Sunday, 22 December 2024

Ngaji di Blog . . . . Bertoleransi dalam Hal Khilafiyah

pict : ervakurniawan.wordpress.com

Bro Sekalian, di Islam banyak sekali kita temui benturan-benturan pendapat yang menimpa kaum ini. Ada yang mempersoalkan mengenai Qunut dan tidak Qunut dalam sholat subuh, jumlah rakaan shalat Tarawih 11 rakaat atau 23 Rakaat, Duduk tahiyat akhir dengan menggerakkan telunjuk atau tidak, kontra opini menentukan waktu Imsyak dalam Puasa .. .  10 menit sebelum subuh atau pas subuh sebagai pembatas waktu makan/minum. . . . Ya rabb, masa’ Negara lain sudah sibuk mempersenjatai diri dengan Nuklir, kita masih disibukkan dengan hal-hal Khilafiyah macam Qunut-dan Tidak Qunut

Terus terang, saya sendiri sangat menghindari perdebatan masalah Khilafiyah, karena biasanya takkan berujung dan akan menjadikannya debat kusir yang nggak berfaedah. Bila di sebuah masjid melakukan qunut di sholat subuh ya saya ikutan, bila nggak qunut ya ikutan nggak qunut . . . wis gak usah dibuat susah. Bila ditanya mana Yang benar sholat tarawih 11 Rakaat atau 23 rakaat? Kujawab keduanya benar karena punya penjelasan hadis masing-masing . . . Lha siapa yang paling beruntung . . . ya dua-duanya beruntung ..  . yang Nggak beruntung yaaa . . . yang Nggak Sholat tarawih . . . wis githu aja, gak usah dibuat sulit he he he he . . . so . . . mari bro, sekedar mengingatkan bagaimana bila kita lebih membuka hati kita terhadap perbedaan khilafiyah ini, jangan sampai masalah kecil dibuat besar sehingga memutus tali silaturahim . ..  jangan sampai kita seperti buih di lautan . ..  banyak tapi mudah dipecah-belah, Wallhu Alam . . . dan terakhir ingatlah firman Allah Subhanallahu wa Ta’allah dalam surat Ali Imran 103, berbunyi:

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, “

Taufik of BuitenZorg

48 COMMENTS

  1. nha ini…………salah salah satu yang aku banggakan dari warung mas taufik, ada artikel ini, meski secara ide hampir sama dengan warung juragan rondho……….but it’s ok….tapi ngomong2, email ku yang tentang artikel ini kok ga di bales mas taufik? what’s up?

  2. Setuju banget mas taufik…yang penting ibadah tetep jalan terus, meyakini apa yang kita yakini benar dengan tetep berpegang pada 2 sumber Qur’an n hadist…..:)

  3. Yups..utamakan ukhuwah islamiyah, untuk selanjutnya mengkaji sumber rujukan (al hadits), jika memang terdapat unsur khilafiyah ya udah kembalikan ke masing2, bagi yg benar atau salah dalam masalah khilafiyah semuanya insyaAllah mendapatkan pahala. Tetapi jika status al hadits yg menjadi sumber rujukan ternyata lemah, maka harus ditinggalkan.

    Wallahua’lam bishawab

  4. @ 10 Lekdjie
    kira-kira berlaku juga gak ya kalo kita mencela suatu produk, meski produk itu sebenarnya sih gak jelek-jelek amat lah 🙂 ?

  5. kalo ane pribadi kurang setuju…kita hrs punya satu imam (mahzab), memang islam itu mudah tapi jgn di mudah-mudahkan.
    logika ane begini, disaat ini kita ikut imam A, disaat laen ikut imam B, disaat laen lagi ikut imam C hanya utk mencari yg mudah saja…sama aja dong kaya orang linglung…
    afwan kalo ada yg salah mohon nasehatnya…

  6. ^^^
    mas bro, inilah yang menurut saya salah satu khilafiyah-nya….. mazhab sendiri dalam Islam diakui tidak hanya ada satu, jadi bagaimana bisa dipaksakan hanya ada satu? membahas ini secara berkepanjangan termasuk pula ke dalam khilafiyah………

  7. Waduuh giliran acara pengajian pada ga ada yg komen..giliran honda vs yamaha aja sampai 400 an…

    Tapi mas taufik,katanya kalau ga berpegang pada salah satu,imam mana yg akan mempertanggung jawabkan kita nantinya?.katanya disamping rosul,ada imam2 yg mempertanggung jawabkan pahala kita.kalo ga ngikutin bakalan ga di akui…”lho,kamu pengikut yg mana?.enak aja ngikut2 sini..sana kamu ke imam mu”..

