Pada artikel sebelumnya, Jalur napak tilas hanya berlangsung di kota Buitenzorg (Bogor) sudah pasti membuat saya pribadi merasa belum puas, Saya Harus menapaki jalur-jalur lain dari Jalan yang membentang 1.100 km antara Anyer sampai Panarukan ini. Oleh sebab itu target utama selanjutnya adalah Jalur Bogor-Bandung Via Puncak-Cianjur-Padalarang. Kali ini saya menggunakan Si Ijo Ninja 250R ditemani seorang rekan saya biker-blogger Mas Nono ElsaBarto dengan Si Simply Black Jupiter MX barunya. Rencana ini sudah saya rencanakan jauh hari, awalnya saya pun mengajak bro Helmi YVC-F yang akhirnya mundur karena tugas Negara. Dalam Ride report kali ini rekan semua akan mendapati alur cerita yang maju dan mundur karena saya berusaha untuk flash back tentang sejarah rute yang saya lalui ini. . . . Ok kita mulai saja.
🙄 Jalur Pergi : Bogor-Puncak-Cianjur-Rajamandala-Padalarang-cimahi-Lembang-bandung
Bogor-Puncak Pass
Saya janjian dengan Mas Bro Nono di SPBU Harley Cianjur Jam 6.00 pagi. Dengan perhitungan tersebut akhirnya saya putuskan untuk memulai perjalanan Jam 4.15 pagi dari Bogor. Dari jalan Soleh Iskandar saya masuk jalan raya Pajajaran yang nyambung terus ke jalan Raya Puncak. Tepat jam 5.00 saya sampai di Masjid At Ta’awun kawasan puncak pass yang berketinggian 1200 m dpl (menurut altimeter Garmin 60 CSx) dan sesuai rencana, berhenti di sana untuk menunaikan Sholat Subuh. Posisi masjid ini terletak beberapa ratus meter sebelum pucak pass. Ok gimana sejarahnya Puncak Pass? Puncak Pass sebenarnya adalah titik tertinggi dari Gunung Megamendung. Megamendung di sini bukanlah nama daerah di sekitar Cipayung. Nama Megamendung di sini diperkuat pula oleh lukisan Raden salehbergambar Daendels yang sedang menunjuk peta dengan tulisan “richting van den weg obel megamendoeng” atau arah jalan di atas megamendung
🙄 jalur puncak pass ( puncak Megamendoeng)
🙄 kelokan puncak tempo doeloe
Sepanjang jalan berkelok-kelok di kawasan perkebunan teh puncak saya mencoba menyelami meter-demi meter jalan dan mencoba membayangi betapa sulitnya 400 pekerja jalur cisarua-cianjur yang dipekerjakan pada jaman Daendels dengan anggaran hanya 10 ringgit perak permeter untuk memperlebar jalan desa yang telah ada menjadi sebuah jalan pos yang lebar, ditambah lagi terkadang harus membelah bukit cadas. Saking Sulitnya Pemerintah Daendels sampai menambah 500 orang tambahan untuk menyelesaikan proyek cisarua-cianjur. Setelah selesai dibangun Perjalanan Bogor-megamendung (puncakPass) kala itu memerlukan waktu 4,5 jam dengan sekali pergantian kereta kuda dan tambahan tenaga beberapa ekor kerbau untuk menaiki tanjakan terjal. . . sedangkan saya hanya memerlukan waktu 45 menit dengan Ninja 250R . . . bahkan beberapa rekan ada yang mampu jauh lebih cepat dari saya
Puncak Pass-Cianjur
Setelah sholat Subuh, saya pun meninggalkan kawasan Puncak menuju Cianjur via cipanas . . . jalan ini juga merupakan jalur resmi De Groote Postweg. Jalur ini pun menurut saya saat masa pembuatannya bukanlah suatu pekerjaan mudah untuk dikerjakan karena treknya sendiri berkelok-kelokdengan turunan-tanjakan curam, pantas . . . dilaporkan banyak pekerja yang tewas karena sakit saat pembuatan jalan ini. Jalur Puncak-Cianjur pagi itu sangat lengang sehingga saya hanya membutuhkan waktu sekitar setengah jam untuk mengarunginya . . . tepat jam 6.05 saya sampai di SPBU Harley di daerah Cianjur. 5 menit kemudian Mas Nono Elsa Barto tiba dengan Jupiter MX hitam kesayangannya dari tempat tinggalnya di kota Sukabumi. . . siap untuk mengarungi perjalanan selanjutnya.
