Friday, 29 November 2024

Analisis Pasca Race MotoGP Assen 2019 . . . Maverick Layak Juara, Marquez P2 Sudah Seperti Victory

TMCBLOG.com – Seperti yang sudah TMCBlog tuliskan di awal bahwa Sirkuit Assen ini memang menumpulkan berbagai kelebihan mesin V4, silahkan sebut Top Speed, pengereman yang luar biasa stabil plus akselerasi Stop-and-Go yang luar biasa. Dua speed corner panjang yang dimiliki oleh sirkuit ini boleh dibilang sangat memanjakan kombinasi mesin inline-4 dan sasis yang dimiliki oleh Suzuki GSX-RR dan Yamaha M1. Oke, Kalo mesin V4 ditumpulkan oleh karakter dan layout Assen, kenapa Marc Marquez bisa? Marc Marquez bisa melakukan hal yang ia pertunjukan di Assen dengan berusaha Fight Dengan Quartararo dan Vinales adalah kombinasi dari Talenta, Determenasi dan Strategi. Sobat bisa lihat di setiap tikungan terutama pada speed corner, racing line dari Marc sangat berbeda dengan Maverick aupun Fabio. Saat menikung, baik Maverick, Fabio maupun Rins banyak mengambil line lebih lebar untuk bersiap melakukan corner speed yang smooth. Memang sih terlihat bahwa jarak total yang ditempuh pembalap Yamaha dan Suzuki seperti beberapa puluh atau ratus meter lebih banyak dibandingkan pembalap dengan motor bermesin V4, namun secara umum Pace pembalap dengan mesin motor inline-4 lebih cepat !

Layout Sirkuit dan Layout Mesin Yang Harmonis

Ini dikarenakan memang mesin V4 punya karakter lebih ‘meng-kotak’ saat menikung | masuk pintu tikungan dengan pengereman stabil, geser ban belakang , keluar tikungan dengan akselerasi |  . . Kira-kira begitu gambarannya, berbeda dengan mesin inline 4 yang begitu smooth laksana sabun bayi saat melibas tikungan speed corner dan membuat kurva yang halus. Menukil Kata Kevin Cameron Inline 4 adalah Motor yang dibangun Untuk Nikung, sementara V4 adalah Motor Yang dirancang untuk ngerem. Perbedaan cara merespon tikungan antara mesin inline 4 dan V4 memang lebih dikarenakan nature dari mesinnya sendiri. Walaupun mungkin secara firing order pembakaran antara mesin V4 dan inline 4 Cross Plane Crankshaft ada kemiripan, namun jelas platform dan interior mesinnya berbeda. Paling kentara adalah mesin inline-4 memiliki desain Crank-Shaft [kruk as] yang lebih lebar dibandingkan dengan mesin konfigurasi V4.

Dan dengan dimensi yang lebih lebar, maka Crankshaft Inertia yang dihasilkan akan bisa lebih membuat motor akan terus miring nikung saat Motor dibuat nikung oleh pembalap. Dan pembalap nggak perlu effort terlalu heboh untuk membuat motor nikung halus menggunakan mesin inline-4 ini. Silahkan cek para pembalap pemakai mesin V4, saat menikung gaya mereka heboh banget cara membanting handlebar, naroh lutut dan bokong sampai mendekati aspal, pokoknya super heboh . . Namun buat para pembalap dengan motor inline 4 ibarat kata nikung dikit, motor sudah langsung gampang dan nurut dibawa miring tanpa posisi bokong dan tangan dibuat heboh. Nah disinilah talenta Marc yang bisa membuat cara nikung ‘kotak’ bisa menandingi cara nikung meng-kurva. Namun hal ini bisa dilakukan juga karena determenasi Marc yang nggak mau kalah serta punya target paling tidak mengamankan Point Championship di sirkuit-sirkuit yang tiada ramah untuk gaya menikung motor V4.

It’s All About Dovi

Untungnya, kompetitor terdekat Marc juga menggunakan mesin V4 ( atau L4) yakni Andrea Dovizioso. Jadi menurut TMCBlog semenjak awal Marc tahu bahwa di Assen situasi yang dihadapinya bukan melawan Yamaha, namun bagaimana bisa ia lebih bisa efektif melibas tikungan ketimbang para pembalap yang menggunakan Ducati Desmosedici GP19. It’s All About Dovi, Marc selalu berhitung sekarang dan kalau menurut perhitungannya Dovi kalah pace di tikungan, itu saja sudah cukup baginya, lagi pula di Assen ini baik Maverick atau pun Fabio bukan pembalap yang mengancamnya di Championship untuk menuju titel juara dunia ke 8.

Oke talenta dan determenasi sudah kita jabarkan, lalu bagaimana dengan strategi ? Strategi dasar dari Marc Marquez di Assen 2019 adalah bagaimana caranya agar bisa terus nempel dengan Yamaha M1 di pack terdepan. Dari hari sabtu Marc sudah bilang bahwa jika Yamaha mau juara seri maka Assen adalah tempatnya. Assen adalah sirkuit berkarakter flowing yang selain butuh cornering speed biadab, butuh juga stabilitas flip flop saat motor berganti arah kanan ke kiri ataupun sebaliknya. Dan kedua syarat ini sangat dipenuhi oleh Yamaha M1 dan Suzuki GSX-RR. Marc tahu tahun 2019 ini Yamaha M1 jelas lebih Improve / lebih baik ketimbang motor tahun 2018.