  8. @15:Berpegang dengan satu madzhab bagus, tapi taqlid buta tanpa ilmu bodoh. Imam Syafi’i, ketika berkunjung ke pesantren Imam Abu Hanifah dipersilakan untuk menjadi imam shalat shubuh, tidak menggunakan qunut karena menghormati Imam Abu Hanifah. Buya Hamka yang Muhammadiyah, ketika menjadi imam shalat akan menggunakan qunut shubuh jika mengetahui ada ulama NU shalat dibelakangnya. Begitu juga Kyai Idham Chalid dari NU, kala menjadi imam shalat shubuh, tidak menggunakan qunut bila tahu ada Buya Hamka dibelakangnya. Sebuah toleransi yang indah. Tahu mana yang menjadi prioritas. Akan lebih indah jika jama’ah di satu masjid tidak mempermasalahkan hal2 khilafiyah seperti qunut shubuh dan jumlah raka’at tarawih, sehingga ketika yang meyakini qunut shubuh itu termasuk rukun shalat shubuh menjadi imam, dia tetap bisa menggunakan qunut shubuh, begitu juga sebaliknya, tanpa menimbulkan kehebohan dan perpecahan. Semuanya berangkat dari pemahaman sehingga tahu mana yang menjadi prioritas. Allaahu a’lam.

  9. @18..akur mas bro….itu namanya tahu sikon tanpa mengorbankan pemahaman terhadap agama. tapi mengkaji suatu kilafiah untuk pribadi itu sangat penting…sehingga ketika diakhirat nanti kita bisa secara jelas menjelaskan dan mempertanggungjawabkan keputusan dan perbuatan yang telah dilakukan. bukankah kita diwajibkan menuntut ilmu dari gendongan sampai kuburan (bayi sampai mati)!!!
    suatu hal itu dilakukan rosul kan karena ada perintah dan asal-usulnya….sehingga seumpama kita melakukan ibadah itu gak keblinger. bener kalo tidak pener kan bahaya…………

  10. hal hal yg seperti ini sebenarnya gak usah di perdebatkan……..
    toh dah ada masdhad yg mengatur dari keempat imam tsb….
    tinggal kita pilih aja mana yg kita yakini…..
    jangan sampe kita hanya memperdebatkan perkara yg sunah tetapi malah yg wajib kita tak tau sama sekali………..

  11. Meributkan khilafiah memang tidak ada gunanya. tapi mengetahui ilmu ibadah juga perlu agar tidak sia sia ibadah kita. Ibarat orang awam naik motor kemana mana selalu pakai helm agar aman tapi helm yang dipakai helm batok plastik, ya sama saja ga ada manfaatnya. jadi yang terpenting semua ibadah yang kita kerjakan kita tahu ilmu dan dalilnya jangan hanya karena ngikut kata orang saja. Jika ada perbedaan didiskusikan kalau sama2 punya dasar ya toleran

  12. @ 23. thelo…
    setuju, tapi bukan untuk dierdebatkan yang akhirnya memperuncing perbedaan, namun di mengerti untuk mencari kesamaan.

