan menyeret Andrea Dovizioso crash kala itu. Trek Silverstone jam 13:00 siang kemarin itu terbilang cukup dingin dan hal ini adalah sesuatu yang diakui oleh sisi box Fabio membingungkan dalam penentuan kompon ban terutama untuk ban depan. Mau pakai medium atau soft?

Oke kita lihat dan bandingkan data official temperatur saat race kemarin suhu udara 17º C sementara suhu aspal 24º C. Ini dingin banget loh, dan jika kita bandingkan dengan temperatur di hari Jumat dan Sabtu (satu hari sebelumnya).

  • FP2 yang waktunya mirip dengan waktu race suhu udara 17º C sementara suhu aspal 23º C .
  • FP3 (pagi) suhu udara 14º C sementara suhu aspal 18º C .
  • FP4 yang waktunya hampir persis sama dengan waktu race suhu udara 18º C sementara suhu aspal 27º C .

Sehari sebelumnya (hari Sabtu), Michelin merilis data kepada jurnalis termasuk TMCBlog bahwa mereka memberikan semacam hasil analisa yang bisa diperhatikan sebagai bahan pertimbangan saat memilih ban data balapan hari Ahad. Menurut Michelin, ban depan yang soft pada temperatur rendah bisa sedikit terlalu lunak untuk pengendara yang agresif tetapi masih memberikan umpan balik dan cengkeraman yang sangat baik pada sudut yang miring buat pembalap agresif. Ketika FP4 yang temperaturnya termasuk lebih panas (27 C) durabilitas ban Michelin drop, namun tetap memberikan cengkeraman/grip pada posisi miring rebah di tikungan yang sangat baik.

Disinilah yang menurut TMCBlog menjadi titik keunggulan Quarataro. Mereka tinggal memilih ban mana yang akan dipakai saat race; medium atau soft. Medium jelas adalah pilihan paling ‘aman’ namun bermain aman bagi Quarataro sepertinya bukan opsi yang akan mereka ambil terutama di trek yang sebenarnya memang secara karakter memang cocok benar dengan karakter motor inline 4. TMCBlog yakin bahwa tim Quartararo yang dipimpin Gubellini ini sudah memiliki kecenderungan memilih ban depan soft buat Quartararo. Di sesi warm-up paginya Fabio memasang ban soft-medium dan berhasil melakukan semacam long lap atau race simulation dengan durasi sebanyak setengah race (sekitar 10 lap) untuk melakukan sebuah riset final yang akan menjadi referensi untuk balapan.

Kenapa cenderung memilih ban kompon soft? Menurut analisa TMCBlog, prioritas utama Fabio Quartararo dan Gubellini adalah mempertahankan karakter unggul Yamaha M1 dan mesin inline 4 di sirkuit Silverstone yang hampir semua jenis tikungannya berjenis cepat dan flowing mengalir. Di sirkuit ini, mayoritas motor beraselerasi menggunakan sisi tepi ban, dan melakukan banyak aksi pengereman saat motor berada dalam keadaan miring serta tidak banyak pengereman atau akselerasi saat sepeda motor tegak.

Sobat bisa lihat bahkan T1 nya saja flow dan tidak membuat pembalap melakukan hard-braking yang ‘biadab’. Silahkan sobat lihat cara Fabio Quartararo overtaking Bagnaia, Aleix Espargaro dan terakhir Pol Espargaro. Semua dilakukan di tikungan flowing di mana terlihat betapa cepatnya Fabio menyapu spot tikungan itu tanpa bisa dikejar oleh ketiga motor saingannya tersebut yang kebetulan berkonfigrasi V4 semua.

Dan tikungan berjenis flowing sangat bergantung pada edge grip, atau grip ban pada sisi samping ban. Memang menurut data Michelin, pilihan ban depan soft adalah pilihan terbaik soal grip di sudut kemiringan ini. Bisa bayangkan, Michelin sampai berani kasih pertimbangan bahwa walaupun digeber oleh pembalap agresif ataupun ketika temperatur naik, grip saat menikung miring ban depan soft adalah yang terbaik.