Saat Yamaha Sakit Mereka Tetap Kencang di Assen, Apalagi Sudah Sembuh ?

Marc pasti sudah mengukur, di Assen 2018 saja dimana Yamaha berada dalam situasi terperosok paling bawah soal performa mesin karena permasalahan Crankshaft Inertia yang salah ( terlalu ringan ) , itu Maverick, Rossi dan Rins bisa sangat berbahaya. Apalagi 2019 ini. Bukannya lempar handuk sebelum race, melainkan lebih ke bersiap menghadapi situasi terburuk. Itu Marc, Santi Hernadez dan team pasti sudah ngubek-ngubek data per-sector-nya Maverick, Rins dan Fabio sampai khatam semenjak FP1 sampai Warm-Up . . Lalu gimana strateginya real-nya ?

Strategi real-nya ada di ban. Terlihat memang seperti Orang bingung dan galau Marc ini di race weekend Assen. Ia sibuk gonta-ganti ban, bahkan sampai sesi terakhir sebelum race (warm-up) saja ia pakai dua kombinasi ban Medium – Hard dan Medium-Soft dan akhirnya saat race ia melakukan keputusan kompromistis yakni menggunakan ban Medium – Soft . . Yap lagi-lagi sebuah kombinasi ban yang aneh. Namun jelas bukan ban ghoib karena dengan ban depan berkompon Medium tersebut, Marc sudah khatam karakternya dimana ia sudah mengeksplorasinya full di sesi FP2. Mengenai pilihan ban Hard atau Soft, selain data tahun 2018 yang lalu ( sepanjang race pakai ban soft) ia telah merisetnya di FP4 dan terakhir di Warm-Up.

Ban Soft Adalah Bagian Dari Strategi . . Jangan Bilang Ghoib Lagi Dong !

Marc Marquez sendiri yang mengatakan bahwa pilihannya ke ban belakang soft adalah karena ia ingin ngintilin Yamaha sampai paling tidak lap ke-15. Atau dengan kata lain, hanya dengan pakai ban soft lah yang bisa membuat Honda RC213V sanggup menandingi performa motor motor ‘alien’ inline 4 di Assen. Patut dicatat, Marc bilang menandingi, bukan mengalahkan . . Tidak pernah terbesit dalam benak Marc untuk memimpin race karena menurut kakak dari Alex Marquez ini saat berada di depan maka ban belakang soft akan lebih mudah hancur.

Marc sudah yakin bahwa pasca ngintilin Yamaha sampai lap 15 ban belakang soft akan mulai bermasalah dan setelah itu ia akan berusaha survive saja. Lagi, berdasarkan data riset internal team yang ia lakukan jika saat race ia menggunakan ban hard maka secara durabilitas akan bisa hadir sampai akhir race, namun Race Pace miliknya akan kalah jauh dari motor motor inline-4, ujung-ujungnya fight sama Ducati di posisi medioker doang dan ini artinya resiko lebih besar  . . Yap Assen penuh dengan kompromistis baik strategi maupun setup mesin. Oleh karena itu jangan kaget saat Marc bilang finish P2 sudah seperti Victory, yap memang ini merupakan kemenangan startegi lah yang dimaksud oleh Marc.

Nah sekarang Mari kita simak bersama data data dari gelaran racenya sob.

Data top finisher memang sudah mirip grafik cacing tawuran, namun minimal dari grafik di atas Sobat sudah mulai lihat bahwa Marc Marquez dan Maverick Vinales lepas dari yang lain mulai dari lap ke 19 sampai pada lap 23. Memang fight di Assen 2018 tidak dapat diulang di 2019 ini karena memang ada perbedaan dalam hal performa mesin kedua rider tersebut, utamanya di Yamaha M1. Atau dengan kata lain jika di 2018 yang lalu Yamaha M1 tidak bermasalah Crankshaft Inertia, bisa jadi hasilnya tidak akan serapat itu.

Oke, sekarang kita lihat data dari pembalap podium yakni Maverick, Marc dan Fabio. Secara umum pace ketiganya sama sampai lap ke 15. Setelah lap 15 pace Fabio mulai mengendor. Namun setelah itu ternyata perkiraan Marc meleset, awalnya Marc mengira ban belakang soft akan hanya bertahan sampai 15 lap pertama namun ternyata sampai lap 23 pun ban tersebut masih ngajakin nempel di buntut Yamaha M1 Maverick. Setelah lap 23 pace Marc menurun drastis dan memang saat itulah ia sudah berkompromi antara mengamankan posisi podium dan point championship.

Yap akhirnnya kita bisa melihat beberapa kali Maverick mencoba overtaking Marc di speed corner pada setengah bagian race pertama. Akhirnnya kita bisa melihat fight head to head yang sudah lama sekali ditunggu-tunggu dari dua pembalap Spanyol yang saling tidak menyukai satu sama lainnya ini. Namun sayangnya semenjak awal Marc hanya berstrategi ‘ Cari Aman ‘ sehingga fight tersebut tidak sampai ke level seperti fight Marc dengan Dovi di awal musim ini yang terus membara sampai tikungan terakhir di lap terakhir.

