TMCBLOG.com – Seperti yang kita ketahui bahwa semenjak test Pra-Musim, HRC team menempatkan Sensor Torsi di Poros Sproket depan Honda CBR1000RR-R Fireblade SP. Dan Setelah TMCBlog coba konfirmasi ke FIM Technical Director Scott Smart beliau mengatakan bahwa Torductor bukanlah sensor yang dihomologasikan dan tidak terdapat di 500 unit motor standar homologasi yang dijual Honda di dealer, jadi tidak boleh ‘digunakan’ pada race weekend. Namun dari beberapa foto yang dirilis oleh HRC Team sendiri via press release mereka (cek foto pertama di atas) masih terlihat sensor torsi ini menempel di posisinya saat race weekend, koq masih boleh?
http://app-okeefe.jfo7syl77y-pxr4kzxnv4gn.p.temp-site.link/2021/04/19/direktur-teknis-fim-torductor-honda-wsbk-tidak-ada-dalam-daftar-sensor-yang-disetujui/
Sebelumnya, komentator TV WSBK, Steve English menjelaskan mengenai Torductor ini via website resmi WSBK. Mesin WorldSBK menurutnya menghasilkan tenaga maksimum sekitar 250bhp. Kedengarannya seperti angka yang besar, dan memang demikian, tetapi seberapa besar power itu dapat digunakan? Itulah angka yang sebenarnya lebih penting.
Perbedaaan angka Horse Power memang logikanya dapat membuat perbedaan besar Top Speed pada lintasan lurus, tetapi bagaimana dengan zona akselerasi di setiap keluar tikungan? Di Motorland Aragon, straight terpanjang hampir 1 km tetapi ada juga 17 zona akselerasi yang jelas membutuhkan strategi penanganan delivery torsi dan power yang tepat.
Berapa banyak tenaga yang disalurkan ke ban Pirelli yang benar-benar bisa manfaatkan oleh pembalap untuk menghasilkan laptime? Ducati memiliki motor paling powerfull di grid WSBK sejak diperkenalkannya Panigale V4 R namun sampai saat ini Kawasaki lebih sering menang dari Ducati. Dari sinilah kita bisa ambil kesimpulan awal bahwa power bukanlah segala-galanya dalam balapan.
Karakter mesin menjadi lebih penting daripada perang top-end power. Karakter di mana pembalap bisa menemukan angka kuantitas torsi yang dibutuhkan di saat mereka membutuhkan. Dan oleh karena itulah butuh untuk mengetahui hasil dari setiap detail setup yang dilakukan. Biasanya butuh sebuah Dynamometer/mesin dyno untuk mengukurnya. Tapi tentu repot bawa bawa mesin dyno ke setiap sirkuit. Gimana kalau pakai sensor saja?
Sensor torsi ini digunakan untuk mengukur dua hal: torsi keluaran untuk strategi kontrol traksi dan torsi masukan untuk engine brake. Tim menggunakan sensor torsi untuk mengukur torsi di semua area lintasan sehingga mereka dapat mengoptimalkan strategi elektronik mereka dengan tujuan untuk memungkinkan pembukaan throttle sehalus dan kontinyu tanpa mengkhawatirkan impuls ledakan torsi yang tentu akan mengganggu pembalap.
Anti-wheelie dan Traction Control adalah sistem reaktif, sementara strategi pemetaan torsi adalah sistem proaktif. Kontrol traksi membandingkan kecepatan roda depan dan belakang. Kemudian dengan hasil perbandingan ini sistem akan bereaksi dengan memberikan nilai torsi (dengan cara memainkan timing pengapian, supply semburan Bbm dll) yang sesuai dan mendekati ideal.
Kedua strategi di atas (anti-wheelie dan CT) sangat efektif, tetapi ada sistem yang lebih presisi lagi dalam motorsport yakni jika kita dapat mengukur torsi mesin di gearbox untuk setiap jengkal detail sirkuit sehingga mampu meyediakan dan memutar torsi yang tepat dan dibutuhkan untuk setiap keadaan yang terjadi di setiap jengkal detail dari trek.
Bicara kontrol traksi adalah bicara tentang memaksimalkan penyaluran power/torsi yang dihasilkan mesin ke grip ban saat keluar dari tikungan. Tim perlu mencari tahu ukuran torsi yang optimal untuk ini. Jadi pada dasarnya dengan torductor ini, tim dapat membuat sebuah “peta torsi” untuk memungkinkan pengiriman torsi dan atau daya yang optimal setiap saat dan setiap jengkal detail dari trek. Peta torsi adalah metode yang telah diprogram sebelum pembalap melakukan balapan dan ini lah yang menyebabkan torductor itu tidak banyak difungsikan saat balapan berlangsung, namun saat saat pengetesan seperti saat test resmi.
Lalu balik lagi ke pertanyaan, kalau sudah jelas tidak termasuk dalam sensor yang dihomologasikan, kenapa masih nempel di Honda CBR1000RR-R SP Haslam dan Bautista? FIM Technical Director tentu sudah melakukan scruiteneering dan diperkirakan itu sensor menempel namun tidak aktif bekerja saat race weekend terutama saat balap dan makna kata ‘digunakan’ dalam race weekend artinya ‘diaktifkan penggunaannya’ dan berfungsi. Mungkin itu penyebabnya.
Taufik of BuitenZorg | @tmcblog
Oh nempel doang tapi ga aktif
tetep aja keok
Hahaha
wow 250 BHP. mantap.
dengan keterbatasan risét Krn banyak Homologasi dan batasan2 regulasi mengubah 200an BHP jadi 250 BHP
Cari aja tombol push button nya…
Diskresi di wilayah abu-abu ini berpotensi jadi masalah gak sih?
pabrikan lain sehauh ini adem ayem aja ya,,
kan belom mencapai area podium, makanya gak diperhatiin serius. nanti kalo udah bejaban sama Kawak nya Rea baru deh, ditambah protes dari tim lain.. ?
btw triple R dari angle begitu cakep, buntutnya jauh lebih pendek dari ujung ban belakang, macam buritan minor fighter..
Jadi pilem jaman purba dong
Rrrrrrrrrrrrr ?
Ekekekekeke
kayaknya R nya 3 udah maksimal wkwk.. tp penasaran jg kalo ada next gen jadi apaan..
Biasalah klo dah terbukti kenceng dipodium baru dah pura pura yg homoglasi itu part dilarang.
tapi pas aktif itu signifikan ga lap timenya ya pas kemarin testing?
Kaya semacam sensor ABS di piringan cakram, tapi ga ada kabelnya gitu wak?
Daripada rubah wiring hehehe
Boleh boleh saja…malah safety saat akselerasi engga slip
Luar biasa ulasan nya Wak.
Tapi apa bedanya dg telemetri???