Selain soal data, TMCBlog yakin sepanjang race weekend Fabio Quartararo dan Gubellini juga melakukan fine tunning dalam memaksimalkan ban depan soft ini. Kalau bro sekalian simak data, secara umum Fabio memakai ban soft depan ini bukan ujug-ujug loh. TMCBlog mencatat bahwa Fabio menggunakan ban depan pre-heated soft di FP2 sebanyak 7 lap dimana ban ini telah digunakan sebelumnya selama 18 lap dan dilakukan treatment pre-heated sebelum dipakai. Ini jelas bukan soal hitung kancing, bukan main-main dan bukan ghoib ghoib. Lalu kenapa cuma Fabio doang yang paling sukses pakai ban depan soft dan bertahan sampai akhir race?

Yaaaa, jangankan Fabio, Marc Marquez sendiri di Austria 2 sebelumnya juga bisa kan mempertahankan durabilitas ban depan soft di banyak lap sebelum Flag To Flag terjadi.  Jadi ini jelas bukan soal keberuntungan, ini tuh sains. Selain itu boleh dibilang semesta juga sepertinya ikut mendukung riset sains yang dilakukan Fabio dan Gubellini. Di saat race temperatur trek tidaklah ‘terlalu hangat’ dia manteng di maksimum 24º C saja. Tidak seperti di sesi FP4 yang sempat mencapai 27º C dimana perbedaan 3º C ini bisa jadi berpotensi merusak durabilitas ban depan soft.

Okey itu soal eksternal; ban dan cuaca yang sepertinya berhasil ditanggulangi dengan sangat maksimal oleh Quartararo berkat bantuan tim yang dipimpin Gubellini. Namun sebenarnya apa yang menjadi kunci perubahan Quartararo tahun ini? Kenapa terkesan hanya dia seorang di Yamaha yang kencang? Apakah Yamaha sudah seperti Honda di mana pengembangannya Fabio-centris sekarang? Untuk hal ini pernyataan Diego Gubellini kepada kolega jurnalis Lucio Lopez mungkin bisa menjawabnya; “Praktis tidak mungkin memiliki sepeda motor dengan konfigurasi ideal untuk keempat sektor. Yamaha membutuhkan lebih banyak bantuan dari pembalap. Ini (Yamaha M1) adalah motor yang bermasalah untuk tampil baik di semua bagian (sektor) sirkuit. Oleh karena itu, pengendara harus lebih banyak membantunya, karena di bagian trek di mana sepeda motor tidak dapat bekerja ‘pada tempatnya’, pengendaralah yang menafsirkan kebutuhan sepeda motor dan menyesuaikan posisinya untuk membantunya bekerja sebaik mungkin.”

Pada dasarnya Gubellini mau mengatakan bahwa Fabio lah yang berupaya menemukan sendiri gaya riding terbaik yang diinginkan oleh Yamaha M1 untuk dapat maksimal di semua sektor sirkuit. Oleh karena itu bukan hanya di sirkuit sirkuit yang cocok dengan karakter mesin inline-4 saja sekarang, bahkan di sirkuit berkarakter stop and go sekalipun, Fabio minimal bisa konsisten berada di barisan terdepan terutama jika cuaca konstan saat race. Fabio mampu memahami bagaimana ia harus menyesuaikan gaya berkendaranya dalam mengendarai Yamaha M1 dan tidak melakukan hal sebaliknya yakni membawanya ke titik krisis dengan memaksakan setup motor agar adaptif dengan gaya berkendaranya. FYI sob, Gubellini ini sebelum menjadi crew chief Quartararo, ia berangkat dari insinyur elektronik dan sebelum di Yamaha, banyak melihat dan menganalisa data data elektronik dari Marc Marquez ketika bekerja di Honda.

Adalah sebuah sejarah tersendiri buat Silverstone di mana Top 6 finisher berasal dari 6 pabrikan yang berbeda di mana dua motor inline-4 sementara empat lainnya adalah motor V4. Dengan crank yang memanjang ke samping, maka natureinertia mesin inline-4 cenderung cocok dengan karakter sirkuit Silverstone. Ibarat kata dengan karakter inersianya, Kalau inline-4 sedang menikung, maka akan hadir kecenderungan inersia-kelembaman (kemalasan/kebebalan) yang membuatnya ‘terus terusan ingin menikung’. Oleh karena itu pada speed corner, inline-4 cenderung lebih cepat. Jika kita lihat di grafik atas, memang data race pace Rins dan Fabio terlihat mengungguli ke empat kompetitornya di Top 6. Bisa jadi memang karena faktor inersia ini.

