Home MotoGP Gigi Dall’Igna Juga Usul DRS Ala MotoGP Memanfaatkan Ride Height Devices

Gigi Dall’Igna Juga Usul DRS Ala MotoGP Memanfaatkan Ride Height Devices

32

TMCBLOG.com – DRS (Drag Reduction System) di kejuaraan Formula 1 pertama kali digunakan pada tahun 2011 berfungsi untuk memberikan speed boost atau tambahan kecepatan yang berguna untuk memudahkan para pembalap untuk menyalip para rivalnya. Ketika DRS diaktifkan, sayap belakang mobil akan menggerakkan flap yang akan mengurangi drag (hambatan udara) dan secara instan akan mengurangi downforce mobil.

Dengan ini, DRS dapat meningkatkan kecepatan mobil hingga 10-12 km/jam. Namun pada Formula 1 tidak di semua zona trek pembalap dapat mengaktifkan DRS. Para pembalap boleh menggunakan DRS dengan syarat tatkala mereka berselisih satu detik dengan mobil di depannya dan ketika berada di zona yang telah ditentukan. Tanda posisi pengaktifan sistem DRS disebut titik deteksi yang tersedia di trek lintasan. DRS diaktifkan ditandai dengan hidupnya lampu pada dashboard mobil.

Secara umum DRS ini berpotensi menambah tingkat keseruan dari suatu gelaran balap tidak terkecuali MotoGP yang pastinya tidak 100% bisa mengcopypaste regulasi DRS karenakan MotoGP melarang penggunakan active aero atau sayap-sayap peranti aerodinamika yang bisa digerakkan secara aktif oleh sebuah sistem pada sepeda motor baik secara mekanis maupun secara elektronis. Namun begitu tetap ada kemungkinan MotoGP mengadopsi regulasi DRS ini dengan hal-hal yang sudah ada saat ini. Dan hal tersebut adalah shape shifter atau yang juga dikenal dengan Ride Height Device (RHD)

Akhir tahun lalu, Livio Suppo sempat mengemukakan ide ini. “Saya punya ide yang terinspirasi oleh F1 dan menggunakan perangkat penurun bagian belakang hanya pada titik-titik tertentu saat mengikuti pengendara, seperti DRS.” begitu kata Suppo. Entah ide Livio ini sempat didengar juga oleh Gigi Dall’Igna atau tidak, namun secara umum baru baru ini Gigi mengemukakan ide yang senada dengan ide dari Suppo itu, namun dengan sedikit perbedaan.

“Menurut ide saya dan ide Ducati, (rear height) devices ini harus digunakan sebagai semacam ‘sistem menyalip’, yaitu untuk menyalip motor di depan,” kata Dall’Igna kepada Speedweek.com. “Misalnya, anda boleh mengizinkannya digunakan sepuluh kali per balapan pada hari Ahad, tidak lebih.” See, kelihatan senada kan? Secara umum ide mendasarnya sama yakni menggunakan RHD sebagai tools ala-ala DRS tetapi bedanya ide dari Dall’Igna adalah pembatasan RHD bukan dikarenakan pembatasan area kerja, melainkan jumlah pengaktifannya dalam satu race weekend. Hmmm not bad!

Taufik of BuitenZorg | @tmcblog

 

32 COMMENTS

    • Oh udah pasti itu mah.
      Kayak di tongkrongan aja misalkan ada yg usul hiling ke Bali, pasti dia yg usul udah punya niat dan udah nyusun itinerary selama di Bali.
      Jadi jalan atau gak mah urusan belakangan ye khan? 😀

    • Ogut mikirnya ini bukan sekedar RHD 😂
      Gak sesimpel itu MotoGP

      Contohnya deh
      – Ketika ECU PIRELLI diremehkan oleh pabrikan Jepang dan beranggapan akan sama halnya dengan ECU inhouse mereka, faktanya?! Kelabakan mereka harus cari teknisi ECU Pirelli aseli 😂 dan akhirnya tertinggal akselerasi dari Ducati

      – Ketika ban Michelin dihadirkan, mungkin para pabrikan gak sesampainya mikir harus kerja ekstra untuk bisa buat klik motornya dengan ban Michelin tersebut, bisa jadi awalnya mereka beranggapan Ahh ban karet seperti halnya Bridgestone 🤣 faktanya?! …

      – Sekop swingarm saat dryrace ?? 😂
      Dan banyak lagi …

      • Om nug saran saja kalau berniat bikin konten serupa coba pake motor beat, karena sejauh ini saya melihat rata-rata yang keropos itu ada d motor beat, sedangkan Genio, Vario dan Scoopy kasusnya masih jarang

        anehnya Genio yang notabene adalah motor yang pertama pakai esaf, malah sepertinya rangkanya lebih bagus

        koreksi kalau salah, tapi kalo bener semoga bisa d pertimbangkan, karena saya sangat curiga bet aman rangka esaf nya honda beat

  1. Masih suka motogp yg ngesot2 dan godeg2 bannya kalo mau nyalip atau akselerasi.sama salip2an di tikungan.itu yg membedakan motogo sama F1.lebih suka late brake nya kalo nyalip daripada pakai DRS.