🙄 saya dan Bro Nono di SPBU Harley Cianjur
Situs De Groote Postweg Rajamandala
🙄 Jalur raja mandala lama
Bila Di Bogor, Jalan Ahmad yani (jalan kenari) merupakan sepenggal jalan Asli De Groote Postweg, maka di jalur cianjur Bandung, terdapat jalan Cimandala Lama sepanjang 4 Kilometer yang berkelok. Dibangunnya Jembatan Tol Rajamandala member keberkahan tersendiri bagi situs jalan ini, sehingga relatif terjaga dari pengembangan yang menghilangkan jejak sejarah De Groote Postweg. Saat pertama kali memasuki jalan ini kami berdua sudah disambut oleh jejeran kebun karet yang sangat rimbun sehingga membuat topiary yang padat. Jalan ini relatif sepi, hanya angkot Hijau Tua dan beberapa motor milik penduduk asli yang berseliweran. Saya dan Mas Nono pun sempat berhenti sejenak di ujung dan di tengah jembatan Cimandala Lama yang melintasi sungai citarum yang lebar. Jembatan ini direlokasi dan dibangun Oleh PLN di tahun 1985/86. Jembatan 100 meter ini cukup sempit, Hanya sanggup menampung satu Mobil dan satu motor parallel.
🙄 Prasasti jembatan lama cimandala, sayang banyak coretan 🙁
Di Tahun 1800-an untuk melewati sungai citarum ini kereta kuda harus turun ke sungai dan menyebrangi sungai dengan cara menumpang rakit yang selanjutnya diharuskan pula mendaki tebing terjal Citarum dengan kembali dibantu oleh beberapa kerbau. Pada masa pembangunan jalan ini para pekerja hanya digaji 4 ringgit Perak per Orang
Kelokan Padalarang
Di Daerah Priangan ada tiga daerah dimana proses pembuatan Jalan Pos berjalan Alot. Ketiganya memiliki kesamaan situasi yaitu daerah pegunungan. Yang pertama di derah Megamendoeng (puncak pass), yang kedua di Pegunungan Andesit (Padalarang) dan Yang ketiga di Cadas Pengeran. Nah Pada jalur menuju dataran Tinggi Bandung Daerah Padalarang merupakan daerah kedua yang sangat menantang untuk di papas. Tidak dapat dibayangkan betapa sulitnya dengan peralatan seadanya ditahun 1800-an 200 an orang memapas pengunungan kapur padalarang untuk membuat jalur jalan selebar dua meter dengan gaji 6 ringgit perak per orang Saya dan Mas nono sempat terpisah jauh di jalur ini karena salah komunikasi, saya berada beberapa ratus meter di belakang mas Nono . . . dan hampir sepanjang jalur meliuk padalarang saya solo riding di kondisi jalan yang basah karena ternyata sabtu pagi itu jalur padalarang baru didera hujan. Tapi tetap saja kelokan padalarang merupakan jalur yang bisa bikin kangen setiap biker yang pernah melalui jalur ini. Akhirnya saya berhasil membuntuti mas Nono kembali di sekitar situ Ciburuy . . . yang menurut lagu Lauk (ikan) nya Hese (susah) dipancing 😀
Memasuki Cimahi, kami di sambut Oleh Sedikit Kemacetan . . . dari jalan cimahi ini kami sedikit berbelok ke kiri melalui jalan alternatif menuju Lembang Via curug Cimahi. Tercatat di GPS jalanan terus menanjak tanpa henti sampai ke ketinggian 1200 m dpl sampai di sekitar curug cimahi. Setelah itu kami jalan menurun melalui kampong Daun dan sentra tanaman hias lembang terus menuju pertigaan setiabudi. Dari setiabudi kami ke kiri dan terus naik menuju Lembang Kota. Setelah itu kamipun istirahat sebentar di Sebuah masjid . . . Update status di Facebook, lihat GPS lagi . . . ketinggian 1263 m dpl . . .so far perjalanan sudah . . .pas 150 km !! dari bogor
Dari Lembang kami turun melalui jalur yang sama, walaupun sebenarnya ada keinginan untuk melanjutkan lebih tinggi ke tangkuban perahu he he he. Setelah menuruni jalan Setiabudi, kami berbelok ke kiri masuk Jalan Siliwangi dago bandung. Tepat di Belakang Sasana Budaya Ganesha (SABUGA) berhenti lagi untuk cuci motor . . . biar motor kinclongan dikit ahhh. Dari Siliwangi masuk ke jalan Juanda Dago . . . ngisi perut dulu sebentar lalu geber motor menuju Jalan Asia Afrika bandung tujuan Utama perjalanan.