Paling tidak omongan Marc mengenai pace lebih bagus pilih ban belakang Soft ketimbang ban belakang Hard ada di setelah lap 8 sampai lap 23 dimana terlihat jelas ada gap menganga lebar antara pace Marc dan Dovizioso. Disinilah pernyataan kemenangan strategi dari Marc Marquez bisa dinisbatkan.

Pace mliik duo Mission WinNow ( atau Winnextrace ? 😀 ) Andrea Dovizioso dan Danilo Petrucci benar-benar mirip nempel plek kayak amplop dan perangko. Namun memang beberapa kali manuver Petrux ke Dovi sudah cukup menandakan bahwa belum ada perintah team order hingga seri ke 8 ini.

Morbidelli mengatakan bahwa gaya racing dirinya dan mentornya Valentino Rossi adalah mirip. Sehingga bila Vale suffer, maka ia akan suffering. Dari data terlihat jelas bagaimana Yamaha M1 ber-suspensi depan carbon besutan Morbidelli bisa kalah pace dengan M1 bersuspensi depan alumunium warna emas besutan youngster dari Prancis, Fabio Quartararo.

Menurut TMCBlog kedepan, pattern Flip Flop kemenangan Honda-Yamaha-Honda-Yamaha di Assen sangat mungkin berubah jikalau Yamaha dan atau Suzuki bisa terus meningkat secara performa. Kecuali Honda dan Ducati merubah filosofi mesin mereka dari V4 ke Inline (dan kayaknya sangat tidak mungkin), sulit mengharapkan karakter morfologi dan layout dari sirkuit yang memiliki koordinat 52°57′42″N 6°31′24″E ini untuk ramah dengan karakter original dari mesin V-4. Kemenangan Maverick Vinales adalah sesuatu yang layak buat dirinya dan untuk segala kerja kerasnya dan team selama race weekend.

Taufik of BuitenZorg

154 COMMENTS

    • Marc sempat leading, tapi ga bisa ngacir. Tapi kalau cuma Assen Silverstone n Philips Island yg tersisa buat Yamaha Suzuki … Jangan harap bisa ngalahin V4 di kejuaraan.

      • (imo) selain 3 circuit tersebut, Yamaha masih punya asa lebih (dgn kondisi sekarang) di Brno dan Motegi

    • Di artikel sudah dijelaskan, talenta itu cuma sepertiga bagian, selain determinasi dan strategi. Yg artinya ada kontribusi sumberdaya hrc disana… Jadi balapan secara keseluruhan itu bukan one man show klo pengen jurdun, kecuali cuma target juara seri…

      • Untuk bisa dominan emang butuh triumvirate, rider-motor-engineer. G bisa dominan salah satunya. Stoner pun saat motornya bermasalah, y tetep g bisa jadi juara dunia.

    • Talenta cuma sepertiga …

      Coba ngomong begitu ama Stoner…

      Balapan Jakarta Surabaya bisa-bisa kita ditinggal satu provinsi… Dia udah di jembatan suramadu, Kita masih kecapekan istirahat di Tegal. Masuk warteg, mas es teh dua !

      Wkwkwkwk

      • Wah gak apple to apple dong pembalap motor profesional suruh lawan orang yg kesehariannya pake matic. Gimana klo dibalik balapan jakarta surabayanya stoner pake m1o terus lawannya trus kita pake sbk…

    • Maaf mas gada yg ngeyel ttg talenta mm93, sejak 2013 smpai saat ini sy masih mengganggap mm93 pembalap terbaik di grid motogp. Tp pembalap terbaik sekalipun tetap butuh tim, dan engineer terbaik. Mm93 butuh santi untuk menerjemahkan kemauannya ttg motor yg sesuai, butuh sdm hrc untuk membangun mesin yg bisa berkompromi disetiap sirkuit, butuh semua anggota tim untuk menjalankan strategi bahkan butuh orang dr michelin untuk memberi masukan soal pemilihan ban yg sesuai. Seperti yg bang AIM-1N bilang “Untuk bisa dominan emang butuh triumvirate, rider-motor-engineer” dan itu tidak bisa dipisahkan, klo salah satu ada yg kurang bisa liat mm93 di tahun 2015, stoner 2008-2010 dll.

  1. Ah… Gaya pembawaan tulisannya jadi inget baca majalah motorplus dulu waktu masih sma..
    Dibahas rinci dan ringan.. Mudah dipahami.. Hehehe
    Mantap min, lanjutkan.. Saya senang dengan analisis anda ?.. Hehehe

  2. Ternyata kemaren prediksi saya salah. Saya baru nyadar kl strategi pemilihan ban soft untuk segera menjauh bisa juda dipake untuk menjauh dari kompetitor terdekat di klasemen. Dan strategi itu yg kemaren diambil MM, bukannya langsung melejit dan bikin gap, tapi nempel di pack terdepan untuk ambil slipstream mereka serta menjauh dari Duo Ducati. Kl ada AR, bisa jadi jadi MM cuma kebagian podium tiga, tapi buat MM mungkin itu juga penting, y penting klasemen menjauh dari Dovi.