Dan jika dilihat lagi grafik dari Top 3 kita bisa menganalisa bahwa pasca lepas dari Lap 5, Fabio seperti mencoba pinjam palu godam Lorenzo dan menggetoknya dengan keras selama sekitar 5 lap dari lap 6 sampai 10 untuk menjauh dari kejaran motor motor di belakangnya.

Sementara itu di sisa setengah balapan terakhir (10 lap terakhir) yang dilakukan Fabio adalah mencoba utuk konsisten di race pace 2:00 . Semua ini jelas bisa dilakukan karena ia sudah yakin benar dengan ban Michelin depan belakang yang mensupportnya saat ini berkat riset mendalam semenjak sesi latihan di hari Jumat. Akhir kata di Silverstone ini Fabio Quartararo berhasil memaksimalkan semua keunggulan sifat alam dari mesin inline 4. Dia tahu inline 4 mampu unggul di sini, namun dia tidak berleha-leha sampai menyisakan sedikitpun celah kosong kelemahan yang bisa dimanfaatkan oleh kompetitornya. Silahkan dikunyah-kunyah sob.

Taufik of BuitenZorg | @tmcblog

 

86 COMMENTS

    • Kenapa jomir tidak bagus di silverstone? Motornya inline 4. Pilihan bannya sama dengan yg lain2. Apa setingannya ga bagus. Atau pembalapnya kurang menguasai sirkuit. Jalan cerita jomir mirip dengan bagnaia. Terlihat meyakinkan di awal balapan tp letoy di akhir. Apa karena bannya habis?

  1. Beruntungnya yanaha punya Taro yg cepat beradaptasi dan umurnya masih muda, setelah gagal dgn Vina dan Legend yg kelamaan gak segera pensiun, tinggal Morbi apakah akan tetep konsisten bagus nantinya

  2. berarti berbanding terbalik dgn Vinales ya,,
    Quartararo berusaha berubah menyesuaikan kemauan motornya sesuai kondisi, sdgkan Vinales berusaha merubah motornya agar sesuai dgn dirinya,,
    berarti Quartararo ini apakah Marc nya Yamaha ??

    • Mungkin bakat Vina gak kalah, beda di sisi memanagement masalah, taro lebih banyak solve problemnya positif, mental dan psikis nya beda,implementasi beda, ada masalah di race penangananya beda, kalaupun memang ada dikit2 “sabotage” ya wajar sih?, dah pada jengkel mkn crew nya sebelum2nya selalu disalahkan vina

      • Saya setuju komen bro gandos…vinales pembalap bagus dan rupawan. Performanya disirkuit sering sesuai mood,krg bisa mengelola emosi saat race. Klo mood bagus baru bisa kenceng dia. Nah beda saat latihan yg santai dia sllu cepat,sampe byk memberi julukan juara latihan atau kwalifikasi.

  3. Karena cuaca dingin, banyak sendok belakang ducati di copot ya wak.
    Berarti claim mereka soal fungsi sendok memang benar2 untuk mendinginkan ban belakang. Downforce cuma bonusnya

      • Saya ada kepikiran begini, semua alokasi “mesin” yg dianggap bagus semua dipakai oleh quartararo dan yg lainnya dipakai Vinales Rossi dan morbi. Kan mesin di segel alias mesin yg sama. Apa saya salah mencerna informasi.

  4. Fabio adaptif dgn M1 sementara 3 yg lain sunmori. Kemarin pertanyakan kemana Rins, soalnya jg bagus disisni. Sementara itu Mir mundur alon2

  5. yg patut disayangkan Mir sih,, yah walaupun dia struggle di berbagai sesi latihan utk race pace, tapi gw berharap dia kasi kejutan seperti Rins,
    kemungkinan besar dia salah pilih ban, soft front kyknya hanya bekerja dgn baik kalo dipakai kombi M1 dan Quartararo,

    • Betul, Rins juga saya lihat mau bantu Mir. Sampe dia nyalip Mir dan pikir okelah ini bukan hari dia. Dan poin klasmen semakin menjauh walaupun Mir naik posisi.

      • Berat buat Mir kalo mau juara dunia dengan cara musim lalu, apalagi motornya cuma diotak-atik dikit aja, gak sebanyak pabrikan lain yang lumayan maju walaupun sama2 berbasis motor 2020. Tapi kalo mampu finish runner-up klasemen akhir sih kita gak bisa bilang dia hoki lagi.

