TMCBLOG.com – Kisah balapan perdana Pedro Acosta sangat positif dan sangat menunjukan talentanya. Ia seperti membalap dengan instingnya sendiri ketika menorehkan laptime tercepat balapan yang disusul dengan beberapa lap lagi ber-ordo 1:52-an. Dan satu-satunya pembalap senior yang bisa lebih banyak menorehkan pace 1:52 saat balapan adalah sang pemenang GP Qatar – Pecco Bagnaia. Terlihat banget Acosta mengerahkan segala kemampuan dan talentanya, tanpa berpikir untuk merawat bannya. Pembalap terakhir yang mencatatkan waktu tercepat dalam debut MotoGP mereka – tanpa tersingkir – adalah Marc Marquez dan Fabio Quartararo.

Acosta memperlihatkan talentanya yang mungkin sulit untuk dibanding-bandingkan dalam satu karakter pembalap masa lalunya. Ia memiliki kepribadian yang easy going laksana Rossi, gaya balap agak-agak kombinasi Norick Abe dan tentunya Marc Marquez dalam mengangkat motor ketika membalikan arah. Namun di Qatar, ia terlihat kurang pengalaman, terutama pengalaman bahwa di MotoGP, manajemen ban mengambil porsi yang cukup penting.

Dengan RC16 rookie itu menyerang Marc Marquez di tikungan 1 dari arah dalam untuk mengambil alih posisi keempat di tengah upaya Marquez untuk membuat gap dengan Martin dengan cara menurunkan temperatur ban depanya. Dan Acosta berhasil mempertahankan posisi ini selama beberapa lap. Ia sempat mencoba mengejar Martin sebelum performa ban mulai memudar, cengkeramannya mulai habis. Pada lap 8, Marc Marquez kembali berada di posisi belakang sang rookie, dan dengan satu kesalahan penilaian kecil, Acosta melebar, membiarkan Marc kembali overtaking dirinya.

Jika saja Acosta setahun lagi di Moto2 tahun 2024 ini, atau jika saja Pirelli setahun lebih awal masuk Grand Prix, ia tentu akan merasakan bagaimana Pirelli butuh penanganan yang sangat berbeda dengan Dunlop. Walaupun memiliki karakter deformasi dan grip yang berbeda dari Michelin, namun ada kesamaan antara Michelin dan Pirelli yakni butuh penanganan manajemen ban. Ia tidak bisa digeber terus-terusan karena ada life-time dari karet bannya, karakter Pirelli lebih soft dari Dunlop yang artinya memang punya potensi untuk menyikat habis semua rekor laptime trek kering Moto2 (dan juga Moto3) sepanjang musim ini. Namun ya itu dia, Pirelli tidak se-‘durable’ Dunlop.

Jika dibalik Dunlop memang tidak secepat Pirelli dalam time attack, namun pace di awal balapan dan akhir balapan Dunlop tidak akan banyak dropnya. Sobat bisa lihat balapan Moto2 pertama di 2024 ini. Lihat bagaimana sosok Manuel Gonzales yang kuat di tes, dan kuat di awal race, akhirnya kedodoran. Begitu juga Aaron Canet. Pirelli Diablo Superbike SC0, SC1, atau SC2 tetap saja semua SC alias Soft Compound, butuh manajemen ban serius dan ini buat pembalap Moto2 bukan hanya modal untuk bisa kompetitif sepanjang musim, namun juga akan dibawa jadi modal awal karakter yang bagus ke jenjang kelas primer MotoGP nanti.

Balik lagi ke Acosta, ia jelas tahu dan tidak sungkan mengakui bahwa ia kurang pengalaman dalam hal manajemen ban. Saat pengakuan di debrief dengan jurnalis, ia mengeluarkan gaya easy going seorang Valentino Rossi dalam penyampaiannya. “Saya tahu manajemen ban saya bukan yang terbaik – saya benar-benar kehabisan tenaga, tapi ini bagus untuk TV! Kita tidak bisa terlalu serius! Dan kami harus senang melakukan kesalahan ini, karena sekarang kami memiliki lebih banyak informasi untuk lebih siap menghadapi Portimao (akhir pekan setelah berikutnya).”

Nggak kebayang jika nanti ke depan ia menjadi superstar atau yang terbaik di MotoGP. Kayaknya kita akan dapat melihat lagi karakter riang, slengean, tapi kencang yang telah lama hilang dari panggung MotoGP setelah VR46 pensiun.

Taufik of BuitenZorg | @tmcblog

 

6 COMMENTS

  1. Balapan se-entertaining Acosta kemaren emg bener bikin inget era2 keemasan Rossi atau Simoncelli. Sayangnya sejak Lorenzo memopulerkan gaya kabur sejak lap 1 jadi banyak diikuti pembalap setelah2nya.
    Ya mau gimana lagi, emg kemenangan yg dicari sih.

    • Wkwkwk sejak kapan Lorenzo didapuk jd trensetter kabur sejak lap 1. Dari dulu rider yg emang jago kaga ketolong motor ya bakal kabur secepet2nya sejak start. Doohan jg dulu begitu, Agostini, Roberts SR, ama Hailwood jg dulu begitu. Cuma Marquez ama Rossi yg suka mempermainkan lawan dieranya. Rossi krn dapet motor dan ban yg dibikin H-1 khusus buat dia, Marquez krn dapet warisan Pedrosa-Stoner jaman RC213V bagus2nya. Begitu Marquez menua dikit dan performa RC213V turun dia jg sering kabur2an sejak awal meski di 2019 sering kekejar Dovizioso dan parahnya di 2020 seketar ketir itu ngeliat motor Petronas nomer 20 ada didepannya ampe crash hebat. Gaya entertain ala Rossi gabakal keulang diera skrg yg motor rata dan nyalip makin susah efek turbulen. Axosta kesannya entertaining padahal dia kaga jauh beda ama Zarco dan Kal Kroco jaman mereka rookie, nyalip hampir semua rider didepannya sejak awal kemudian mundur teratur. Manajemen ban hal yg cm ada di motogp, bahkan wsbk aje pake SC0 masih bisa tahan dibawa gradakan. Axosta bukan entertaining tp cuma ngelakuin rookie mistake biasa. Ntar dia aga pengalaman dikit jg bakal kaya Piccolo lsg kabur.

      • Wooohh om akang komentator lejen muncuuullll 🤭.
        Sayang lagi puasa, kalo nggak mau tak traktir kopi tubruk spesial nggak pake gula ☕☕

  2. Balap moto2 kemaren emg kacau sih, nama2 besar pada mundur teratur dan lebih aneh lagi ban medium bisa lebih boros grip drpd ban soft,

  3. Doohan,Rossi,Marc,Acosta…begitulah kira kira urutanya…dan dekade ini kemungkinan besar milik Acosta….dia sudah punya modal komplit untuk jadi superstar..Martin ,pecco hanyalah pemanis layaknya lorenzo dan stoner…

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here