Kilometer Nol Bandung (6 55 17,35 LS | 107 36 39,88 BT )
Setelah memarkir Si Ijo dan Simply Black di depan kantor pusat Pikiran Rakyat, Kami berdua berjalan ke patok Nol Kilometer Persis di depan kantor Pekerjaan Umum. Lalu . . . biasa, Foto-foto di sekitar patok Nol Kilometer. Di sekitar Patok Nol Kilometer ini terdapat banyak sekali bangunan bernuansa Art Deco seperti Gedung Hotel Savoy Homann dan Gedung Bekas Konferensi Asia Afrika . . . dan baru ngah ternyata . . . Jalannya Satu arah euy he he he. Walaupun sebenarnya Kota Bandung sudah di tancapkan pengembangannya sebelum Daendels menunjuk titik nol . . . Titik Patok Nol km tetap saja dianggap sebagai titik balik dan pengembangan Kota Bandung secara Umum. Saat itu setalah Daendels ‘menginspeksi’ pembuatan jembatan di atas sungai cikapuncung, Ia menunjuk-nunjuk titik Nol kilometer dengan Tongkatnya sembari memberikan perintah setengah mengancam dalam bahasa belanda :
Zorg, dat als ik terug kom hier een stad is gebouwd!
Yang artinya kira-kira “ Coba Usahakan, Bila Aku datang Kembali, Di Tempat Ini telah dibangun sebuah Kota “ . . . sehingga menurut saya Nol kilometer ini bukan lagi bermakna satu dimensi (panjang) . . . tetapi ia bermakna dua dimensi (luas) sehingga setelah Jalan Pos berdiri melintasi jalan yang sekarang dinamai Jalan Asia Afrika . . . kota bandung terus berkembang luas sampai saat sekarang ini. Berkembangnya Kota bandung sedikit banyak juga disebabkan akses perekonomian yang semakin lancar akibat adanya jalan pos ini.
🙄 mejeng dengan back groun gedung Savoi homann
🙄 bentuk awal hotel Savoy Homann
🙄 pemugaran Savoy Homann
🙄 De Grote Postweg Bandoeng 1920, sumber : http://tyawar.multiply.com/
Tak Terasa hari sudah menjelang siang . . . kami berdua sepakat untuk sholat Zuhur dan Ashar (dijama’) di PUSDAI Bandung. Dari PUSDAI kami berangkat kea rah Barat menuju Pusat pemerintahan Propinsi Jawa Barat Gedung Sate, Foto-foto sebentar, Lalu saya berkesempatan mengunjungi bibi saya dari Istri yang tinggal di pinggir Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat. Dari Monumen kami bablas Pulang melawati Jalan Layang Paspati . . . mantappp . . . tapi turun dari Paspati . . . muacettt tak terelakkan . . untung Road Captainnya ( Mas nono) hafal betul jalan-jalan pintas . . . sehingga Si Ijo nggak berlama-lama didera kemacetan. Pokoknya saya udah nggak hafal lagi daerah mana yang kita lalui semenjak itu sampai di daerah kolong tol cimahi . . . Kalo brader pengen tau silahkan download track yang saya sediakan. Jalan sepanjang Bandung Cimahi padat merayap. Kepadatan mencair saat kami memasuki daerah Padalarang . . . geber terus melawati jembatan rajamandala baru dimana saya sempat mengetes kemampuan speed Si Ijo yang saya paksa sudahi ketika jarum jam mencapai angka 135 km/jam. Singkat cerita Kami kembali rehat di SPBU Harley
🙄 Jalur Pulang : Bandung-Cimahi-Rajamandala-Cianjur-Sukabumi-Cibadak-Cigombong-Cipaku-Batu Tulis-Bogor
Setelah disana, saya memutuskan untuk melalui jalan memutar via Sukabumi sembari silaturahmi ke Rumah Mas nono. Keputusan ini menimbang kemungkinan macet memanjang selepas puncak sampai Ciawi terlebih sabtu sore/malam minggu seperti saat itu. Jalan Sepanjang Cianjur-Sukabumi cukup baik dan terlihat habis di lapisi aspal baru sehingga belum ada marka jalannya. Singgah sebentar di kediaman Mas Nono sembari melihat usaha wiraswata nya yang cukup hebat .