  6. Quartararo ini sebenernya bakat bagus dari awal tapi ibarat intan ga terasah alias terpoles dengan baik jadi kusam tapi pada akhirnya seseorang berhasil nemuin dia secara kebetulan dan kilaunya terasah secara ga sengaja. Di moto3 dia harusnya papan atas tapi Leopard yg tadinya make NSF250RW beralih ke KTM RC250GP dan usia 15 taon pindah motor dgn karakter berkebalikan ditambah performa mesin yg ga segalak sebelumnya, dia jadi terkesan biasa aja sampe karir di moto3 hampir abis dan dia harus buru2 naik kelas krn ga ada pilihan bagus buat stay di moto3. Di moto2 pun bakat dia ga bisa terexplore maksimal krn faktor adaptasi, kepagian naik kelas, dan hampir aja senasib ama Zarco harus ngendon disono sampe beruntung dapet tim bagus, tapi sebelum itu semua terjadi Petronas ga bisa dapetin salah satu dari Pedrosa ato Lorenzo. Pilihan paling memungkinkan dan murah adalah narik pembalap muda moto2, Quartararo masuk radar. Di tim yg sedari awal (klaim yg punya tim) adalah mengasah bakat muda, bakat Quartararo perlahan mulai nampak. Dikasih motor tua bisa pole dan sempet bikin Marquez crash saat coba niru racing line (monmaap epbeer, faktanya ada di gp Sepang), nekat minta bayaran dikurangi demi dapet spek yg mendekati pabrikan di 2020, akhirnya jadi dominator di awal musim 2020 tapi gagal jurdun krn masalah mental sampe akhir 2020 harus cari psikolog. Tapi skrg di usia yg baru 22, kematangan skill dan mentalnya mulai terlihat. Dikepalanya ga ada dikotomisasi sirkuit motor ini sirkuit motor itu kaya pembalap alakadarnya yg cuma bisa menang di sirkuit yg cocok di motornya. Penampilan paling konsisten, gw sangat yakin dia mampu juara dunia 2021. Kalimat yg amat dibenci epbeha dan epbeer kemudian diplintir seolah2 gw overpede begitu meleset jadi bahan nyinyiran tapi kalo bener ngumpet ga komen lagi. Dulu pernah gw bahas dia jago manage ban aje ada tuh yg ga Terima dan berusaha plintir2 kalimat gw, tapi bukti nyata adalah Quartararo yg paling bagus dalam manage ban kan? Quartararo harusnya jadi pelajaran buat KTM dalam hal memoles Iker Casillas, itu bocah seumuran Quartararo saat naik kelas dan sebenernya mirip klo ga boleh dibilang sama dalam hal kepagian naik kelas. Tapi kalo bener cara polesnya, pasti akan muncul hasilnya. Skrg aja Iker udh keliatan makin klop dgn RC16, dan bisa bejalan dgn pembalap2 HRC lapis kedua. Sayangnya KTM terlalu buru2 naikin pembalap moto2, khawatir bakatnya diambil pabrikan rival wajar tapi kalo keseringan naikin pembalap yg ada ga akan dapet pembalap yg bener2 bagus. Contoh nyata Oliveira aje gamau tandatangan perpanjangan kontrak, dan buang semua rider Tech3 utk diganti dgn full rookie adalah sangat berisiko. Mereka belon tentu lebih baik dari Casillas.

    Btw Coba inget2, siapa komentator dimari yg sangat memuji bakat Quartararo di awal 2020 dan berani memprediksi dia akan jadi pembalap top? Hanya krn ga konsisten kemudian mereka para epbeer dan epbeha kegirangan sesaat dan mulai pelintir2 komennya, tapi liat skrg. Gw kan berkali-kali bilang, kalo ga bisa terima komentar alias hasil pikiran orang lain tinggal tunggu waktu aje. Skrg keliatan kan satu dari puluhan komentar gw terbukti? Menerima kenyataan memang sulit, ditambah hati dan pikiran kotor akhirnya cuma bisa ngumpat dan nyinyir tapi kenyataan biasanya berpihak ke org yg mau buka pikirannya.