    Ada sisi yang menarik dari kombinas RC213V dan MM93 yang bisa dilihat di Assen. Assen adalah sirkuit yang membunuh karakter mesin V4 yang cenderung point and squirt, sehingga wajar kalaua motor bermesin V4 benar-benar g bisa kompetitif di sini (dan mungkin nanti juga di Phillips Island maupun track dengan long fast corner lainnya). Tapi RC213V berbeda dengan dimensi yang lebih kompak dari GP19, kestabilan saat mengerem dan akselerasi memang dikorbankan (g heran RC213V selalu jadi bulan-bulanan GP19 saat long straight), tapi setidaknya RC213V bisa lebih lincah di tikungan. Jadi, daripada membuat motor yang maxi dengan segala kelebihannya tapi hanya di track tertentu dan memble di track lain, HRC memilih bikin motor yang biasa aja (average) tapi optimal di seluruh track sepanjang musim, it’s about compomise. Dan dengan motor average itu, HRC memilih rider yang memiliki talent dan berani fighting with the bike to deliver the best result. Dan untuk bisa bertahan di dekat duo Yamaha di Assen, MM pasti habis-habisan dari awal sampai akhir, g heran gapnya sampe 18 detik dr RC213V lainnya (terlepas Cal masih bermasalah dengan front end feel). Jadi, apakah RC213V hanya cocok dengan MM, let’s discuss more about that. IMO, g ada pabrikan yang mau bikin motor yg hanya cocok sama satu pembalap, when shits happen, dan pembalapnya pindah, sebagai pabrikan mereka bakal terpuruk. Lebih tepat apabial saat ini cuma Marc yg bisa mengoptimalkan RC213V, seperti halnya para Old Dogs pengendara two strokes 500cc yang jarang berkesempatan mengendarai motor yang 100% sempurna. Mengutip tulisan Oxley, alih-alih mengandalkan motornya, mereka “they gritted their teeth and bent their motorcycles to their will”.

    • HRC memilih rider yang memiliki talent dan berani fighting with the bike to deliver the best result.

      satu lagi , sekarang ia lebih mature dan Pandai Berhitung . . mencoba memaksimalkan apa yang bisa dilakukan walau tahu, ia gak bakalan bisa menang/ sulit menang di sirkuit tertentu

      • “satu lagi , sekarang ia lebih mature dan Pandai Berhitung . . mencoba memaksimalkan apa yang bisa dilakukan walau tahu, ia gak bakalan bisa menang/ sulit menang di sirkuit tertentu”
        ———————————————————-
        Akur, g ada yg lebih mengerikan dibandingkan Ace yang selain memiliki talent, tp juga memiliki kemampuan analisa yang cermat (macam Hannibal Barca). Dengan logistik yg memadai, they’re unbeatable. Terutama saat kompetisi lebih ketat dan profesonal.

        Kl g ada talent yang setara, siap-siap MotoGP masuk masa Dark Age yang super ngebosenin dengan satu pembalap dominan. Untungnya saat MM93 masih di masa keemasan, udah muncul talent macam F1/4, AR, Mir, Oliviera, (dan Bagnaia ?). Terutama F1/4, dari race awal, dia udah menunjukkan bakatnya.

      • dr dulu juga udah tau klo si bocah ini sangat atletis & ahli dlm strategi (klo kata hater frustrasi nan picik itu, si Marc itu “licik”)
        bahkan (imo) dia udah bisa mengajarkan para seniornya yg katanya sangat berpengalaman itu cara memaksimalkan momen flag to flag sampe terpaksa dibikin aturan baru mengenai pergantian motor, agar yg lain juga bisa keep-up.
        Sekarang dia udah makin mature, saat race dia relatif tau kapan harus full-charge melepaskan diri, kapan harus towing, kapan harus mundur sebentar untuk sekedar cek kondisi ban lawan atau kapan harus (terpaksa) main aman. Walau terkadang masih sering bikin salah juga (itu normal dan humanis).

        Tapi jgn lupa juga ama jasa anggota tim yg lain macam Santi Hernades dan Alberto Puig yg ikut membantu kedewasaan pola berpikir si Marc.

    • Untuk Ducati, sepertinya mereka harus siap-siap mau menelan ego mereka kl mereka ingin jadi juara dunia. Saat ini mereka menggunakan asumsi kl cuma Dovi yang bisa mengoptimalkan di seluruh track, dan Petrucci bisa lebih cepat dari MM (yang jelas banget salah). Kl mereka memang masih mau menggunakan Dovi sebagai pembalap utama, Gigi harus mau mendengarkan permintaan Dovi tentang corner speed, yg artinya mengorbankan filosofi GP series dengan “point n shoot”nya, power melimpah, akselereasi jempolan, dan stabilsaat entry maupun exit. Hal yang sulit terjadi, mengingat mereka sudah kadung bangga dengan mesin Desmo, elektronik, dan paket aero mereka.