Balik dari Rumah Mas Nono . . . jalanan terpapar hujan . . . wah kebayang 60 kilometer kedepan bakalan super berat niy. Terlebih lagi harus menghadapi pasar-pasar pinggir jalan seperti di Cicurug dan cibadak yang biasa langganan macet. Setelah pakai Jas hujan dengan tetap memakai Glove AHRS saya tembus Hujan menuju kota Kesayangan tempat Istri dan kedua anak saya Menanti . . .te ileee 😀
Mengenai Jalur Sukabumi-Cibadak-BuitenZorg . . . jalur ini menurut literature yang saya baca mulai dibangun tahun 1813 saat pemerintahan Thomas Stamford Raffles yang mewakili Ratu Inggris. Jalan ini di buat Oleh Pemerintahan Raffles untuk menunjang politik Landrente, sebuah metoda penyewaan tanah untuk perkebunan untuk menambah pundi-pundi kas negara
40 km berlalu saya rehat sebentar di Cigombong, soalnya tangan dah cenut-cenuut sembari mempersiapkan tenaga untuk melibas trek Cigombong-Cijeruk-Cipaku-Batutulis-Bogor . . . jalur ini sebenarnya relative sama jarak tempuhnya dengan jalur cigombong-Caringin-Ciawi-Bogor . . . tetapi saya pilih karena tidak macet . . . dengan berbekal trek pulang dari pelabuhan ratu kemarin yang masih tersimpan di GPS, saya beranikan riding sendirian menembus sore nan mendung melibas trek bebukitan sebelum akhirnya tiba di dekat Istana Batu tulis tempat pasangan Capres MEGA-PRO berunding dan tiba dengan selamat di Bogor . . . liat GPS lagi . . . 348 km . . . pfhuuih antara Lelah dan Gembira bercampur menjadi satu .
Thks to my Family, ElsaBarto, & Elsabarto family yang telah memberikan restu bagi kami untuk dapat meniti jalan bersejarah bagi Bangsa Indonesia ini
De Groote Postweg Journey, Continuous . . . . .
Taufik Of BuitenZorg
foto-foto jadul : Forum Kaskus
Silahkan Download / unduh track route Garmin Bogor Cianjur -Lembang – Bandung DI SINI
Silahkan Download / unduh track route Garmin Bandung – Cianjur – Sukabumi – Cigombong – Batu tulis – Bogor DI SINI
Wow… Perjalanan ini… Sungguh sangat mengasyikkan… karena ada temen di sampingku kawan… eheheh
nice review bro…
Lengkap banget bang,
kemaren pasti lembur, hehehe…. 😀
ketigaxxxx
wuihhh….pasti sampe rumah langsung ngorok…hehehehe….
hebatssss….semangat muda….!!!!
biker sejati!!! semoga awet muda dan panjang umur mas Taufik, barangkali sepuluh-20 tahun lagi masih bisa napak tilas jalanan bersejarah lagi. siapa tahu udah berubah lebih banyak lagi…
sedikit koreksi bang, mungkin ada salah ketik, sungai Cikapundung bukan cikapuncung di KM.0 BDG
trus usaha saya biasa aja kok bang, hi3x…
mz Taufik, dah berapa km skrg si ninin?
waaaah
kyke kaus yang dipamerin mz Nono bagus, bs pesen ndak dg mz Taufik?
Mantafs.. pdhal sabtu kmaren ane jg mau napak tilas ke Bandung tp ngk ada temen. Cb tau om.Taufik mau touring :D.
woww mantap mas opik…… abis ke bandung bisa nggak yah nyambung ke panarukan he.heee.heee, ditunggu lho
keep brotherhood
ga bisa berkata-kata ngebaca artikel ini….manstab n salut buat bro taufik…kapan2 ikut dunk…(mupeng mode ON)..hehehehe..
cayoooo mas taufik trus semangat….
Mas tak isi absen .Nanti takbaca lagi bro.
Mantab & lengkap sekali …
De Groote Postweg Journey, Continuous . . . . . berarti masih banyak episode lanjutan nih, hingga akhirnya sampai di Panarukan 🙂
Btw, baterai GPSnya kuat berapa lama, atau bisa memakai baterai cadangan ukuran AAA?