  2. Yaaaaaa, gimana ya jgn samain F1 sama MotoGP gituh, ga semua anak motor suka dengan F1 dan sebaliknya, kalo MotoGP dibentuk seperti F1, gaakan menarik penonton F1 persentasenya ga banyak dan malah membuang penonton yg dasarnya suka motor, karena kebanyakan penikmat motor itu suka simplicity dari sebuah motor, dri sekian banyak motor kencang yg beredar, kebanyakan rider setuju Yamaha R1 paling memberikan kesenangan berkendara, so kalo dorna emang mau meningkatkan penonton MotoGP, fokus penontonnya siapa sih? Yg beneran suka motor, bajak penonton F1, atau random aja? Kalo udh tau fokus penontonnya siapa, jadi tau nyetel regulasi harus gimana, sesuai ga sama ekspektasi pembalap dan penonton, kalo ngikutin pabrikan pasti banyak maunya dan condong nyari celah, iya MotoGP itu balap prototype tapi yo yg make sense gitu loh, motor jgn disamain sama mobil, rnd mesin udah gabisa? Apa gitu ngutak ngatik ecu kali nemu firing order baru, ya silogismenya memang udah mentok engineernya alhasil yg ada celah cuma aero device, tpi sayang aja dari sekian banyak hal kenapa aero device.

  3. Dengan ini, DRS dapat meningkatkan kecepatan mobil hingga 10-12 km/jam.

    Katanya pengen nurunin cc untuk membatasi kecepatan, ini mau nambah DRS yg bisa meningkatkan kecepatan.
    Hhmmmm syulit syulit

    • duh, ga ada yg bilang mau bikin drs di motogp.

      jadi gini, kalo di f1 kan drs cuma boleh dipake di zona tertentu, di lap tertentu, di posisi tertentu.

      motogp yg skrg kan semuanya pake RHA. ada usulan supaya RHA cuma boleh dipake di waktu tertentu,

  4. RHA gak terlalu berpengaruh besar sebenarnya,
    Mending aktive winglet aja sekalian,jadi pas gak aktif fairing akan clean tanpa sayap tapi saat di DRS zone,gap dekat, dan udah disetujui pengamat Dorna baru aktif,dgn begitu potensi fight mungkin lebih besar

  5. Pandai2 si rider memanfaatkan 10x kesempatan menggunakan RHD ini, tapi kyknya rider bakalan ga suka sih krn bakalan nambah beban pikiran dan mental lagi bagi mereka, yg skrg aja udh cukup complicated, salah/lupa dikit akibatnya bisa fatal, beda dgn F1 yg drivernya lebih rileks dan bisa komunikasi juga dgn team di Pit,

  6. Skill pembalap tidak lagi terlalu kelihatan.. serunya mereka mengatasi sliding.. serunya mereka whellie di atas 100 kpj.serunya ban belakang godeg2 ilang..

  7. Ketika skill tidak lagi dominan akibat semakin berkembangnya teknologi motoGP yang memudahkan para rider, maka status mereka berubah menjadi operator mesin layaknya buruh pabrik.

  8. Opa Jiji sudah tau manfaat RHA sampai ga rela kalo part ini akan ada wacana dihapuskan. Dia pede abis karena so far aero device Ducati yg paling ampuh.
    Kalo di F1 ada Newey, di Motogp ya ada simbah satu ini. Regulasi ditulis dengan bahasa yang sama, tapi tidak semua engineer bisa mengejawantahkan ke atas track dengan hasil yg sama kencangnya.

  9. Usul ini 90% akan diterima darno karena berasal dari ducato, duo japang kemungkinan iyain aja karena masih strugle ama motor mereka sendiri, duo eropa kemungkinan akan sedikit menentang karena motor mereka butuh RHD ini di setiap tikungan untuk akselerasi, yang jelas ini adalah usaha ducato agar RHD tidak dihapuskan, padahal seharusnya prototype itu yang diubek2 mesin sasis ama ecu, karena setelah berhasil di balapan baru diturunkan ke produksi masal. aero dan RHD kagak ada yang digunakan di produksi masal, beda dengan F1 yang memang adu kuat teknologi mutakhir.

  10. wah baru nyadar nih…
    thumbnail nya Vinales pas lagi ambles shock belakangnya…begitu dibukak mak byaakk jadi Pecco…tralalalala

  11. Padahal tinggal copot semua winglet dan rhd doang murah meriah seperti motogp yg dulu

    kalo bisa dibikin rumit ngapain dibikin mudah, hidup dulkati

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version