      Kl mereka masih mau mempertahankan base GP series, satu-satunya cara rekrut pembalap yang jauh lebih baik dibandingkan Dovi. Atau kl pingin ekstrim, rebut MM93 dari HRC buat menghancurkan dominasi paket mereka. Belum tentu MM93 benar-benar cocok dengan Ducati (selain motor, filosofi manajemennya ribet banget), tapi setidaknya MM93 g mengendarai RC213V lg…………

      • Enggak akan MM direnggut tim lain… HRC gk mau mengulangi kesalahan mereka kayak dulu malah ngelepas Rossi ke yamaha dan Biaggi ke Honda.. Berat.. Bahkan KTM aja ditolak

      • Dovi memang begitu
        Ketika jaman Repsol punya 3 rider utama, dia bahkan bak “tertelan” oleh kedigdayaan Stoner dan Pedrosa ketika memakai motor yg sama
        imo….Dovi mirip2 ama Melandri potensinya. Hebat tp belum menyentuh level Alien (hanya sangat jago di sedikit trek doang). Ga heran Ducati bahkan sempat berpikir lama & berulangkali hanya untuk menaikkan “sedikit” nilai kontraknya.

        • filosofi ego mencret juga g sabaran ama paduka hohe..sampe paduka galau diphp ga diperpanjang kontrak juga…pikiran kalut..apakah diriku bakal pensiun dr motogp di usia sekarang…akhirnya pak hrc opsi hasil dr ngelamun semaleman :v

          ujung2 nya malah ngebuang calon alien di desmo…dr rekor 250cc motogp…apakah layak buang paduka hohe buat pertahanin dovi..haduhh…kecele mak si merahh

        • pakkindir…

          menurut gw amat sangat kecele….liat betapa brliannya diseri2 terakhir masa kontrak si JL, menurut gw kalo si merah gak ego ( italian sentris)…dan tetap nahan JL, gw yakin…skrg MM lbh kesulitan…

      • Kalo ducati oengen jurdun harus cari jurdun macam stoner. Dovi cuma mentok gitu2 aja. Kalo liat 3 tandem terakhir dovi sepertinya lebih cepat dr dovi (ianonene lebih cepat cuma sering crash, lorenzo juga cuma keburu ga diperpanjang kontraknya dan cidera akhir seri kemaren, dan sekarang petruci kayaknya juga lebih cepat)

      • Kalau kelihatannya enggak akan mungkin Honda rela melepaskan Marquez cuma karena boyongan tim lain. Meskipun dengan mahar tinggi… Honda gk mau mengulangi kesalahan ke dua kali. Dengan dulu pernah melepaskan Rossi ke yamaha dan malah ngedapetin Biaggi ke tangan mereka…
        Kayaknya enggak mungkin sih

      • yang pasti markues gemar menabung, mengingat pajak pph di sana sangat tinggi dan markues siap pensiun bila pajak pph naik 100%. hehe..

  3. Fix ya…gak ada lagi term ban_ghoib.
    Michelin emang kalah durabilitas dan kejelasan karakter kompon karena operational temp-range lebih sempit daripada Bridgestone. Marc udah paham betul soal itu jadi dia tahu betul konsekuensi dr apa yang dia riset.

    • Knowledge yang perlu dipelajari oleh AR dan JM. IMO, Wlpun AR udah tiga musim bersama Suzuki, sayangnya dia g memiliki pembalap senior buat benchmark yang memadai dan motor yang naik-turun performanya. Pembalap seniornya di team, Iannone, dengan life stylenya, bukan pembalap ideal buat dijadikan benchmark.

      Ini bisa terlihat dari kagoknya AR di sesi FP sampe QF. Yang paling bikin nepok jidat Q1 di LeMans, saat dia ragu dengan pilihan ban untuk QF1, dan akhirnya ikutan VR pake ban slick. Saat sudah ganti ban slick, kondisi cuaca sudah g memungkinkan lagi menggunakan slick. Atau di Mugello, saat di memilih pembalap yang salah untuk dijacikan benchmark buat flying lap.

      sementara GSX-RR yang performanya naik turun juga menyulitkan bagi AR untuk menentukan base setting yg pas sehingga dia pun kesulitan menemukan the optimum style to bend GSX-RR to his will. AR di Suzuki mirip perjalanan karir Pol di KTM.

      • AR42 udah cukup senior di Sijuki. JM juga kurang pengalaman saja. Mungkin nanti dia bisa belajar dari MM93 buat riset ban. Sementara ini cuma bisa memakai setting dari 42ins. Masalah 42, dia tidak mau riset ban sendiri. MM93 harus gw akui punya fitur pembalap modern yaitu percaya dan bisa memakai riset ban pribadinya. Memang bukan tipikal developer tapi tipe pemecah puzzle. Sijuki udah balance motornya kok, 42ins gak ada keluhan mayor soal motor.

        • JM jangan disingkat mas bro. Dikasih nomer kek… Soalnya bisa jadi jack miller juga…

          Hahaha

      • padahal pol termasuk pembalap bagus di kelas capung sama menengah…karna ga dapet tim yg muantabsss..jd bgitu dahh..

    • Brivio kan bukan orang baru inline 4 loh wak Taufik. Tapi selain Brivio mungkin orang baru sih…

      Menurut ane itu karena Rins aja masih panas…

      Btw itu JM kok sampe Jaja Miharja ? Kuis dungdat ?

      Umur ga bohong emang….

      Wkwkwkwk

      • Buat Suzuki, GSX-RR bermesin inline di MotoGP adalah hal baru. Sebelumnya mesin mereka menggunakan konfigurasi V4.