  13. khilafiyah itu dalam urusan cabang, klo urusan ushul seperti aqidah dan manhaj tentu namanya bukan khilafiyah lagi…

    contoh kongkritnya bener itu masalah qunut shubuh khilafiyah, tapi kalau ada yang ngaku Islam tapi nabinya bukan Nabi Muhammad Salallahu’alaihi Wassalam ini namanya bukan khilafiyah lagi…

  14. Assalaamu ‘alaikum wr.wb.

    sampurasuun, kumaha daramang baraya, sehat-sehat saudara-saudaraku????

    heheheh, yang ini yang Abah demen, walau para komentator sering bakar-bakaran, itu mah kan cuma guyon, jangan diambil hati, nah di thread ngaji ini semoga kita bisa kembali menyatukan hati mempererat silaturahiiim, Abah setuju sama mas Taufik dan para komentator yang pinter-pinter, semoga menambah ilmu bagi Abah …. hehehe …..

    akhirnya semoga kita semuga diberkahi Allah swt…. dilancarkan usahanya, termasuk para salesman yang masih bujang dan terutama yang sudah punya anak istri, semoga tetap laku jualannya, kasihan anak istri di rumah ……

    terimakasih

    wassalamu alakum wr.wb

  15. Assalaamu ‘alaikum ….salam persaudaraan bagi semuanya …..

    mengutip perkataan orang bijak sajach :

    “BERAMAL ILMIYAH …. BERILMU AMALIYAH…. ”
    (beramal berdasarkan ilmu…. dan berilmu untuk diamalkan)
    =========
    selanjutnya saya kutip lagi dua komentator di bawah ini :

    @ 27. speedy – Juli 9, 2010
    khilafiyah itu dalam urusan cabang, klo urusan ushul seperti aqidah dan manhaj tentu namanya bukan khilafiyah lagi…

    contoh kongkritnya bener itu masalah qunut shubuh khilafiyah, tapi kalau ada yang ngaku Islam tapi nabinya bukan Nabi Muhammad Salallahu’alaihi Wassalam ini namanya bukan khilafiyah lagi…

    @ 23. thelo – Juli 9, 2010
    Meributkan khilafiah memang tidak ada gunanya. tapi mengetahui ilmu ibadah juga perlu agar tidak sia sia ibadah kita. Ibarat orang awam naik motor kemana mana selalu pakai helm agar aman tapi helm yang dipakai helm batok plastik, ya sama saja ga ada manfaatnya. jadi yang terpenting semua ibadah yang kita kerjakan kita tahu ilmu dan dalilnya jangan hanya karena ngikut kata orang saja. Jika ada perbedaan didiskusikan kalau sama2 punya dasar ya toleran

    Ok, segitu ajach, trims

    wassalamu ‘alaikum wr.wb. ………

  16. @mas Taufik
    Apakah karena Indonesia “terlalu toléran”?
    Sehingga banyak yang membuat kesempatan
    untuk mencari² perbedaan?
    Di negara Islam lain sepertinya (maaf kalo slh)
    ada madzab utama…inilah yg dipakai untuk
    bernegaranya…meski ada yg menggunakan
    madzab lain dlm skal kecil…

    Tapi sepertinya perbedaan itu sudah mendarah
    daging…makanya “silang sengkéta” atau “debat
    kusir” yg tiap hari digelar disini, itu adalah salah
    satu bukti bahwasanya masih ada “madzab”
    di antara kita 🙂

  17. @ 17. erick pitt – Juli 9, 2010
    Tapi mas taufik,katanya kalau ga berpegang pada salah satu,imam mana yg akan mempertanggung jawabkan kita nantinya?.katanya disamping rosul,ada imam2 yg mempertanggung jawabkan pahala kita.kalo ga ngikutin bakalan ga di akui…”lho,kamu pengikut yg mana?.enak aja ngikut2 sini..sana kamu ke imam mu”..
    =========
    ….. maaf, tidak ada istilah seperti itu, kelak di akherat setiap diri akan MEMPERTANGGUNGJAWABKAN AMALANNYA MASING-MASING…… tentang apa pertanggungjawaban kita? hanya dua :

    1. apakah amalan kita sesuai dengan Al-Quran?
    2. apakah amalan kita sesuai dengan Al-Hadits?