@ Elsa
he he he . . . maksute juga cikapuncung . . . kenapa jadi kepleset ke hurup c yah . . .maklum tangan masih cenut2 😀
@ supra
itu kaos pemberian Bro Alba Champ dari Jepang asli. . . saya ikhtiar bagikan ke brader pada acara2 khusus . . . mungkin kedepan ada kuis yang berhadiah kaus kayak itu . . . masih ada beberapa kausnya 😀
@Rizki, Mledoz
thks udah sempetin baca 😀
@Apdri
itu GPS aye pake baterai Alkaline AA dua unit . . .dipake dua kali Saat ke Pelabuhan ratu Pulang pergi dan saat Kemarin ke bandung
saat ke plb ratu sekitar 6 jam, saat ke bandung kemarin saya nyalakan nonstop 10 jam . . . baru lowbatt
sip!! perjalanan yang menarik mas..klo mas turing lagi saya pengen laporan tentang berapa liter bbm sama besarnya biaya yg dihabiskan mas..
salut sob, jadi pengen ngikut perjalanan selanjutnya, tapi must tunggu balik dulu ke tanah air, salam dari afrika 😀
What an inspiring journey ,,,,,
Btw Om Taufik sempet nge-check konsumsi bbm si Ijo sama Jupi mx om Nono , mau tau aja perbandingannya , soalnya aye pake scorpio yang ccnya diantara Ijo & Mx ,,,
Mangtab Om,,,
mas, klo mo turing lagi…boleh ikutan gak…..kapan2 gethooo….
Mas nggak mamper di masjid agung bandung.Padahal bisa naik dimenara masjid bisa liat kota bandung dari atas.Kalau nggak blanja di PARAHYANGAN PLAZA kan cuma sampingan ama masjit
Oh Nooo……gairah turing ku kambuh…..
Wah ternyata ada pemilik Avanza hitam di Bandung yang mobilnya di airbrush Ninja250r.wordpress.com…
Mantebs.. bisa sholat subuh di “Mesjid di Awan” Taon depan ijk ikutan ya.. kalo ke Bandung takut nyasar.. maksudnya takut nyasar terus kena tilang
btw, browniesnya mana Kang Taufik?
Mantap bro Taufik…. Kisah selanjutnya mau dong “Black Monster” P200 ane ngikut di belakang si Ijo-nya bro Taufik. Sekalian sharing tentang GPS Garmin, biar bisa nemplok juga di dashboard he..he…
Serius lho…! bisa contact 08888-2345-66
wah jadi penasaran sama glove AHRS bro taufik…
ada jepretan glovenya gak ya..???
DC berapa bro taufik..??
*maap OOT
yah. bandung memang eksotik. kapan ya saya bisa puas jalan-jalan ke sana….
salam blogger,
masmpep.wordpress.com
@Pulsarriders, ashley, abigail
boleh deh siiip . . .kapan ya . . . juni nggak ada libur panjang euuy 🙁
@Anggi
Itu glove cukup bagus . . . waktu pulang dari pelabhn Ratu di guyur hujan deras . . .kirain luntur item ke telapak . . . nggak taunya Nggak euuy . . . harganya juga cukup bersahabat bila dibanding alpinestar he he he
keren…
jadi pengen ke bandung lagi euy…
wah brooo….
asik banget…..
nahan2 ga mau ikut komen….
ga tahan juga….
no komen dah 😛
@Mr momod
kalo ada sampeyan . . pasti lebih rame dan heboh 😀
nice riding kang Taufik…
kang, usul aja, kalo bisa nanti dibuat mapping-nya.
biar nanti kalo ada yg brencana napak tilas De Groote Post Weg lagi bisa dapet referensi jalur yg sebenarnya…
saya juga baru tau, jalur jalan Rajamandala yg The Great Post Road.. ternyata bukan yg slama ini suka dilewatin. 😀
Itu masuknya dari mana kang Taufik, yg Cimandala itu?
Garmin Nuvi 265WT
Garmin’s nüvi 265WT improves upon its 200-series predecessors by adding free real-time traffic updates from Navteq (for the life of the device) as well as Bluetooth connectivity to your cell phone. Other significant improvements in the 2×5 series include a predictive technology that provides faster satellite lock, a redesigned screen with more information, terrain maps, and an exciting new photo navigation feature. The 265WT provides complete maps for North America and the handy Text-to-Speech feature, so you get turn-by-turn spoken directions with the real names of streets (e.g. “turn left in 50 feet at Nebraska Way”, rather than merely “turn left in 50 feet”).
@britis081
cobadeh perhatikan gb berikut . . .kra2 dari sana aye masuknya
http://ninja250r.files.wordpress.com/2009/05/rajamandala.jpg
Tanya Donk Kalau Ciawi ->Puncak ->Cianjur ->Sukabumi ->Cicurug Berapa KM Yah ???????