        Tapi kalaupun sudah bertahun-tahun membangun konfigurasi mesin yang sama, y g berarti pasti sukses juga menghasilkan motor yang jempolan. Mengutip tulisan Oxley, Seperti kata teknisi Öhlins “Formula performa motor adalah satu hal yang sulit diketahui, ada banyak variabel yang mempengaruhi”, itu sebabnya pabrikan tidak akan bisa membuat motor yang superior di semua hal, pasti akan ada kompromi bagus di satu hal maka akan ada point lain yang menjadi kelemahan, tapi berusaha untuk optimal di semua hal, akhirnya cuma jadi motor dengan performa average. Itu sebabnya ngikuti MotoGP jauh lebih menarik dibandingkan ngikuti F1, karena faktor mesin tidak sepenuhnya dominan menentukan hasil buat seorang pembalap

      • entah kenapa, klo inget kuis Jari-Jari, juga jadi inget ama Teletext di TV padahal keduanya gak ada hubungannya.

        kenangan ketika gue masih bocah ^^ jadi merasa sangat tua hehehe

    • Oia,, apa hnya MM93 n team yg mikirin strategi ban spt itu (M-S)?
      Apa team lain (ducati) ga ada pikiran spt itu?

      • Bisa begitu kan kalo bisa beradaptasi di awal race plus ngotot. Dovi kurang ngotot. Dovi bisa dibilang terlalu banyak perhitungan.

  4. Memang betul,dia layak menang dengan pace race nya kayak gtu. bahkan dia pede dr catalunya dah dpt setup awal 2017. speedcorner yamaha is back. namun next race masih susah juga lawan kombinasi rcv feat MM. meski dkroyok FQ dan Morbidelli.

  5. #BanGhoib adalah kambing putih yang diwantek hitam oleh para nganu . Karena sudah pusing cari kambing hitam yang sudah sold out mendekati Idul Adha 1440 Hijriyah mendatang . .

    So soal Ban Ghoib, ke jurang aje!

    • Nek suroboyo ngarani di WENTER.
      Kailingan jaman dulu ngeWENTER sendiri celana warna hitam.
      Setelah diWENTER lupa gak dibilas dulu sampe bersih, nah pas habis dipake trus dimasukkan mesin cuci campur pakaian lain akhirnya LUNTUR dan smua pakaian DADI BLONTANG kena LUNTURAN CELONO WENTERAN??

        • Wak haji. Mau nanya….
          MV12 menurut ane kyknya msh kurang konsisten. Slm ini sering di FP bagus tp begitu race melempem kyk kerupuk disiram air.
          Menurut wak haji / kang nugie skr ini MV12 mulai konsisten apa krn M1 yg udh mulai “sembuh” atau krn MV12 melihat FQ20 bisa cepet naik M1 pdhl dia pake M1 spek B trus dia takut thn depan diganti sm FQ20 di factory team 🙂

        • IMHO, Harus lihat Performa di sirkuit Lain . . Rossi pernah bilang Karakter assen menyembunyikan Masalah Yamaha M1

  6. wahhh,, bingung mau komen apa,, artikelnya, komentar2nya mantep bgt buat dibaca,,
    keep it up ya wak,,,

  7. ujung ujungnya fight sama Ducati di posisi medioker

    ~~
    Wak haji pun meng-iya kan kalo Dovi itu,ehem “Mediocre” (dgn logat Imortan Joe di madmax) ???

  8. Ga semua hal bisa jelas di GP,
    Cuaca ga jelas
    Start ga jelas

    Vanessa Angel dijebak apa kagak juga gak jelas

    Hahaha

  9. Nah di Sachsenring siapa yg bisa menggeser si Sachsenking?,apa Yamaha akan menurunkan Folger?,si akamsi yg saat rookie nya bisa ngintilin si sachsenking yg sayangnya sakit sakitan
    We Will see!

  10. apalagi pake style paduka dengan butter hammer nya yak? bisa makin ngacir itu inline di assen.

    yg jadi masalah berapa sirkuit dengan karakter assen dalam 1 musim. ini jg mesti di perhitungkan.

  11. Dgn tanda kutip ‘di Assen dan mungkin Philip island’ kalo selain itu silahkan aja kalo mau nge bit yg hampir pasti kalah,
    Kecuali bit n run ?

  12. Baca ulasannya Wak haji n kang Nugie kecerdasan bertambah eh giliran mampir di IG yg pake Ig MotoGP Abal d tambah yg komen retina hd merasa lebih bodoh dari Patrick apalagi klo ban ghoib d ulas hahahaha thx Wak n mas Nugie sharingnya

    • @SolSepatu Saya disini juga cuma ‘ngintilin’ wak Haji mas.

      Hati2 juga karena jaman sekarang banyak akun fansboy mengaku netral dengan embel2 nama akun MotoGP/Formula 1.
      Perhatikan isinya, kalau selalu berat sebelah, langsung report spam/block.
      Pengalaman. Hihihi . . .