    adapun para imam (mazhab) mereka adalah para ulama, penafsir Al-Quran dan Al-Hadits, tugas kita kepada mereka adalah ITTIBA’, artinya mengikuti mereka setelah kita pelajari dengan sungguh-sungguh, yang kita ikuti dari mereka adalah yang paling kuat argumennya tentunya argumen yang berdasarkan al-Quran dan al-Hadits, tapi itu dikembalikan kepada keyakinan kita, dan di sinilah fungsi toleransi, janganlah kita menghujat yang berbeda argumen dengan keyakinan kita, karena ini masalah khilafiyah…..

    yang dilarang adalah TAQLID (fanatik buta), artinya mengikuti mereka tanpa dipelajari dengan sungguh-sungguh, tetapi mengikuti mereka karena ikut-ikutan (tidak berpendirian), inilah yang berbahaya dan yang menimbulkan perpecahan. Hal ini jelas harus dihindari …..

    so.. gak usah bingung, yang terpenting bagi kita adalah terus menuntut ilmu sekemampuan kita, karena yang dinilai adalah SEJAUH MANA USAHA kita untuk memahami Al-quran dan Al-hadits…..

    selanjutnya saya setuju dengan koments dua Saudaraku ini :

    18. Luthfie – Juli 9, 2010
    @15:Berpegang dengan satu madzhab bagus, tapi taqlid buta tanpa ilmu bodoh ……………………… dst.

    @20. martini – Juli 9, 2010
    >>>> 18..akur mas bro….itu namanya tahu sikon tanpa mengorbankan pemahaman terhadap agama. tapi mengkaji suatu kilafiah untuk pribadi itu sangat penting ……………. dst.

    Wallohu ‘alam. yang benar dari Allah yang salah dari kebodohan saya.

    wassalamu ‘alaikum …………..

  18. setahu saya punya satu imam (mahzab) itu lebih baik. tapi pas sholat imamnya dari imam (mahzab) lain ya ikutin, lha diakan imam dalam sholat thooo!!!.klo maslah islam lainya ya ikuti satu imam (mahzab) saja, kita harus istiqomah.
    seperti kata bang #31.UDIN
    Wallohu ‘alam. yang benar dari Allah yang salah dari kebodohan saya.

  19. klo..saya.. saya kurang setuju memang dengan istilah mazhab(golongan), saya lebih suka dengan istilah ittiba'(mengikuti), karena istilah ini lebih toleran dan tidak memecah belah, karena kecenderungan dalam hati (diakui atau tidak) bila telah mengikuti salah satu mazhab maka akan menyalahkan yang laen… seperti ini..bila namanya BONEK..maka dalam perilaku ada kecenderungan untuk berbuat liar..karena terinspirasi oleh namanya BONDO NEKAD..coba tengok surat Arrum:32..cmiiw.

  20. @31.udin

    Makasih mas udin pencerahannya..
    Kebanyakan denger “katanya-katanya”.makanya ane bilang gitu..
    piss!!!

  21. @Mas Dani
    perbedaan2 mengemukan lebih bukan dikarenakan terlalu toleran
    akan tetapi karena kita semua diberikan akal pemikiran sehingga dnegan akal pemikiran inilah bisa timbul perbedaan pemahaman yang bersifat khilafiyah

    Yup, seperti yang bro-bro sampaikan . . . dalam prakteknya kita sendiri memang biasanya i’tiba’ pada satu imam . . tapi yang menjadi tema utama dalam artikel ini adalah bagaimana kita bermuamalah menyikapi realita kedhidupan dimana bisa saja ditemukan hal-hal yan berbeda dalam koridor khilafiyah

    @Kang Udin
    hatur nuhun tambahannnya

    @Abag
    mangga bah .. . calik . . . anggap wae dibumi abah sendiri he he he

  22. Yg pro artikel kayak gini harusnya perbayak commen biar artikel kyk gini makin byk di buat. Betul..betul..betul..(ipin)

  23. Kang Taufik… dibalik perbedaan2 yang kecil kecil tadi… ternyata setelah saya lakoni, saya bisa/boleh sholat bersama (berjamaah) di berbagai negara di masjid mana saja dengan cara yang bisa dikatakan sama… jumlah rakaat sholat wajib selalu sama, gerakan juga sama2 saja… amazing…

    Itu baru sholat, saat umroh (Alhamdulillah) jg saya menemukan cara orang2 ber-umrah dari berbagai bangsa ini sama saja… ihram, tawaf, sa’i, tahallul..