Saya senang bisa nemu blognya mas Taufik.
Informatif sekali dan dibacanya Fun karena diselingi dengan pengetahuan sejarah. Ditambah fasilitas unduh trek GPS, wah, blognya kaya website Profesional.
Salut untuk mas Taufik yang sudah dengan sukses membagi waktu antara keluarga, kerja, motor, sosialisasi, dan blogging…
Saya tunggu kisah perjalanan mas taufik yang lainnya..
kampung halaman abdi kang cianjur mah nuhun ah tos ngaploudkeun foto d cianjur sareng bandung,,,
salam kenal…. ti urang rajamandala.
Koreksi: sanes Jembatan Cimandala ….tp Rajamandala…. kitu sanes.
Sebuah Novel baru terbitan Navaksara Publishing:
“LOVE FROM DE GROTE POSTWEG”
Sebuah Novel
Renee van Fokkerhuise, seorang gadis Indo-Belanda, jatuh hati kepada pemuda Indonesia, Dika, seperti halnya kakeknya dahulu yang menikahi seorang gadis pribumi sewaktu ia bertugas menjadi seorang amtenaar di Geemente Bandoeng pada masa pemerintahan Hindia Belanda.
Di saat cintanya hampir terwujud, kondisi kakeknya di Belanda yang sering sakit-sakitan memaksa Renee, sebagai cucu kesayangan harus meninggalkan Indonesia untuk kembali ke Belanda. Setelah bertahun-tahun didera sakit, kakeknya menutup mata sebelum sempat mengunjungi negeri yang selalu dipujanya–Indonesia. Sebelum detak jantungnya terhenti, ia berwasiat kepada Renee agar abu jenazahnya ditaburkan di aliran sungai Cikapundung, jalan Asia Afrika, Bandung. Sejalan amanat kakeknya, Renee kembali ke Bandung. Ia ingin merajut kembali cintanya kepada pemuda pujaan hatinya, Dika.
Namun, saat ia tiba di negeri hangat itu, keadaan telah berubah. Dika ternyata sudah menjalin hubungan dengan sahabat dekatnya sendiri yang dikenalnya sewaktu di Belanda, Nada – seorang gadis pemain biola.
Berlatar belakang Bandoeng tempo doeloe dan masa kini, kisah ini menampilkan ikatan persahabatan yang menggetarkan dan mengharukan, terajut benang-benang konflik. Akankah Nada meneruskan cintanya dengan Dika, yang tak lain adalah pujaan sahabatnya sendiri, Renee? Ataukah ia rela mengorbankan perasaannya demi sebuah persahabatan?
Lantas, sepenggal kisah lainnya, temali dengan perjuangan seorang pemuda berbakat dari salah satu desa di Ciamis, Epul Saepul yang terseok-seok dalam mewujudkan impiannya. Akankah ia terhempas dari bangku kuliah di salah satu perguruan tinggi negeri di Bandung karena tangan nasib yang tak berpihak? Akankah ia menyerah bulat di hadapan wajah birokrasi kampus yang congkak? Dan bertekuk lutut karena deraan hidup yang menghantamnya bertubi-tubi?
om taufik…… two tumbs up buat om deh….
perjalannya jadi lebih ilmiah dan komunikatif… he he he….
teruskan perjuangan.
2 minggu yang lalu saya juga nyoba napak tilasin jalur napak tilas om taufik yang ke bogor. dan emang luar biasa. mudah mudahan bisa ngikutin jalur track yang bogor bandung ini deh. tapi pake CB 100 gelatik, hmmm bisa nggak ya ?
oudhi
ijin reblog Mas Haji. keren nih
Reblogged this on Triyanto Banyumasan Blogs and commented:
Setelah baca Tempo edisi Soedirman hadiah dari Kang Nadi Alonerider, jadi ingin menambah wawasan tentang sejarah bangsa ini yang mulai terlupakan (sama saya). kebetulan dipertemukan denganTulisan Mas haji Taufik yang menurutku gabungan tulisan touring dan penjabaran sejaran jalur pos karya besar Daendels.
Pelajaran PSPB yang sudah saya lupa, apalagi jalur puncak beberapa kali saya lewati dan baru paham kalo itu adalah bagian dari jalur pos Daendels Anyer-Panarukan. Dengan sejarah membangkitkan semangat nasionalisme. Tulisan yang penuh inspirasi, semoga suatu saat saya bisa napak tilas, sukur-sukur sampai Panarukan. Amin
Bagus bgt bro..
nice