      • Hihihi ngakunya pecinta motogp tapi nyerang salah satu pembalap, kalo fans motogp ibararat masakan tanpa bumbu…hambar, rasa2 ga ada pecinta motogp tapi ga ngejagoin salah satu pembalap

        • @Tahilalat Jagoin salah satu rider wajar, wajar banget malahan. Tapi kalo udah memelintir berita demi tujuannya / hawa nafsunya, itu jadinya lebih ke gil* sih.
          #BukanNuding

        • saya sih repsol lover ( bukan berarti handolover….palagi bkininan dimari yah hehehe), saya kenal gp gegara doohan1 the only one number 1 maen direpsol abis dari rothams, terus VR46,,, gila ini sih,,,lanjut CS27…skrg sih cmn nagrep JL99 ….bkn MM93 mania…hehehe

        • saya penasaran ini mas Nugi, itu yg gil* di bagian muk* atau bagian lain ?? secara sudah ada paten nickname disini yang dipakai beliau. hehe…
          #becanda loh ini

  13. Yamaha apakah ecu dah fix ole gadda??? kita lihat next race. secara top 5 ad 3 pembalap lo? di catalunya jg klo g disleding mgkn bs maju tuh mv.

  14. klo cuma diliat dr hasil single race ala pola pikir ABM & Minion,
    memang sih dlm kondisi duel ketat 1vs1 jumlah kemenangan si Marc terlihat lebih sedikit.
    Tp begitu ada duel ketat rame2 alias battle royal, macam Assen 2018, PI 2017 dll, Marc seringkali menang telak.
    Dan mereka lupa bahwa ketika Marc kalah duel 1vs1 tersebut seringkali terjadi di trek yg memang bukan “area bermain” RCV dan itu pun Marc seringkali masih masuk podium mengamankan banyak poin

  15. Patut dicatat, Marc bilang menandingi, bukan mengalahkan . . Tidak pernah terbesit dalam benak Marc untuk memimpin race karena menurut kakak dari Alex Marquez ini saat berada di depan maka ban belakang soft akan lebih mudah hancur.
    ===================================

    Berarti kemarin MM sengaja bikin kesalahan dnk di turn 1 (klo ga salah) biar FQ balik mimpin dan dia bisa dapat fasilitas towing lagi.
    Kacau ni bocah, licik abis ???

  16. karakter sirkuit assen pembunuh engine v4 sepertinya kurang tepat mas. pembunuh dari race prototype ini adalah ‘rule dirni’.
    rule dirni ini membunuh semua karakter engine baik i4 maupun v4 dari potensi aslinya.
    2014 assen, hadno dan dikit berjaya meninggalkan jauh engine i4 loh. semua masih pure factory saat itu. hehe..
    tapi memang pertarungannya cuma berkutat 2 pabrikan saja saat itu, hadno vs yimihi saja. dikiti hanya beberapa kali saja fight di depan. 2014 dikiti sangat inferiour

    • betul pak bangun, faktor ban juga penyebabnya (2014 masih B), dan faktor sikon juga yg bikin vin dan quarta tidak masuk radar poin kejuaraan di seri assen, berbeda crita kalo vin dan quarta kemarin hanya berjarak 5 poin dari marc! mentality mereka jg ga akan sama seperti kemarin!…

      • karena pada tahun 2014, yimihi masih diperkuat lorenzo. sepanjang musim 2014, lorenzo dan rosi bergantian battle dengan markues untuk perebutan 1st podium mas mulyadi. paket motor pun bisa terlihat jomplang memang, antara hadno – yimihi – dikiti, hadno dan yimihi lebih superior daripada dikiti. 2014 hadno dan markues pole+1st podium 10x berturut-turut.
        semenjak single ecu/imu diberlakukan saja dikiti terlihat superior, tapi superior dikiti yang terlihat saat ini adalah superior palsu belaka. hehe..
        pertanyaannya kemudian, setelah dikiti yang dibantu dirni dengan ubahan-ubahan rule namun tetap saja gagal merebut 1st world championship, apa yang akan diperbuat dikiti dan dirni kemudian ?? apakah menghapus motogp dan diganti full moto-e ?? hehe..

      • tapi dorna tidak juga melupakan HRC bgitu saja, HRC Repsol dan motogp sudah kayak kesatuan yg ga mungkin di pisahkan pak bangun, aura racingnya bahkan melebihi ducati sendiri, blm lagi sejarahnya ketika masuk era TV berwarna! jadi dorna tidak mungkin juga akan melupakan Honda, kalo bisa milih mungkin lebh baik kehilangan ducati ketimbang Honda…kalo ssaya lho ya pak bangun..hehehe

  17. ni dovi harus baca ulasan ini!
    wak taufik menjabarkan betapa marc extra tenaga,pikiran dan melakukan strategi pemilihan ban untuk juara dunia dengan apa yg dia miliki, tidak berharap dari org lain!!!
    nah enteh cuma melakukan “Berharap” hal negatif terjadi pada marc, trus untuk next race dovi juga hanya “berharap” ada “kejutan kejutan” agar jarak poin tidak semakin jauh!!!
    kalo aja boleh misuh sumpah serapah di warung ini…saya akan melakukannya sekarang juga!!!