    Untuk yg kecil2 tadi sebaiknya kita bijak dgn tidak mempersoalkan… karena harusnya kita lebih bersukur dengan tatacara ibadah yg sangat terstandarisasi & ter-preserved selama ber-abad abad di berbagai belahan dunia…

  24. @ Mas Taufik
    Thnks mas…
    Aq sendiri punya “keyakinan” yg saya pegang
    secara teguh (Insya Allah)…
    Tapi bukan karena ada perbédaan trus saya
    pilih²…nggak begitu kok…
    Saya ketika mau sholat pas perjalanan, ya
    lgsg bélok saja untuk sholat…trus makmu sj
    pd yg jd imam…jadi nggak mikir anéh².

    Tp yg justru aq agak kurang berkenan itu….
    dulu di akhir thn 80an, ketika msh SMA, skul
    menerapkan sholat subuh digilir, diabsén, dan
    harus menggunakan “cara²” dari guru dan gak
    boléh paké do’a or cara yg diyakini…
    Tapi harus seperti yg “diarahkan” beliau….
    Ini saja menurut saya memperuncing dan jadi
    masalah berlarut-larut

  25. Saya Setuju kepada Kang Taufik dan bro-bro yang lain dengan istilah ittiba’.Dan kita bisa menesuaikan ketika bermakmum kepada imam yang berbeda. Alasannya, perbedaan yang selama terjadi tidak ada yang berhubungan dengan yang rukun atau yang wajib, semua hanya sebatas hal yang sunnah. Artinya sesuatu itu kita kerjakan atau tidak kita kerjaakan tidak berpengaruh terhadap sahnya ibadah/shalat. Karena itu koreksi sedikit kepada Mas Luthfi, bahwa Qunut bukan lah rukun dalam shalat bagi orang yang mengerjakannya. Itu hanya sunnah, sehingga tidak masalah apabila harus ditinggalkan.
    Kesalahan semacam itulah yang sering menimbulkan ketegangan/pertenggkaran. Karena seseorang merasa tidak sah shalatnya ketika bermakmum kepada imam yang berbeda bacaan atau gerakannya.Berpegang teguh pada pa yang kita yakini itu bagus, dan harusnya memang demikian. Yang lebih bagus kita juga mengetahui apa yang dijalankan orang lain. Shingga suatu saat kita berada pada lingkungan yang berbeda ,kita bisa menyesuaikan sebatas yang diperbolehkan. Ya seperti gambaran-gambaran di atas, masak kita akan qunut sendiri padahal imam tidak qunut. Atau sebaliknya kita sujud duluan,padahal imam masih qunut. Ini yang namanya cari gara-gara.

  26. Keyakinan dilandaskan Iman Kepada ALLAH SWT.
    Yang terpenting jangan takabur dan tidak munafik.
    @Om Taufik,
    Kalau menjelek-jelekan suatu product entah itu fitnah atau tidak, hukumnya dalam syariat Islam apa ya ?

  27. Oh ya’ Om mohon maaf sebelumnya lupa ngucapin salam….
    Assalammualaikum….
    @Om Taufik, ijin gabung dipengajian ini ya!
    Wassalammualaikum….

  28. Alhamdulillah kalau masih ada forum ngaji yang ngga adu pintar spt pd umumnya.
    Aku sendiri lebih memilih irisan dari bagan lingkaran2 pendapat yg berbeda, baik pendapat manusia setengah pintar, maupun manusia yang benar2 pintar. Bahkan perbedaan mazhab sekalipun, pasti ada daerah irisan yang sama. Itu sj yang aku terima lebih dulu. Yang selain itu aku anggap ngga mutlak. Jadi bisa santai aja untuk saling menghargai PERUSAHAAN masing2.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

TERBARU

KONTEN PILIHAN

MOTOGP