      • Quartararo, 99% jurdun. Kemungkinan Zarco dan Mir masing2 cuma 0,4%, Bagnaya 0,2%. Jadi nanti kita cuma liat perebutan runner up, Mir dan Zarco kesusahan menang tapi konsisten, Bagnaya bisa menang tapi fluktuatif. 3 orang itu yg punya kans besar bakal berebut runner up meskipun sebenernya posisi 2-6 klasemen sementara (bahkan seorang Binder-KTM) bisa aja saling sikut2an curi2 posisi 2 klasemen akhir.

    • bisa dibilang ini momen nya klop semua, F1/4 sudah semakin matang, problem utama M1 solved, punya kepala kru yg tahu seluk beluk rider acuan saat ini, sebelum kena musibah. makin rame ini klo F1/4 bisa mempertahan kan performanya next season, dan Marquez bisa kembali k top performanya. ah… Nostalgia sebelum Doohan mendominasi.. asiiiik rame

    • kang, buat orang awam yang cuma dukung merk motor atau ngefans mati2an sama 1 pembalap, gak akan pernah luas wawasannya.
      no problem sih sebetulnya, krn itu pilihan mereka masing-masing..

      Gw ngefans sama mm, tapi gw gak akan lupa apalagi ngeremehin VR yang bikin gw jatuh cinta sama motogp.
      Dan dari 2 tahun lalu gw udeh liat potensi FQ bisa ada di papan atas. Tahun lalu hanya kurang beruntung aja, dan tahun ini dia udah berubah jadi sempurna. Well done FQ!
      Gw yakin 90% musim ini FQ bisa keluar sebagai pemenang.
      Dan gw masih berharap persaingan antara MM dan FQ di musim depan makin seru!

    • Gw pikir malah Yamama mulai belajar nerima kenyataan kalau cuma FQ20 yg bisa mereka andalkan sekarang sambil berharap kondisi seperti ini bertahan sampai akhir musim.

      Lin Japri malah gw liat kyk komentator pensboy2 dimari yg nggak bisa cerna konteks data, itu MV12 kok bisa2nya dpt gaji kedua tertinggi dan perpanjangan sampe 2022 padahal sulit konsisten. Yeah, favoritisme udah menjalar pada team manajer.

      Soal ban, gw mulai mikir ban Michelin ini random banget yak atau emang diatur ama DORNA yg dapet SOFT kualitet super ama SOFT abal2 diganti2 tiap balapan?

    • nah ini yg gw maksud suka pelintir2 komen gw biar terkesan gw yg asal jeplak?????

      Kayanya diatas ga ada gw bahas Alex Markus, lagipula yg gw bahas Quartararo dan prediksi ttg calon bintang menurut gw taon lalu, jg pembuktian komen gw yg pernah bilang Quartararo ga bergantung kepada motor x trek x, jg jagonya dia manage ban. Ada jg yg gw bahas Iker lebih layak dipertahankan ketimbang ambil resiko masukin full rookie. Segitu banyak gw nulis lu keliatan ga ngarti ato ga bisa ngunyah, terbukti yg lu tulis cuma ngakngekngok propaganda karangan lu doang dan jauh dari yg dibahas di artikel atopun yg gw bahas di komen. Kalo mau bantah gw ya minimal pembahasannya sama, jadi enak dibaca dan didiskusikan. Capek2 gw nulis reply lu sebatas itu aje.

    • Nuhun akang tulisannya mantap dan sesuai realita, ,,,gue pernah komment bilang klw g ada yg aneh2/kejadian luar biasa, maka FQ20 berpeluang sgt besar juara dunia,,,itu aj lgsg diserang fans nya Mir sama ducati,,hwkwk,
      Mereka pikir fabio masih sama kyk musim lalu, setengah musim drop,,,
      Era baru motogp dimulai, marquez bakal kesulitan melawan Young Guns, macam fabio, Mir, Pecco,,dan ditambah yg punya potensi papan atas itu martin, binder, oliviera

      • Salah satu tantangan nulis komentar di tempat yg udah seolah terbangun fanbase besar tertentu, adalah dihujat ketika kasih opini jujur namun bersebrangan?

  7. Susah, ini bukan balapan jamannya rossi, rossi kalo dah didepan kadang bisa mundur posisi 5 , bisa balik posisi 1 lg, jaman sekarang kayanya susah,

  8. ban ban ban, sebegitu jauhkah beda medium dan soft ?

    baca di gpone.com, bagnaia dan rossi heran dengan ban yang begitu cepat drop.

    miguel apa cerita ?

    sorry to say, france meet france .. what do you expect ?