    • Gak bisa bray…
      Kalau di seri selanjutnya MM93 bisa finis 1, entah siapa di belakangnya, udah jelas kalau world championship 2019 ditakdirkan ke tangan MM93.
      Yang bisa dinikmati dari era MM93 adl siapa yang berhasil podium 2 dan 3? (Sama aja sih kayak jamannya dominasi Doohan.) Pabrikan mana yang dapat gelar konstruktor? Rookie mana yang bisa bikin kejutan? Team satelit mana yang bisa tampil bagus sepanjang musim? Sembalap mana yang paling bikin gemas? Fans GP netral pasti bisa menikmati hal2 diluar “MM93 juara seri.”

  18. Pertanyaan gua siapa pebalap yang punya persentase kemenangan lebih baik drpd mm93 saat duel 1vs1? Pada konteks kekinian tentunya. Dan lebih valid apabila disertakan bukti.

    • cukup berat ini permintaannya, karena untuk menjawabnya perlu daya ingat yg kuat, atau setidaknya punya simpanan rekaman video setiap race motoGP setidaknya mulai dr musim 2013

    • jawaban saya adalah lorenzo mas. hehe..

      rival, team-mate, dan rider yang mampu mengimbangi markues saat battle 1 on 1, ‘kartu as’ ada di lorenzo

    • Definisi duel 1 vs 1 itu kaya gimana? Apa harus duel untuk posisi satu? Kmrn Dovi, Petrucci, dan Rins (akhirnya ketambahan Morbidelli), juga posisinya duel lho. MotoGP aj ngasih caption “figth for fourth position”. Mbok g usah delusional sampe ngotak-ngotakin siapa lebih hebat dari siapa make parameter sendiri dan maksa orang lain setuju sama parameternya. Dinikmati aja balapannya. Ini race yg melibatkan 22 + rider, bukan duel UFC, ato midnight rumblenya WCW. Ngelihat Aleix balapan dengan kondisi lutut cidera sama bagusnya ngelihat Marc nekuk RC213V

      • Kemaren ada lihat di ig yang bikin komparasi antara MM dan VINA dengan caption kapan lagi bisa HEAD TO HEAD dan bikin skor MM 0 – 1 VINA. Fans MM auto bantah tulisan head to head sampai sampai bro nugie balas komenan mereka. Ngakak pokok nya. Wkwkwk

  19. “…Namun memang beberapa kali manuver Petrux ke Dovi sudah cukup menandakan bahwa belum ada perintah team order hingga seri ke 8 ini…”

    saya kurang setuju dgn komentar tersebut karena terlihat agak berlawanan dgn komentar si Petrux selepas balapan Assen:

    “Our goal is to win the world championship with Andrea, so they told me not to do anything risky and today I would have to do something risky to pass him”
    “At the last lap, however, in order not to attack him (Andrea), I didn’t cover myself, and Morbidelli passed me at the last corner”

    (imo) sebenernya sudah ada team order di Duc Duc, tp mungkin tepatnya tidak secara eksplisit memerintahkan Petrux untuk lgs mengalah terang-terangan (layaknya Halmiton-Bottas di Race F1 2018). Petrux sepertinya boleh nyalip Dovi tapi dalam syarat & kondisi tertentu terpenuhi dan itupun terbatas.

    • IMO, Petrucci nunggu tinta di lembar kontrak musim 2020 benar-benar kering dulu sebelum bertingkah macam-macam…..

      Secara implisit, sebenarnya udah jelas pilihan Petrucci sebagai tandem Dovi berfungsi sebagai Cavaliere buat Dovi biar DUcati bisa merebut gelar juara dunia musim 2019.

  20. apakah kecepatan m1 untuk speed corner sudah benar2 kembali, atau memang benar Assen seakan2 menutupi kelemahan M1

  21. Clear bngt ulasannya,mudah dipahami bagi makhluk awam ttg dunia balap.
    Emg capek liat flip flop MM banting setir kiri kanan,huh sngt sngt mlelahkan. Jd wajar 2nd place brasa victory dan yg victory (mungkin) brasa jurdun stelah puasa hmpir stengah musim,plus kmenangn draih stelah battle sm Marc. So…smua punya kpuasan masing2

  22. Jadi :

    Kemarin Marquez itu cuman “Towing” doang dgn ban Medium-Soft. Gak galau, siapa bilang ??? Nyobain doang gimana kalo track”an pakai ban M-S.

    Gak … Gak balapan kok. Touring malah di pack depan sama Vinalez. Pokoknya touring. Dulu kan pernah sama Lorens di Valencia 2015, skrg gantian sama Vinalez.

    Gak … Gak berniat menang, kasih bonus buat Vinalez. Kan poin masih jauh.

    Ban Ghoib ? Lha di TV kelihatan motor ada bannya kok dibilang Ghoib, kayak hape aja baru launching langsung raib.

    Strategi ? Biasa ajalah … Gak usah dibikin heboh, di kalangan rider itu mah biasa aja, di kalangan penonton / komentator FBH/Y/D/S kelihatan wow …

    Jadinya ya gitu … 20 poin aja cukup.
    Kalo lg di urutan 3 ya salip 1 rider lg.
    Kalo lg LEADING RACE … Ya KASIH ke rider
    di belakangnya …. Yg penting 20 poin.

    Marquez mah gitu orangnya …. Baek.
    Gak pake kambing & gak pake ghoib.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

TERBARU

KONTEN PILIHAN

MOTOGP