    • What about Zarco then?
      Stop poisoning your brain with toxic mindset

      Before you spread nonsense, please take a look at Fabio’s practice times and methods.

      Ayolah bro, dimana ada hasil yg baik disitu ada usaha yg cerdik dan kerja keras.
      Jangan berpikir ketika ada yg outstanding dari pesaing, lalu mikir “wah ini mah…. Wah ini pasti….” Dengan instant
      tanpa liat proses

      • Padahal isi artikel sudah menjelaskan dengan gamblang loh, kita juga bisa lihat sendiri datanya di situs resmi motogp. Bahkan kalo baca artikel mulai dari FP1 juga sudah keliatan usaha risetnya Fabio tapi masih aja ya dia bilang “France meet France” .

        Kecuali kalo kita ga bisa lihat usaha risetnya, tiba2 moncer begitu aja, naaahhh….baru dah bisa bilang “France meet France”

        Yang sabar ya bro ngadepin orang kayak gitu.

    • Sekali-kali ikut komen ah, biasanya silent reader tapi komen ini udah keterlaluan.
      Siapapun anda dibalik nick RS84, TWOLOOOOOLLLL baca cooook diartikel dijembreng jelas gitu masih pake komen sampah gini

  9. Joss taroo
    Oiya wak haji, sekalian cb bahas dinamika tim dong. Soal kemungkinan VR46 & Aramco “kecele”. Karena gara2 sekarang Petronas mundur & SRT belum jelas nasibnya, sementara VR46 udh kandung kontrak sm Ducati. Apa mungkin krn inikah smp sekarang msh blm ada konfirmasi sponsor dr Aramco/Tanal ?

    Padahal kalau skenario & timingnya pas, Petronas SRT out, VR46 Aramco langsung masuk gantiin jd satelit timnya Yamaha. Udh pasti joss banget tuhh

    • Petronas dan srt mundur tapi Razlan dah fix buat tim sendiri dsponsori with u ngab. Yg diprank adakah rossi oleh aramco kyknya.

  10. Iya kalo terlalu sering buat salip salipan bannya malah gampang hancur,beda dgn ban kiriman dr helicopter jaman dulu,ban jembatan batu dulu aja kebanyakan cuma duel 1on 1 sampe garis finish

    • @gremut, motogp jaman dulu (sblm pk jembatan batu) bannya disesuaikan sama pesanan tim.
      spt tahu bulat yg digoreng dadakan.
      jd jumat sabtu tim balap melakukan observasi penggunaan jenis ban utk hari minggu. begitu data didapat langsung calling produsen ban, minggu pagi pesanan ban sudah tersedia.
      itu yg dimaksud kiriman helikopter.
      dan karena alasan penghematan, kemudian terbit aturan spt sekarang.
      kurang lebihnya spt itu. soal teknisnya bs tanya ke wak haji.

  11. Namun agak kurang setuju dengan gubelini tentang pembalap lain diyamaha. Liat saja Rossi selain krn faktor U dan pensiun,CC lama di v4 dan cmtes rider, dixon hanyalah mencoba m1. Bedalah klo yg pegang vinales atau morbidelli. cmiiw

  12. Kalo lihat analisis ini, berarti pendekatan terhadap race dari Fabio udah sama seperti Marc (di masa jaya 2019) ya wak?

    FP1 dan FP3 dipake time attack biar langsung lolos Q2, terus FP2 dan FP4 dipake riset ban dan race pace.

    Kecuali ada kejadian luar biasa, rasanya emang hampir pasti jurdun musim ini Fabio..

  13. Yamaha yg secara kebetulan klop sama Taro, atau malah sebenarnya si Taro ini adalah “ALIEN” yg tersamar?
    Menurutku Taro akan bisa cepat adaptasi dgn motor lain juga. Tapi dgn sejarah arm pump, sebaiknya dia tetap memilih motor inline.
    Aku yakin saat ini banyak tim lain yg tertarik utk ambil pembalap tsb, dan ducati sudah mencoba mendekati di 2019 saat si Taro rookie.

  14. Mencermati analisa TMCBLOG diatas, ada benarnya pendapat Rossi pada masa lampau, bahwa pembalaplah yang berperan, tidak hanya motor. Saya teringat juga pada Stoner, dimana dia bisa membuat Duca** waktu itu bekerja dengan baik, dan ketika pindah ke hon** dia juga masih mampu membuat motornya juara. Pembalaplah yang bisa mengerti bagaimana memperlakukan motornya supaya bisa melaju cepat di sirkuit

    • Dulu sekitar tahun 2010an kalo ga salah, pernah ada bahasan motor atau pembalap.
      Gw pilih pembalap, pembalap jelek motor bagus ga akan bisa juara. Sebaliknya pembalap bagus motor jelek, setidaknya dia bisa maksimalkan potensi motornya atau menutupi kelemahan motornya dengan skillnya dia (adaptasi dengan teknik atau cara baru misalkan)..

  15. Pembalap yg kuat, Motor yg hebat, dan perlu sedikit keberuntungan.

    Itulah 3 faktor penting yg saling berkaitan untuk mnjadi juara moto GP.

  16. Buat yg pake soft
    Perbandingan antara analisa michelin dengan posisi akhir
    Fabio : gak agresif ( posisi 1)
    Joan : cukup agresif ( 9)
    Peco : sangat agresif ( 14)

  17. Keknya chance titel Fabio sudah terlalu aman..

    Bagnaia sebelum race bilang :semua oke, ready to win..akhirnya gone..

    Mir struggle bgt seri ini, mulai dr electronic, sampe feeling front end, pdahl dia butuh semua sesi buat fine tunning karena disini dia rookie tp malah kbanyakan buat troubleshooting, trakhir cma naik moto3 di 2017

  18. Jangan lupa wak, selain keagresifan #20 dan kuatnya Yam, juga setting suspensi nya terhadap ban dibahas juga dong, unik nih mbak Michel type soft nya

  19. Apakah besoknya motogp bisa pakai 2wd Wak Haji??, jadi speed corner bisa nambah kecepatan, seperti pengalaman simulasi di game ps1 Gran turismo waktu makai mobil 4wd audi quatro bisa dengan mudah nyalip di tikungan tentunya dengan teknik driving seperti motogp inline4, brake sebelum tikungan trus gaspol saat masuk tikungan, ban mobil ga kehilangan traksi dan akselerasi lebih cepat, lawan dengan mobil dengan hp lebih besar cuma bisa domblong melongo dan pasrah melihat bokong semok audi quattroook wkwkwk

  20. setelah di kunyah kunyah
    Fabio mirip spt Marc,
    mendominasi di sirkuit yg cocok dan bisa bertarung untuk podium di sirkuit yg kurang cocok

  21. ide saya sederhana, di masa depan motor memakai ban dari besi, dan jalan aspal diganti diganti magnet, jadi ga ada lagi ceita ban aus, plus ga mudah tikorosod

  22. M1 pabrikan + FQ = Sukses, kalo lainnya memble karena VR sudah tuwir, Dixon anak baru, CC juga sudah tuwir and lama gak balapan, jadi nanti kalo FM sudah pulih, dikasi M1 spec pabrikan, bakal joss juga pastinya, FQ dan FM bakal jadi duet maut seperti era VR & JL dulu

  23. sebetulnya melihat gp austria 2 kemarin menunjukkan potensi Taro, dimana bukan kondisi terbaik buat motornya masih mampu 3 besar (sebelum hujan). dengan kondisi itu tentu dia semakin kuat di trek yang cocok untuk inline4

  24. https: //www.gpone.com/en/2021/08/28/motogp/quartararo-i-struggled-with-the-soft-i-wont-touch-it-anymore.html

    https: //www.gpone.com/en/2021/08/29/motogp/bagnaia-demands-explanation-from-michelin-after-being-3-seconds-slower-than-in

    ban kok gacha

  25. Monmaap, yg bilang kasus Vinales cuma krn geber2 cuma media2 dan blog2 disini. Di media luar yg lebih kompeten udh pada jelasin kok pokok permasalahannya adalah Vinales sengaja ga naikin gigi sampe over limit berkali2 yg berpotensi ngerusak mesin.

  26. Bagnia dan Mir mengeluhkan soal performa ban Michelin FQ20 tidak, jd ada prasangka yg ga-ga secara Bagnia dan Mir duo yg bisa Hambat pembalap France jurdun, apakah ada peran pemasok ban?

  27. bagaimana dengan kasus nya bagnaia? apa karena motor dia v4 jadi ga dapet keunggulan dari ban soft michelin? tolong yakinin saya kalo bener ini murni dari skill nya fabio ngatasin ban

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version